Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terjerat Dana Umat

Polisi mengklaim sudah lama menetapkan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI Bachtiar Nasir sebagai tersangka pencucian uang. Dituding menyalahgunakan dana aksi bela Islam.

11 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bachtiar Nasir (berpeci hitam) mengikuti aksi 115 atau aksi bela Palestina di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, 11 Mei 2018./ TEMPO/Fakhri Hermansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berstatus tersangka -sejak akhir 2017, Bachtiar Nasir ba--ru menerima panggilan pe--meriksaan empat bulan ke--mudian. Dengan alasan ke--si-bukan, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) itu meminta pemeriksaan ditunda.

Tiga belas bulan berselang, pada Rabu, 8 Mei lalu, polisi kembali memanggil Bach-tiar. Pemeriksaan ditunda karena pria kelahiran Jakarta itu kembali tak me--menuhi panggilan. “Itu panggilan kedua sebagai tersangka,” ujar Kepala Biro Pe--nerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, Jumat, 10 Mei lalu.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Bachtiar sebagai ter-sangka dugaan pencucian uang dengan pidana asal penyalahgunaan aset Yayasan Keadil-an untuk Semua. Polisi baru me--manggil Bachtiar setelah pemilihan pre-siden karena tak mau dituding ikut ber-politik. Bachtiar adalah petinggi di barisan pendukung calon presiden dan wakil pre--siden Prabowo Subianto-Sandiaga Sala-huddin Uno.

Kasus ini mencuat ke publik pada Fe--bruari 2017. Kala itu, Bareskrim Polri menetapkan dua tersangka, yakni Ke--tua Ya-yasan Keadilan untuk Semua Ad-nin Armas dan pegawai bank pelat me-rah syariah yang juga murid Bachtiar, Islahudin. Yayasan Keadilan untuk Semua didirikan pada 2014. Lembaga ini bergerak di bidang kemasyarakatan, sosial, dan agama.

Yayasan Keadilan untuk Semua ter-ma-suk yang menyerukan masyarakat un--tuk ikut mendukung aksi bela Islam pa--da 4 November 2016. Caranya dengan me--nyumbangkan uang kebutuhan unjuk ra--sa yang menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diadili dalam ka-sus dugaan penistaan agama. Ajakan ber-lanjut untuk aksi serupa pada 2 De--sember 2016.

Uang sumbangan diminta dikirim ke rekening Yayasan dengan nomor rekening 390718xx5x. Ini karena GNPF MUI bukan lembaga hukum sehingga tidak bisa membuka rekening. Adnin Armas juga menjadi pengurus GNPF MUI.

Awalnya rekening Yayasan hanya me-nampung Rp 500 ribu. Ketika ajakan me-nyumbang digaungkan, saldo rekening -me--lonjak hingga Rp 2,13 miliar dari 4.000 donatur. Karena penggunaan rekening -untuk dana aksi, Adnin Armas memberikan kuasa kepada Bachtiar Nasir pada 2017.

Rumah Adnin Armas di kawasan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, 9 Mei 2019./ TEMPO/Ade Ridwan

Setelah dana terkumpul, Bachtiar de-ngan berbekal surat kuasa dari Adnin tadi membuka rekening baru di bank pelat merah syariah yang sama dengan nomor 03821xx17x. Nama rekeningnya sama. “Bach-tiar bukan pengurus Yayasan,” -kata- Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo.

Uang di rekening lama Yayasan dialihkan semuanya ke rekening baru yang dibuat Bachtiar. “Mens rea-nya (niat jahatnya) di sini. Kalau memang mau menggunakan dana sumbangan, mengapa sampai mem-buka rekening baru?” ujar Dedi.

Selain menganggap pembukaan rekening baru sebagai pidana penggelapan, -polisi menganggap pemberian kuasa dari Adnin Armas kepada Bachtiar Nasir tidak melalui pembina ataupun pengawas Yayasan. “Pengelolaan harta yayasan harus dikelola oleh dan sepengetahuan organ ya-yasan,” kata Dedi.

Duit-duit di rekening baru Yayasan kemudian dicairkan sebesar Rp 1 miliar dalam dua tahap. Pencairan dikuasakan kepada Islahudin, pegawai di bank pelat merah syariah tempat uang disimpan. Menurut Dedi, Islahudin melanggar ketentuan Undang-Undang Perbankan Syariah soal batas penarikan uang.

Menurut seorang penegak hukum, se-bagian dari duit Rp 1 miliar yang dicairkan kemudian dipakai Bachtiar untuk -biaya -perawatan korban aksi 4 November dan per-siapan aksi 2 Desember, antara lain buat publikasi dan konsumsi. Sedangkan sisanya, sekitar Rp 500 juta, disalurkan ke lembaga kemanusiaan di Turki, Insan Hak ve Hurriyetleri Insani Yardim Vakfi Turki.

Saat dimintai konfirmasi ihwal penya-luran uang ke Turki itu, Dedi mengatakan penyidik masih mendalaminya. “Saat ini belum ada. Untuk penggunaan sisanya, Rp 1,2 miliar, masih ditelusuri penyidik,” ucapnya.

Pengacara Bachtiar, Azis Yanuar, me-ngatakan kliennya punya alasan mengaju-kan permohonan penundaan pemeriksa-an. “Ustad Bachtiar masih sibuk,” kata Azis, Kamis, 9 Mei lalu. Menurut Azis, dana sumbangan dari masyarakat itu benar digunakan untuk kegiatan aksi bela Islam. “Tidak ada yang diselewengkan atau untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.

LINDA TRIANITA, ADE RIDWAN (DEPOK)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus