Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tergiur Duit Menganggur

Modus pembobolan deposito PT Elnusa dan duit milik Pemerintah Kabupaten Batu Bara sangat identik. Tercium berkat penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

16 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG penyidik di lantai lima Gedung Bundar Kejaksaan Agung mendadak gaduh. Penyidik mempertemukan dua pejabat dari Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, dengan direksi Bank Mega, Jumat dua pekan lalu. Teriakan seorang pria sesekali terdengar hingga ke luar ruangan.

”Apa ini!” kata Yos Rauke, seperti ditirukan Wa Ode Nurzainab, pengacaranya. Yos kemudian membanting gepokan kertas di tangannya ke meja. Penyidik menyebut kertas itu blangko pencairan deposito milik Kabupaten Batu Bara di Bank Mega yang ia tanda tangani. Yos membantah. Ia kesal karena merasa difitnah. ”Kembalikan martabat saya,” kata Yos sambil bercucuran air mata.

Yos adalah Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Batu Bara. Turut bersamanya di Gedung Bundar kala itu Fadil Kurniawan, yang menjabat Bendahara Umum Daerah. Kejaksaan menuduh mereka telah menggangsir uang pemerintah Batu Bara sebesar Rp 80 miliar. Duit yang diduga mereka selewengkan sekitar Rp 405 juta. ”Mereka mengambil keuntungan uang anggaran ini,” kata juru bicara Kejaksaan Agung, Noor Rachmad. Malam itu juga Kejaksaan menahan keduanya.

Penahanan ini kontan membuat Wa Ode berang karena kliennya langsung ditangkap saat pemeriksaan pertama. ”Surat panggilan ke Kejaksaan isinya hanya untuk memberi keterangan,” kata Wa Ode. Kejaksaan bahkan sudah bergerak sangat cepat dengan menggeledah ruang kerja keduanya di kantor Pemerintah Kabupaten Batu Bara pekan lalu. ”Bukti yang disita semua surat di ruangan mereka,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kisaran kepada Tempo. Batu Bara belum memiliki kejaksaan sendiri karena baru empat tahun ia berstatus kabupaten.

Satu per satu kebobrokan Bank Mega Cabang Jababeka, Cikarang, Bekasi, mulai terungkap. ”Bank itu diduga menjadi tempat pencucian uang,” kata Direktur Pengawasan dan Kepatuhan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Subianto. Awalnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap pembobol duit milik PT Elnusa Tbk pada akhir bulan lalu. ”Dari sana semua aliran duit tak halal mulai terlacak,” katanya. Tim Subianto hingga kini masih terus menyusuri semua aliran uang itu.

Dari kasus pembobolan PT Elnusa, polisi menangkap enam tersangka, antara lain Kepala Bank Mega Cabang Jababeka Itman Harry Basuki serta Direktur PT Discovery Indonesia dan Komisaris PT Harvest Asset Management Ivan C.H. Litha beserta dua anak buahnya: Andi Gunawan dan TZS alias Zulham. Penyidik kemudian menangkap Richard Latief, yang diduga menjadi mediator para tersangka. Turut pula digaruk Santun Nainggolan, Direktur Keuangan PT Elnusa.

Sejak September 2009, PT Elnusa menggelontorkan uang Rp 161 miliar secara bertahap ke Bank Mega Cabang Jababeka. Uang yang selama ini menganggur itu disimpan dalam bentuk rekening deposito berjangka dengan bunga 7 persen. Elnusa sempat mencairkan Rp 50 miliar tahun lalu. Total uang PT Elnusa yang dibobol mencapai Rp 111 miliar. Mereka tak sadar depositonya telah kandas karena bunga deposito secara rutin mengalir ke rekening resmi Elnusa.

Para tersangka diduga memalsukan akta dan tanda tangan pada blangko pencairan deposito. Kemudian uang itu mereka pindahkan ke deposit on call ”aspal” (asli tapi palsu) atas nama PT Elnusa. Setelah jatuh masanya, deposit on call itu mereka cairkan dan mengalir ke rekening PT Discovery dan PT Harvest. ”Uang itu kemudian digunakan untuk bisnis investasi mereka,” kata Kepala Unit V Satuan Fiskal, Moneter, dan Devisa Polda Metro Jaya Komisaris Shinto Silitonga.

Modus yang sama diduga terjadi pada rekening deposito milik Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuanganlah yang pertama mengendus kasus ini. Selaku pemegang kewenangan mengelola anggaran, Yos dan Fadil memindahkan Rp 80 miliar uang milik Batu Bara yang selama ini tersimpan di Bank Sumut Cabang Pembantu Batu Bara. Mereka tergiur bunga 7 persen yang ditawarkan Bank Mega. Untuk meyakinkan duit itu aman tersimpan di sana, Yos dan Fadil berulang kali terbang ke Jakarta untuk mengecek keamanan Bank Mega. Mereka juga sempat bertemu dengan kepala bank, Itman.

