SIPIR-sipir penjara LP kelas I Lowokwaru, Malang, tengah malam Kamis pekan lalu tiba-tiba sibuk dan sedikit ingar-bingar. Ada apa? "Tidak ada apa-apa. Hanya ada tahanan titipan akan masuk," ujar seorang petugas tanpa tahu siapa tahanan "istimewa" itu. Tidak berapa lama kemudian tahanan yang ditunggu-tunggu itu datang, diantar dua sedan, dengan pengawalan pejabat-pejabat Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kejaksaan Negeri Malang. Ia seorang lelaki beralis tebal, bertubuh gemuk, dan berwajah murung. Istimewa memang, karena lelaki itu adalah bekas Ketua Pengadilan Negeri Malang, Ruwiyanto, yang tempo hari pernah dikabarkan buron setelah menghilangkan barang-barang bukti di pengadilannya. Didampingi Kepala Kejaksaan Negeri Malang, Suyoto, bekas rekannya sesama anggota Muspida, hakim malang itu memasuki LP Lowokwaru, tempat terpidana mati Kusni Kasdut pernah ditahan. Mengenakan kemeja abu-abu, sepatu hitam, sambil menenteng kopor Ruwiyanto diantar petugas LP ke blok IV, sebuah blok khusus yang dilengkapi kasur. Di situ pula terpidana korupsi Budiaji kini menjalani hukumannya. "Ia memang ditempatkan di blok khusus, tapi bukan berarti ia istimewa, hanya agar tidak dikenali napi-napi lainnya," ujar seorang petugas di tempat itu. Kebijaksanaan itu memang bisa dimaklumi. Sebab, dari 700 orang napi yang kini menghuni LP Lowokwaru, sebagian "hasil" vonis yang dijatuhkan Ruwiyanto ketika bertugas di kota itu. Di antara mereka terdapat Pudji Hadiatmoko, si "jagal manusia" dari Tumpang di Malang, yang divonis penjara seumur hidup. Menurut sumber TEMPO di Malang, sejak Jumat pekan lalu, Ruwiyanto mulai diperiksa tim penyidik dari kejaksaan. Ia diusut dalam kasus lenyapnya titipan uang bukti dalam perkara jual-beli tanah Universitas Brawijaya Malang sebesar Rp 36 juta. "Memang baru untuk kasus itu ia diberkaskan. Kasus-kasus lainnya belum diserahkan Irjen Kehakiman," kata seorang pejabat Kejaksaan Agung kepada TEMPO. Sengketa tanah Universitas Brawijaya itu bermula dari rencana perguruan tinggi itu membangun gedung baru. Sebidang tanah dibeli dari lima orang pemiliknya. Tapi belakangan, salah seorang pemilik tidak setuju, dan menuntut ke pengadilan. Sambil menunggu penyelesaian, uang jual-beli tadi dititipkan di Pengadilan Negeri Malang, yang lazim disebut sebagai uang konsinyasi. Ternyata, sengketa itu bisa selesai dengan damai -- pihak yang tidak setuju mengalah. Tentu saja uang titipan harus diambil kembali. Tapi uang itu sudah tidak ada di tempatnya. "Dibawa lari Ruwiyanto," kata sumber TEMPO di Kejaksaan Agung. Bukan hanya itu yang dibawa lari. Beberapa sumber juga menyebutkan, ia menghilangkan barang bukti lain, yang semuanya meliputi ratusan juta rupiah. Tapi yang paling menghebohkan, Ruwiyanto dituding pula berbuat tidak senonoh dalam perkara jual-beli 12 kg emas. Ia, kabarnya, terpaksa mengembalikan uang suap dari saksi pelapor karena mendapat suap lebih besar dari terdakwa -- yang belakangan dibebaskan pengadilan. Bahkan sempat pula ia dikabarkan menghilangkan 12 kg emas yang menjadi bukti dalam perkara itu. Kecuali soal-soal kecurangan dalam tugas itu, Ruwiyanto, bekas hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, beserta istrinya dituding pula melarikan sejumlah utang dari berbagai pihak. Bahkan seorang istri bekas petinggl hukum mengaku ikut kena Rp 5 juta. "Bukan hanya saya, tapi istri-istri hakim agung lainnya ikut menjadi korban," kata nyonya bekas petinggi hukum itu. Memang belum tentu semua tuduhan itu benar. Ruwiyanto, yang ditemui TEMPO sebelum ditangkap di rumahnya di Roxi, Jakarta, tidak membantah dan tidak membenarkan tuduhan itu. Yang pasti, Ruwiyanto memang sempat membuat heboh petinggi hukum. Ia tibatiba menghilang dari Malang, ketika kasusnya terbongkar dan Irjen Departemen Kehakiman memeriksa kasusnya, bulan lalu. Ketika itu ia baru saja mendapat pemberitahuan dimutasikan ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Karena itu, ia dinyatakan buron. Tapi, ternyata, ia tidak lari jauh: hanya menyingkir ke rumahnya di Jakarta. Tapi, ketika berkali-kali dipanggil Kejaksaan Agung, Ruwiyanto tidak datang. Akibatnya, Kamis siang itu, secara resmi ia ditangkap petugas kejaksaan di rumahnya di Jakarta. Sore itu juga alumnus UGM, 1964, itu diterbangkan dengan pesawat Garuda bersama seorang petugas ke tempat tahanannya di Malang. "Sebab, ia akan diadili di pengadilan tempat ia bertugas itu," kata sumber TEMPO di Kejaksaan Agung. K.I., Laporan M. Baharun (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini