Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Upaya penyelundupan Benih Bening Lobster (BBL) berhasil digagalkan TNI AL, melalui Tim Second Fleet Quick Response (SFQR) Lanal Yogyakarta dari Koarmada II. Para pelaku ditangkap di Desa Karangweni, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, pada Kamis, 13 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaku berhasil diringkus saat akan membawa benih bening lobster sebanyak 5.605 ekor untuk dijual. Semua benih tersebut kemudian dijadikan sebagai barang bukti dan dibawa ke Mako Lanal Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejadian berawal dari kecurigaan prajurit posal Karangwuni terhadap sejumlah perahu nelayan di Pantai Karangwuni. Perahu-perahu tersebut terlihat mencurigakan, apalagi ketika terlihat beberapa orang menurunkan hasil tangkapan dan membawanya ke tempat sebuah rumah milik HS alias Napi yang juga menjadi tempat penampungan. Atas dasar itu, Tim SFQR Lanal Yogyakarta melaporkan kejadian tersebut kepada Komandan Lanal Yogyakarta.
Mendapat laporan tentang beberapa nelayan yang mencurigakan Komandan Lanal Yogyakarta memerintah untuk melakukan pemeriksaan. Perintah tersebut dilanjutkan oleh Tim SFQR yang berkoordinasi dengan DKP Provinsi DI Yogyakarta dan DKP Kabupaten Kulon Progo untuk melakukan pemeriksaan di lokasi penampungan. Yang kemudian ditemukan benih bening lobster itu.
Barang bukti berupa BBL diserahkan oleh Lanal Yogyakarta kepada DKP Provinsi DI Yogyakarta guna dilepas liarkan di Pantai Baru, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Perbedaan Benih Bening Lobster dengan Benih Lainnya
Banyak yang tidak mengetahui jika benih bening lobster merupakan komoditas yang sudah dilarang untuk diekspor. Seperti yang dikutip dari laman Dinas Kelautan dan Perikanan Yogyakarta, benih bening lobster atau puerulus adalah benih lobster yang belum memiliki pigmen. Puerulus sendiri mengambil peran penting dalam pembudidayaan lobster di wilayah Indonesia.
Mengutip dari Majalah Tempo, istilah benih bening lobster merupakan hal baru. Sebelumnya orang menamai benih bening dengan sebutan benur yang berasal dari kata benih urang atau udang. Bedanya kata bening disini memperlihatkan adanya ciri fisik yang berbeda daripada benih lain karena badannya cenderung transparan.
Bedanya dengan benih lobster lain, jenis benih bening dijual dengan nilai yang lebih mahal. Benih lobster yang belum berpigmen tadi memiliki harga tinggi di pasaran. Sedangkan benih lobster yang tidak bening (sudah berpigmen) sering disebut baby lobster memiliki nilai ekonomi yang tinggi, namun tidak setinggi benih bening. BBL di pasar dihargai Rp5.000—Rp10 ribu per ekor, bahkan harga ini terlalu murah jika dibandingkan di Vietnam yang mencapai 5—10 dolar AS per ekornya.
Penangkapan BBL sendiri sebenarnya sudah diatur oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI lewat Permen KP Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Benih lobster boleh ditangkap asalkan dengan sejumlah ketentuan, yaitu dengan tujuan budidaya. Aturan penangkapan lebih rinci memuat juga kuota dan lokasi mana saja yang diperbolehkan untuk menangkap BBL sesuai dengan ketentuan dari Menteri Kelautan dan Perikanan berdasarkan masukan atau rekomendasi dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan.
Pihak yang diperbolehkan menangkap hanya nelayan kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan Benih Bening Lobster (BBL) yang telah ditetapkan. Nelayan Kecil yang belum terdaftar dalam Lembaga Online Single Submission (OSS) dapat melakukan penangkapan sepanjang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perlindungan terhadap benih-benih lobster ini dilakukan agar potensi komoditas lobster di Indonesia tidak hilang begitu saja. Penjualan benih ilegal telah merugikan negara karena selain tidak sesuai dengan ketentuan, benih lobster seringkali dijual dengan harga yang terlalu murah.
SAVINA RIZKY HAMIDA | ANGELINA TIARA PUSPITALOVA