Setelah yakin, mereka mulai menggelontorkan duit itu. Tahap pertama pada Oktober 2010 sebesar Rp 20 miliar. Sampai Maret 2011, terjadi empat kali penggelontoran berikutnya, yang akhirnya menggenapkan uang Batu Bara di Bank Mega menjadi Rp 80 miliar. Seperti pada kasus PT Elnusa, awalnya mereka tak sadar duit itu telah raib. Dua pekan lalu, kata Wa Ode, Yos mengecek deposito itu dan masih ada. Minggu berikutnya duit itu hanya bersisa Rp 7 miliar. ”Sisanya kandas,” kata wanita berkerudung itu. Yos mencoba menghubungi Itman, tapi tak berhasil.

Kejaksaan Agung mengakui ada dugaan keterlibatan Itman, juga Ivan C.H. Litha, dalam kasus ini. Noor Rachmad enggan memerinci peran mereka. ”Sejauh ini mereka masih berstatus saksi dalam kasus Batu Bara ini,” katanya. Ada lagi nama baru: Rahman Hakim dan Ilham M. Harahap. Menurut sumber Tempo, kini mereka menjadi buron. Pengacara Itman, Dwi Heri Sulistiawan, malah menyebut kliennya sebagai korban dari kasus Batu Bara. ”Dia terjebak mafia pembobolan,” katanya.

Sumber Tempo menyebut Richard Latief terlibat. ”Otak pelakunya juga sama, Richard,” kata sumber itu. Richard disebut ikut dalam pertemuan bersama Yos, Fadil, dan Itman di sebuah kafe di Kemang, Jakarta Selatan. Namun Richard buang badan dalam kasus Batu Bara. ”Saya tak pernah mengenal Yos dan Fadil,” katanya kepada Tempo. Ia mengaku perannya hanya memperkenalkan Ivan kepada Itman. ”Saya hanya terima komisi sebagai broker,” kata pria yang rambutnya sudah dipenuhi uban ini.

Selain ada irisan antara tersangka pembobolan Elnusa dan Batu Bara, pola pembobolan keduanya sama, yaitu memindahkan rekening deposito berjangka ke deposit on call. Menurut Subianto, para pembobol menggunakan deposit on call karena berjangka waktu lebih singkat, yakni tujuh hari hingga sebulan. Proses pencairannya juga bisa dilakukan setiap saat. ”Untuk penarikan, hanya dibutuhkan konfirmasi dari kuasa anggaran,” katanya. Kuasa anggaran tersebut adalah jabatan yang sama dengan yang disandang Santun dan Yos.

l l l

Kini Bupati Batu Bara O.K. Arya Zulkarnain sibuk bolak-balik Jakarta-Batu Bara. Pekan lalu, bersama timnya, ia mendatangi direksi Bank Mega, Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Markas Besar Kepolisian RI. Apa lagi kalau bukan untuk memperjuangkan uang Rp 80 miliar itu. Ia tak ikhlas duit itu raib. Uang itu, katanya, adalah duit anggaran yang menganggur karena belum terpakai membiayai proyek pembangunan di Batu Bara. ”Apa pun ceritanya, uang itu mesti kembali,” katanya saat ditemui Tempo di Hotel Sriwijaya, Jakarta Pusat, pekan lalu.

Ia memang memerintahkan Yos dan Fadil memanfaatkan duit Pemerintah Kabupaten Batu Bara yang masih menganggur. Salah satunya dengan cara membuka deposito di bank. Bunga deposito itu, katanya, bisa dimanfaatkan untuk menutupi biaya operasional pegawai. Ia menyebut masih ada deposito milik Batu Bara yang diparkir di BRI dan Bank Mandiri. Jumlahnya? ”Hampir sama dengan di Bank Mega,” kata pria berusia 55 tahun ini.

Bank Mega masih irit bicara. Tindakan nyata mereka adalah memberhentikan Itman sebagai kepala cabang. Corporate Secretary Bank Mega Gatot Aris Munandar hanya menjelaskan terbongkarnya kasus pembobolan duit pemerintah Batu Bara atas audit internal mereka. Mereka menyebut kasus pembobolan Elnusa malah tidak berhubungan dengan Batu Bara. ”Peristiwa ini terjadi karena ada kerja sama di antara orang yang kini diduga terlibat,” kata Gatot.

Mustafa Silalahi, Anton Aprianto, Soetana Monang Hasibuan (Medan)


Sana-sini Terus Membobol

PEMBOBOLAN bank membutuhkan dan melibatkan orang dalam, baik di bank, perusahaan nasabah, maupun perusahaan investasi yang menjadi tempat penampungan. Ini tugas Richard. Melobi dan membujuk mereka untuk memuluskan persekongkolan itu. Menurut polisi, ia kenal dengan hampir semua kepala cabang bank. Polisi menduga dia terlibat dalam beberapa kasus berikut ini.

