ROTI DAN ANGGUR (Oleh: Ignazio Silone Penerbit: Pustaka Utama Grafiti, 1987, 71 halaman SEJARAH Italia pernah disinggahi fasisme. Tokohnya Mussolini. Paham ini mengguncang sendi-sendi masyarakat. Mereka menjadi korup, bejat, dan kejam. Inilah yang menjadi latar belakang novel Roti dan Anggur karya Ignazio Silone. Pietro Spina -- tokoh utama novel ini berpaling dari gereja dan bergabung dengan kelompok sosialis, bukanlah karena ia tak nmeyakini dogma Kristiani atau faedah sakramen Sebat-nya, hal yang lebih prinsipiil. Di matanya, gereja telah terperosok dan menyatu dengan masyarakat yang korup, bejat, dan kejam itu. Nasibnya pun kemudian dapat diduga. Ia dituduh ateis, perang melawan Allah, dan pengkhianat karena menentang penguasa. Awal 1927 ia ditahan dan dibuang ke Pulau Lipari. Setelah setahun mendekam ia melarikan diri ke Prancis dan meminta suaka di sana. Harapan di negeri ini tidak lebih cerah. Tak lama di sana ia dibuang lagi. Ia terdampar di Swiss. Dari sana ia terbuang lagi ke Luksemburg. Di sini pun tak lama, karena akhirnya ia harus keluar dan pergi ke Belgia. Selama dalam pengasingan ia sering kelaparan. Dan karena kondisi kesehatannya tidak terjaga paru-parunya dirongrong penyakit. Pietro, yang tidak dapat berkompromi dengan keadaan di negerinya dan tidak betah terus dalam pengasingan, akhirnya secara diam-diam kembali ke Italia. Sebagai seorang "revolusioner" ia merasa perjuangan akan lebih berhasil kalau dilakukan di dalam negeri sendiri. Kepulangannya ternyata tercium polisi Italia, dan mereka memasang jaringan di mana-mana untuk menjebak Pietro Spina. Penyamaran adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dan melanjutkan perjuangan. Pietro terpaksa "menjelma" menjadi Don Paolo, pastor keuskupan Frascati. Langkah pertama yang harus djalakannya adalah menyembuhkan kesehatannya. Ia membutuhkan udara pegunungan yang segar. Don Paolo akhirnya harus tinggal di Desa Pietrasecca wilayah keuskupan Marsi. Di sanalah berbagai hal terjadi. Ia menjadi tokoh yang sangat terhormat, dipuja, dan dikasihi. Secara diam-diam seorang gadis, Cristina Colamartini, jatuh hati kepadanya. Kasih itu berbalas, karena Don Paolo juga mencintai gadis itu. Fasis yang berkuasa merasa telah melaksanakan revolusi dan tujuan revolusi telah tercapai. Masyarakat telah diselamatkan dari bahaya komunis dan tujuan rohani telah berada dalam genggaman. Sebagian masyarakat terbius dengan propaganda kaum fasis dan turut menyukseskan perjuangan mereka. Dukungan datang beruntun terhadap pengumuman perang yang akan dilakukan di Afrika. Tetapi sebanyak itu yang mendukung, sebanyak itu pula yang merasa tertindas dan ingin melancarkan revolusi kedua, merenggut kebebasan. Revolusi itu belum tercetus ketika Pietro Spina alias Don Paolo terpaksa meninggalkan Pietrasecca karena penyamarannya telah tercium polisi. Ia lari menuju gunung, tanpa makanan, tanpa pakaian panas, dan hanya berbekal tekad memperjuangkan kebebasan. Cristina mengejarnya, membawakan pakaian panas yang sangat dibutuhkan lelaki yang kesehatannya keropos itu. Ia berteriak memanggil nama Pietro. Teriakan itu mendapat sahutan ... serigala. Dalam dekapan salju Cristina tersungkur. Ia tidak berdaya. Dan sejumlah serigala telah siap mengoyak-ngoyak tubuhnya. Novel yang indah ini berakhir di sini. Roti dan Anggur ditulis dengan kecermatan dan kedalaman penulis kelas satu. Ketidakaadilan diungkapkan dengan amarah, tapi tetap terkendali. Dan dengan cara sangat dewasa. Novel tebal ini memberi lebih banyak daripada yang diungkapkannya. Melalui buku ini Ignazio Silone sebenarnya menampilkan bagian-bagian tertentu dari hidupnya. Ignazio keluar dari pendidikan Yesuit dan pernah menjadi anggota partai komunis. Pietro Spina memusuhi gereja dan menjadi sosialis. Baik Ignazio Silone maupun Pietro Spina adalah orang-orang yang akhirnya meninggalkan partai komunis karena sikap mereka yang kritis. Buat Pietro Spina -- tentu juga bagi Ignazio Silone -- Marxisme adalah "peraturan komunitas". Sedangkan komunitas itu sendiri akhirnya berfungsi sebagai sinagog suci. Mereka pun terpukul oleh kekecewaan. Ignazio Silone mewakilkan perasaannya kepada Pietro Spina yang suatu ketika mengadili dirinya sendiri dengan berbagai pertanyaan mendasar: Bukankah bagiku kebenaran itu kebenaran partai? Keadilan keadilan partai? Bukankah organisasi ini berhasil memadamkan nilai-nilai moral dalam jiwaku, sambil mencemoohkannya sebagai prasangka-prasangka borjuis kecil, dan bukankah organisasi itu sendiri menjadi nilai tertinggi? Menurut pengakuannya, buku Roti dan Anggur ini telah mengalami perbaikan. Struktur, gagasan di baliknya, peran tokoh-tokohnya dan gaya ceritanya tidak berubah. Yang digusur hanyalah hal-hal sampingan. Dapat dibayangkan bagaimana novel ini sebelum mendapat perbaikan. Sekarang saja jumlah nama yang tercantum di dalamnya lebih dari tujuh puluh lima. Dan peristiwa-peristiwa kecil yang bersesakan sangat banyak, dan membuat alur cerita bagai tersendat. Novel berharga ini diterjemahkan dengan baik oleh Marianne Katoppo dan S. Maimun, walaupun pada kalimat tertentu bahasa terjemahan itu sangat terasa. Kekayaan novel ini dan keharuan yang ditimbulkannya terangkat dengan baik melalui terjemahan kedua penerjemah ini. Sori Siregar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini