Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa perkara pungutan liar (pungli) di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (rutan KPK), Deden Rochendi, merasa tertipu ketika tahu para narapidana membayar Rp 20 juta untuk mendapat akses alat komunikasi atau telepon genggam di dalam rutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika menjabat sebagai Pelaksana Tugas Kepala Rutan (Karutan) KPK periode 2018, Deden mengaku menerima jatah bulanan Rp 10 juta. Ia pun berkelakar ingin meminta bagian lebih jika sejak awal sudah tahu bahwa para tahanan KPK menyetor puluhan juta tiap bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deden mengatakan tak mengetahui besaran uang dari tahanan rutan setiap bulan. Ia mengaku hanya mengetahui nominal yang perlu dibayar tahanan jika mereka meminta akses alat komunikasi handphone atau HP ke petugas rutan.
“Yang menentukan harga adalah Saudara Hengki. Itu yang saya tahu dan saya dengar,” ucap Deden dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Jumat, 15 November 2024. “Rp 15-20 juta untuk masukin HP, itu saja yang saya tahu, Pak.”
“Untuk masukkin HP Rp 15-20 juta, untuk uang bulanannya yang Saudara dengar berapa?” tanya jaksa dari KPK.
“Enggak tahu, Pak,” jawab Deden.
“Enggak tahu? Masa enggak tahu?” tanya jaksa.
Deden pun menjawab, “Serius, Pak, serius.” Dia juga menyatakan tidak pernah bertanya ke petugas lainnya soal besaran setoran dari para tahanan.
“Saya tahunya jumlah nominal yang dari masing-masing rutan ya pada saat sidang ini,” tutur Deden. “Ternyata, maaf, kalau dalam hati, ternyata saya dikolongin.”
“Ternyata dikolongin?”
“Dikolongin saya ibaratnya Pak, ternyata segini, kalau tahu, mau gitu saya minta gede, Pak,” ucap Deden.
“Ternyata kok kecil bagian Saudara sebagai Karutan, ya?” tanya jaksa.
“Saya baru tahunya pada sidang ini. Waduh ternyata segini, tahu gitu saya nggak minta Rp 10 juta, minta Rp 20 juta atau Rp 40 juta,” ucap Deden. “Tanggung Pak, itu saja. Saya merasa, maaf nih, Pak, di luar ini, saya merasa dikolongin.”
Deden Rochendi diduga terlibat dalam perkara pungli atau pemerasan kepada tahanan di Rutan Cabang KPK senilai Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023.
Deden bersama 14 terdakwa lainnya didakwa melakukan pungli di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur. Ia diduga menerima uang dan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 399,5 juta dari tindakan pungli itu.
Jaksa KPK mendakwa para pegawai rutan itu dengan berkas perkara yang berbeda. Tujuh terdakwa yakni Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah teregister dengan nomor 68/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Sedangkan berkas perkara delapan terdakwa lainnya, yakni Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim, teregister dengan nomor perkara 69/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Perbuatan para terdakwa pungli di Rutan KPK ini dinilai sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pilihan Editor: Deputi KPK Dukung Alexander Marwata Uji Materi Pasal Berhubungan dengan Pihak Berperkara