2004

Rp 100 miliar

  • Yayasan Damandiri
  • Bank Lipo Cabang Cimahi, Bandung

    Komplotan:

    1. Darwin Bahar
    2. Arif Dwipayana Prasetyo
    3. Amien Marza Zaidi

    Modus:
    Pemberian kuasa palsu Damandiri ke Bank Lippo dalam pengajuan kredit fiktif UKM agar bisa mengeluarkan dana dari rekening.

    Rp 200 miliar

  • BRI cabang Atrium Segitiga Senen, Jakarta Pusat
  • BRI KCP Tanah Abang, Jakarta Pusat

    Komplotan:

    1. Deden Gumilar Sapoetra, Kepala Cabang BRI Atrium
    2. Afrida Gerung, pengusaha
    3. Yudi Kartolo, Komisaris PT Delta Makmur Ekspresindo
    4. Hartono Tjahjadjaja, Direktur Utama PT Delta Makmur Ekspresindo
    5. Agus Riyanto, Kepala Kantor BRI Tanah Abang

    Modus:
    Pengajuan kredit atas nama Afrida Rp 20 miliar dan kredit fiktif Asuransi Bumiputera Rp 36 miliar. Kredit ditransfer ke rekening PT Delta atas nama Richard Latief. Pelunasan diambil dari uang di rekening BPD Kaltim Rp 100 miliar dan Rp 70,55 miliar Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan di BRI Tanah Abang. Pembayaran kredit Bumiputera hanya Rp 36 miliar. Sisanya ditransfer ke PT Delta plus Rp 10 miliar tambahan dari BRI Tanah Abang.

    2006

    Rp 4,5 miliar

  • Bank BNI 46 Gambir, Jakarta Pusat

    Komplotan:

  • Ahmad Fadillah

    Modus:
    Pengajuan kredit fiktif

    2006-2007

    Rp 110 miliar

  • PT Taspen
  • Bank Mandiri Rawamangun, Jakarta Timur

    Komplotan:

    1. Agus Raharjo, Kepala Bank Mandiri Rawamangun
    2. Andre Aminuddin alias Ahmad Fadillah, pemilik rekening
    3. Mettius Nehrir, Asisten Manajer Keuangan PT Taspen
    4. Heru Maliksjah, Direktur Keuangan PT Taspen
    5. Germani Prawira Supraja
    6. Ratna Lenny Tobing

    Modus :
    Pemindahbukuan dana rekening PT Taspen di Bank Mandiri Cempaka Putih ke Bank Mandiri Rawamangun melalui giro bilyet palsu. Uang lalu ditransfer ke rekening Andre.

    2009

    Rp 220 miliar

  • Pemerintah Daerah Aceh Utara
  • Bank Mandiri Jelambar, Jakarta Utara

    Komplotan:

    1. Lista Andriani, nasabah Bank Mandiri Jelambar
    2. Cahyono Syam Sasongko, Kepala Bank Mandiri Jelambar
    3. Basri Yusuf, Kepala Kamar Dagang dan Industri Daerah Aceh Utara
    4. Yunus Abdul Gani Kiran, Ketua Tim Asistensi Kabupaten Aceh Utara
    5. Herrysawati Bakrie, pemilik PT Sumberdaya Manunggal

    Modus:
    Menampung dana kas daerah dengan imbalan premium fee di luar bunga bank. Dana pokok ditransfer ke rekening palsu pemda Aceh Utara.

    Rp 111 miliar

  • PT Elnusa

    Komplotan:

    1. Santun Nainggolan, Direktur Keuangan PT Elnusa
    2. Itman Harry Basuki, Kepala Bank Mega Jababeka
    3. Ivan C.H. Litha, pemilik PT Harvestindo Asset Management dan PT Discovery Indonesia
    4. Andi Gunawan, Direktur PT Discovery
    5. Zulham, anggota staf kolektor PT Harvest

    Modus:
    Mengubah deposito berjangka menjadi deposit on call yang bisa dicairkan sewaktu-waktu. Memalsukan tanda tangan kuasa Direktur Utama Elnusa untuk mencairkan dana lalu mentransfer ke PT Harvest dan Discovery untuk diinvestasikan lewat asuransi, saham, surat berharga, dan reksa dana. Keuntungannya dibagi-bagikan ke rekening komplotan.

    2010

    Rp 80 miliar

  • Pemerintah Daerah Batu Bara, Sumatera Utara
  • Bank Mega Jababeka, Bekasi, Jawa Barat

    Komplotan:

    1. Yos Rouke, Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Batu Bara
    2. Fadil Kurniawan, Bendahara Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara
    3. Rahman Hakim, Komisaris PT Pasifik Fortune Indonesia dan Direktur PT Discovery Indonesia

    Modus:
    Dana dipindahkan dari Bank Sumut ke Bank Mega Jababeka dalam bentuk deposit on call agar mudah dicairkan. Dana mengalir ke PT Pasifik dan PT Discovery sebelum mengalir ke sejumlah pejabat pemda Batu Bara dan anggota komplotan lain.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus