Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ISAK tangis pecah di ruang sidang Profesor Oemar Seno Adji, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu. Belasan perempuan, sebagian bercadar dan berpakaian serba hitam, menumpahkan kesedihan sesaat setelah vonis 15 tahun penjara dijatuhkan kepada Abu Bakar Baasyir. Para pendukung Amir Mujahidin Indonesia itu begitu terpukul mendengar putusan hakim. Di halaman pengadilan, pekik takbir dari ratusan pendukung Baasyir bersahut-sahutan. Allahu akbar, Allahu akbar.
Hari itu, kompleks Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dipenuhi pendukung Baasyir. Masa dari berbagai daerahterutama Jakarta dan Solomenjejali setiap sudut pengadilan. Seribu aparat kepolisian dan TNI diturunkan untuk mengamankan persidangan. Empat penembak jitu ditempatkan di sekitar pengadilan. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Sutarman bahkan turun langsung. Pengadilan juga memilih menunda sidang perkara lain sampai sidang tersebut kelar. Situasi kembali normal ketika para pendukung Baasyir meninggalkan pengadilan.
Dalam putusannya yang dibacakan selama empat jam, majelis yang dipimpin ketua pengadilan Herry Swantoro itu menilai Baasyir terbukti merencanakan dan menggerakkan pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Lima hakim yang mengadili perkara itu sepakat Baasyir dijerat dakwaan sekunder kesatu. Sedangkan dakwaan primer soal keterlibatannya dalam pengadaan senjata pelatihan dianggap tidak terbukti. Karena dakwaannya alternatif, tuduhan sekunder lain tidak perlu dibuktikan, kata Herry.
Hal yang memberatkan, menurut majelis, perbuatan Baasyir tidak mendukung program pemerintah memberantas terorisme. Selain itu, ia pernah dihukum. Pada 2002, misalnya, ia dihukum satu setengah tahun penjara karena pelanggaran dokumen keimigrasian. Pada 2006, pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, ini divonis dua setengah tahun penjara kasus Bom Bali. Belakangan, melalui putusan peninjauan kembali, ia divonis bebas. Sedangkan hal meringankan, Baasyir berperilaku sopan di persidangan dan usianya sudah lanjut, yaitu 72 tahun. Putusan itu disambut banding Baasyir. Di depan majelis, ia menolak putusan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Ini putusan zalim, katanya.
Kendati tidak sesuai dengan tuntutan, jaksa belum memutuskan banding atau tidak. Dalam tuntutannya, jaksa meminta Baasyir dihukum penjara seumur hidup. Dari fakta persidangan, jaksa beranggapan dakwaan primer terbukti. Baasyir diajukan ke pengadilan oleh jaksa dengan tujuh lapis dakwaan: satu dakwaan primer dan enam dakwaan sekunder. Selain dua yang sudah diuji hakim, dakwaan Baasyir, antara lain, menyangkut keterlibatannya dalam perampokan CIMB dan seruan jihad (idad) di Medan.
Tak hanya Baasyir, dalam perkara pelatihan militer itu, ada sejumlah pelaku yang sudah divonis. Ubaid alias Lutfi Haidaroh, misalnya. Pada 21 Februari lalu, pria yang pernah dihukum karena menyembunyikan gembong terorisme Noor Din M. Top itu divonis 10 tahun oleh majelis Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Ia bersalah karena menjadi penggalang dana pelatihan.
Pada Maret lalu, giliran donatur pelatihan, dr Syarif Usman dan Hariyadi Usman, yang divonis. Syarif divonis empat tahun lima bulan penjara oleh majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan Hariyadi divonis empat tahun enam bulan penjara oleh majelis Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Dari mulut orang-orang ini, ketika pemeriksaan di kepolisian, keterlibatan Baasyir terungkap. Pada medio Agustus 2010, ia ditangkap setelah mengisi pengajian di Jawa Barat. Di persidangan, keterangan itu kembali mereka ungkapkan. Keterangan mereka jadi fakta persidangan, kata Herry.
Ubaid, misalnya. Karena faktor keamanan, ia memberi kesaksian dalam sidang Baasyir melalui teleconference. Dari Rutan Mako Brimob Kepolisian, Depok, tempat ia ditahan, Ubaid menuturkan peran Baasyir. Kala itu ia menjadi tangan kanan Baasyir yang merupakan Amir Jamaah Ansharut Tauhid. Ubaid mengaku mempertemukan Baasyir dengan Dulmatin untuk membahas pelatihan di Aceh. Dulmatin sendiri tewas diterjang peluru Detasemen Khusus 88 Antiteror saat penggerebekan di Pamulang, Tangerang, Maret lalu.
Pada Maret 2009, Ubaid mengaku diberi dana Rp 5 juta oleh Baasyir untuk survei ke Aceh. Uang Rp 10 juta diberikan Baasyir melalui bendahara Jamaah Ansharut, Thoyib alias Joko Darsono. Setelah uang terkumpul, ia bersama Dulmatin dan Abu Tholut terbang ke Aceh untuk melakukan survei. Ubaid juga mengakui aliran dana Rp 120 juta dan US$ 5.000. Di antaranya berasal dari dr Syarif Usman. Sebagian dana dipakai untuk membeli senjata. Sebagai pertanggungjawaban dana, Ubaid merekam aktivitas pelatihan militer itu. Digelar pada medio Januari, pelatihan itu diikuti sekitar 30 orang.
Pada 12 Februari lalu, Ubaid melaporkan rekaman video itu ke Baasyir. Setelah itu, bersama Baasyir, ia menunjukkan video itu ke sejumlah donatur. Di persidangan terungkap, dana yang dikumpulkan Baasyir melalui sejumlah orang sekitar Rp 1 miliar. Di persidangan video pelatihan itu juga diputar. Kesaksian Ubaid ini belakangan dikuatkan sejumlah saksi lain dan temuan barang bukti (lihat Terkena Jerat Kedua).
Dengan amunisi itu, majelis hakim menyatakan Baasyir bersalah. Sedangkan Baasyir menilai persidangannya rekayasa dan merupakan pesanan pihak asing. Adapun Herry menjamin putusan dijatuhkan berdasarkan fakta persidangan dan keyakinan hakim. Tidak ada satu pun pihak yang mempengaruhi putusan, katanya.
Anton Aprianto
Terkena Jerat Kedua
Lepas dari dakwaan primer, Abu Bakar Baasyir terjerat dakwaan lapis kedua. Ia dinilai hakim terbukti merencanakan dan menggerakkan pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Kabupaten Aceh Besar, yang belakangan menimbulkan sejumlah aksi terorisme di Tanah Air.
Dakwaan
Primer:
Merencanakan dan menggerakkan pengadaan senjata dalam pelatihan militer di Aceh.
Sekunder:
Terdiri atas enam tuduhan, di antaranya merencanakan dan menggerakkan pelatihan militer, menggerakkan pengumpulan dana pelatihan, dan menggerakkan perampokan CIMB Niaga Medan.
Majelis Hakim
Ketua :
Herry Swantoro
Anggota :
Sudarwin, Ida Bagus Dwiyantara, Haji Aksir, Aminal Umal
Saksi
37 Saksi dari Jaksa
Pemimpin dan peserta pelatihan militer, donatur, pelaku perampokan CIMB Niaga Medan, serta pelaku terorisme di Medan dan Aceh.
5 Saksi Ahli dari Jaksa
Ahli balistik, ahli analisis pola komunikasi seluler, ahli agama, ahli psikologi, dan ahli pidana Khairul Huda
2 Saksi Ahli dari Baasyir
Ahli agama dan syariat idad (persiapan jihad).
Barang Bukti
Bukti Kesaksian
Ubaid alias Lutfi Haidaroh
Peran: Penggalang dana pelatihan, anggota tim survei, juru rekam pelatihan
Saya yang melakukan survei. Dananya dari Ustad Abu (Baasyir).
Imron Baihaqi alias Abu Tholut
Peran: Penggalang dana pelatihan, anggota tim survei, ditunjuk Baasyir memimpin pelatihan
Saya laporkan, kami tak mendapat lokasi di Aceh. Beliau (Baasyir) hanya mengangguk.
Abdul Haris
Peran: Ketua Jamaah Ansharut Tauhid Jakarta, pengumpul dana
Pemutaran video pelatihan kepada para donatur sebagai bentuk pertanggungjawaban, yang juga disaksikan Ustad Abu (Baasyir).
Dr Syarief Usman
peran: Donatur pelatihan
Terdakwa (Baasyir) meminta dana. Katanya, Kami punya program jihad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo