SEKIRANYA antara 29 September dan 29 Oktober Anda berkunjung ke Museum Nasional, Jakarta, untuk melihat-lihat Pameran Perhiasan Amerika Masa Kini. Dan sekiranya Anda berharap akan menyaksikan prosperitas Americana tergelar dalam gubahan emas, untaian mutiara, dan ikatan ratna mutu manikam. Jangan kaget: Yang akan Anda temukan adalah seuntai kalung, yang tampak memancarkan kehalusan dan kebesaran, tapi hanya terbuat dari rangkaian penitibiasa, benang katun, manik-manik kaca, dan loberci (jemeki atau kelip-kelip). Itulah Monarh MJ No. 1, dari Tina Fung Holder. Atau bros dan subang dari tembaga dan tulang aoycelyn M. Merchant). Atau gelang dari kuningan dan rambut kuda (Gail Marie Fisher), kalung dari tulang, damar, dan tali (Laurie Hall), dan kalung aluminium (Gerhard Herbst, Victoria M. Howe) atau bahkan dari bilah-bilah kayu (Marjorie Schick). Agaknya, bagi banyak perupa perhiasan Amenka masa kini, sebarang bahan jadilah. Perhiasan tidak harus mencerminkan kekayaan dan kemewahan. Mereka mengutamakan kepribadian dan daya cipta, gagasan asli dengan latar pengetahuan luas, serta khayal dan cita rasa yang tumbuh bersama seni rupa masa kini, berpijak pada pengalaman abad ke-20. Karya mereka diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki kecanggihan budaya. Konservatisme dalam bentuk dan bahan, yang masih kuat dalam tahun-tahun 40-an dan 50-an, sudah lewat -- tersapu oleh badai pembaruan tahun-tahun 60-an. Lingkup isi, gaya, bentuk, dan bahan, meluas. Penghalusan dan pencanggihan, kecenderungan kepada citraan dan ungkapan pribadi, tumbuh dalam tahun-tahun 70-an. Dan kini, tahuntahun 80-an, sikap kritis diri dan perenungan, yang membawa penghalusan bentuk dan kejelasan gagasan, tampak makin besar di kalangan perupa perhiasan sana. Semua itu berkaitan dengan tempat para perupa itu dididik: perguruan tinggi lingkungan yang menjadikan mereka sadar akan sejarah, falsafah, masyarakat, dan psikologi, dan punya kesadaran lebih besar akan gaya dan isi, akan hubungan antara bentuk dan bahan. Lingkungan itu juga mendorong perkembangan konsep dan gagasan serta pertumbuhan kemampuan melahirkan pikiran dan kemampuan mawas diri. Dan, tidak kurang penting, mendorong penelitian dan pencobaan teknik. Pemakaian bahan "jelata" -- bukan "mulia" atau "adi" -- melibatkan semangat mencoba atau mengajuk, membongkar batas-batas sempit kebiasaan. Tentu berperan juga di situ pengetahuan bahwa ada zaman dan ada masyarakat tempat perhiasan lazim dibuat dari bahan yang oleh masyarakat kita sekarang tidak dihargai. Memang, dalam pameran ini dapat dilihat juga penggunaan bahan mulia. Tapi dengan cita rasa seni rupa masa kini: gabungan yang mengejutkan. Misalnya, perak digabung dengan tembaga dan plastik perak dengan aluminium perak nikel dengan kayu dan lain-lain. Mengajuk bermacam bahan dan teknik, baik yang kuno (misalnya granulasi dan cire perdue), yang asing (misalnya mokume-gane Jepang), maupun yang modern, telah memberi ciri kepada seni perhiasan Amerlka. Pemakaian permata dan setengah permata berkurang. Sebaliknya, makin banyak dipakai logam dan bahan lain yang punya warna cemerlang dan kaya. Begitulah, titanium dan nobium meluas penggunaannya dari industri ruang angkasa ke seni perhiasan, berkat kekuatan, kemurnian, dan kemungkinan pewarnaannya. Aluminium, juga menjadi pilihan sejumlah perupa. Juga pemakaian bahan bukan logam seperti plastik, kaca, serat, kayu yang dicat, untuk mencapai efek warna-warni yang biasanya didapat dengan permata (Sachiko Uozumi, Marjorie Schick). Aneka ragam bentuk dan isi. Ada ketenangan dan keanggunan dalam lengkungan dan kehalusan bentuk sederhana (Joke van Ommen, Linda Threadgill). Ada geometri dan konstruksi "rekayasa" (David Tisdale, Gretchen Raber, David Laplants, Doug Samore). Ada citra biomorfik (Martha Glowacki, Stuard Golder, Charles Schwarz). Ada bentuk yang nyaris "tersiksa" dengan raut robekan dan barik (tekstur) tak beraturan (tekstur Loeber, Debra Rapoport). Ada pula cerita ketakutan: sosok orang dengan panik mengangkat telepon, "dipatungkan" pada peniti (Bruce Metcalf): sosok lelaki, perempuan, dan anak, dengan latar belakang ledakan nuklir, "dilukis" pada peniti (Vernon Reed). Dan ada bentuk yang riang bermain (Marjorie Schick, Leslie Leupp, Laurie Hall) atau bahkan lucu (Earl Krentzin). Masa pluralisme belum lewat dalam scnirupa Amerika. Juga dalam perhiasan. Pengutamaan ungkapan pribadi dan produksi tunggal menjadikan perhiasan bukan lagi semata-mata "titik singgung" antara pribadi pemakai dan pandangan masyarakat. Ia juga merupakan pertemuan antara pribadi pemakai dan pribadi pembuat. Memilih sebuah perhiasan berarti ikut serta dengan khayal dan gagasan si pencipta. Apakah ini tidak berarti bahwa perhiasan Amerika masa kini menuntut tipe kepribadian tertentu kepada para calon pemakai? Pameran keliling The American Craft Museum New York ini menyajikan 110 karya dari 57 seniman yang telah dipilih dari pameran Jewelry USA. Pameran di Amerika ini sendiri, dua tahun lalu, mempertontonkan hasil sayembara yang diadakan The Society of North American Goldsmiths dan The American Museum. Seorang anak muda Indonesia terselinap di antara peserta pameran. Itulah Ignatius Mulyadi Widiapradja, 29, yang setamat SMA (1979) meninggalkan Bandung untuk belajar di University of Texas (kini di Southern Illinois University). Sanento Yuliman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini