Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tiga berita terpopuler kanal hukum pada Kamis pagi dimulai dari bukti perundungan mahasiswa PPDS Universitas Diponegoro (Undip) Dokter Aulia Risma yang diserahkan Kemenkes ke Polda Jateng. Ada berbagai bentuk bukti perundungan dokter Aulia, termasuk rekaman wawancara hingga bukti transfer rekening.
Berita terpopuler berikutnya adalah komentar pengacara Budi Said, Hotman Paris Hutapea atas dakwaan jaksa penuntut umum terhadap kliennya. Budi Said adalah pengusaha berjuluk crazy rich Surabaya, yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi jual beli emas di PT Antam Tbk.
Berita terpopuler ketiga adalah Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menyebut Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono, dalam ancaman publik. Sebab, nama anak dan menantu Presiden Jokowi itu sudah menjadi trending dengan munculnya poster bergambar Kaesang dan Erina yang bertuliskan "missing person".
Berikut tiga berita terpopuler kanal hukum pada Kamis, 5 September 2024:
1. Ini Bukti Perundungan Mahasiswa PPDS Undip Dokter Aulia Risma yang Diserahkan Kemenkes ke Polda Jateng
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyerahkan bukti-bukti kasus perundungan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) dokter Aulia Risma kepada Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami masih menunggu dari kepolisian karena bukti yang kami berikan," ujar Kepala Biro Komunikasi Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi melalui WhatsApp, Selasa, 3 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukti perundungan tersebut, kata Nadia, termasuk rekaman wawancara, transfer rekening, dan rekaman pembicaraan almarhumah. Langkah ini dilakukan setelah laporan dari keluarga dokter Aulia Risma, yang menjadi korban dugaan perundungan hingga berujung kematiannya.
Kematian dokter Aulia Risma, mahasiswa PPDS Undip, menjadi sorotan setelah ditemukan ada dugaan perundungan hingga pemerasan yang dialaminya. Aulia diduga mengalami tekanan psikologis yang cukup berat selama menjalani pendidikan spesialis di kampus tersebut, yang diduga berkontribusi pada kematiannya.
Kemenkes berharap agar dengan adanya bukti-bukti yang telah diserahkan, penyelidikan dapat segera menemukan titik terang dan memberikan keadilan bagi keluarga korban. Kemenkes juga mengungkap adanya pemerasan Rp 20 juta hingga Rp 40 juta per bulan yang harus diserahkan Aulia Risma sebagai bendahara mahasiswa PPDS untuk membiayai kegiatan mahasiswa senior.
Hingga kini Polda Jawa Tengah masih menganalisis hasil investigasi Kementerian Kesehatan dalam kasus kematian mahasiswa PPDS anestesi Undip di Rumah Sakit Umum Pemerintah atau RSUP Kariadi Semarang, yang diduga akibat perundungan. Korban, dokter Aulia Risma Lestari, ditemukan meninggal di kamar kosnya pada 13 Agustus 2024.
"Semua data yang kami terima dari tim investigasi Kemenkes akan kami dalami dan analisis dahulu guna bahan penyelidikan," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Artanto, pada Selasa, 3 September 2024.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Kedokteran Undip Yan Wisnu Prajoko menyebut institusinya terbuka bagi siapa saja untuk melakukan investigasi dugaan perundungan di lembaganya. "Undip berkomitmen membuka investigasi seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, seluruhnya," ujarnya.
Yan juga meminta pihak yang terlibat dalam dugaan pemalakan seperti dalam rilis hasil investigasi sementara Kemenkes agar dibuka. "Dibuka saja siapa yag dipalak, siapa yang memalak, berapa besarannya, alirannya ke mana," kata dia.
Kini, aktivitas klinis PPDS Undip di RSUP dr Kariadi diberhentikan sementara selama investigasi meninggalnya Aulia. Pemberhentian tersebut dilayangkan RS Kariadi melalui surat tertanggal 28 Agustus 2024. Namun, dia enggan memberikan tanggapan terkait pemberhentian sementara itu. "Surat tersebut masih kami bahas dan pelajari dulu," ucap Yan.
Selanjutnya Hotman Paris menanggapi dakwaan terhadap Budi Said di sidang korupsi emas Antam...
2. Sidang Kasus Korupsi Emas Antam, Hotman Paris: Hati Saya Menangis
Pengacara Budi Said, Hotman Paris Hutapea, mengomentari dakwaan jaksa penuntut umum terhadap kliennya. Budi Said adalah pengusaha berjuluk crazy rich Surabaya, yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi jual beli emas di PT Antam Tbk.
"Hati saya menangis sekali, karena jaksa itu satu kesatuan," kata Hotman dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Selasa, 3 September 2024.
Ia menuturkan dakwaan jaksa di perkara sebelumnya menyatakan korbannya adalah Budi Said, dan pelaku kriminalnya adalah Endang Kumoro selaku Kepala Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01. Namun sekarang berbalik, ujarnya, Budi Said disebut sebagai kriminal. "Jadi, dua dakwaan yang bertolak belakang," ucap Hotman Paris.
Hakim ketua, Toni Irfan, lantas merespons pernyataan Hotman. Ia menuturkan jaksa penuntut umum berwenang atas dugaan terhadap suatu perbuatan. Sedangkan penasihat hukum berwenang membela terdakwa. "Kita tidak bisa saling menjatuhkan instansi yang lain," kata Toni Irfan. "Tapi kita di persidangan ini untuk mencari suatu kebenaran."
Sebelumnya, jaksa mendakwa Budi Said bersama-sama dengan Eksi Anggrani (broker) menerima 100 kilogram emas Antam dari Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto pada BELM Surabaya 01 melalui pengiriman dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulo Gadung PT Antam Tbk.
Menurut jaksa, Budi Said telah mengetahui penerimaan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi jumlah dan berat emas dari yang seharusnya, yaitu 41,865 kilogram emas Antam dengan jumlah pembayaran transaksi pembelian emas Antam oleh terdakwa sebesar Rp 25.251.979.000 sesuai faktur dan penetapan harga resmi. Sehingga Budi Said mendapatkan selisih lebih emas Antam seberat 58,135 kilogram yang tidak ada pembayarannya.
Atas perbuatannya, JPU mendakwa Budi Said dengan pidana sesuai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Budi Said juga terancam pidana sesuai Pasal 3 atau Pasal 4 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selanjutnya TPDI sebut Kaesang dan Erina dalam ancaman publik...
3. TPDI Sebut Kaesang dan Erina dalam Ancaman Publik, Muncul Poster Missing Person
Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menyebut Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono dalam ancaman publik. Sebab, nama anak dan menantu Presiden Jokowi itu sudah menjadi trending dengan munculnya poster bergambar Kaesang dan Erina yang bertuliskan "missing person".
Menurut Petrus Selestinus selaku Koordinator TPDI dan Pergerakan Advokat Nusantara, poster bergambar Kaesang dan Erina disertai dengan identitas lengkap, serta narasi sindiran. "Termasuk mempertanyakan keberadaan terkini Kaesang dan Erina setelah ramai disorot publik dalam dugaan gratifikasi penggunaan Private Jet Gulfstream G650ER," kata Petrus dalam keterangan resmi, Rabu, 4 September 2024.
Dia menyebut, meski KPK telah menyiapkan surat panggilan klarifikasi untuk Kaesang, pada kenyataannya hingga hari ini, surat panggilan kepada Kaesang dan Erina belum dikirim. "Ke alamat mana surat panggilan KPK dikirim dan untuk pemeriksaan klarifikasi tanggal berapa," ujarnya.
Petrus menyebut jadwal pemeriksaan terhadap Kaesang dan Erina, wajib diumumkan kepada publik. Sebab, publik telah berperan sangat besar dalam pengungkapan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) Kaesang Pangarep dan Erina dalam penggunaan jet pribadi tersebut.
Dia menuturkan jadwal pemeriksaan terhadap Kaesang dan Erina wajib diumumkan kepada publik karena sejalan dengan asas-asas pelaksanaan tugas KPK, yakni kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
Tidak cukup sampai di sana, Petrus berujar KPK tidak boleh membuka wacana perdebatan tentang status Kaesang Pangarep bukanlah penyelenggara negara sehingga KPK tidak memiliki wewenang untuk memanggil dan memeriksa dugaan gratifikasi atau KKN yang dialamatkan kepada Kaesang dan Erina Gudono.
Dia menilai KPK terlihat goyah iman indepensensi dan goyah iman sebagai lembaga superbody ketika menghadapi dugaan KKN di lingkaran pusat kekuasaan politik demi kepentingan dinasti politik Jokowi.
Sebelum melakukan klarifikasi kepada Kaesang dan Erina, kata dia, KPK seharusnya terlebih dahulu memeriksa Gibran Rakabuming, Bonyamin Saiman, dan PT. Shopee Internasional Indonesia ihwal jet pribadi Gulfstream G650ER.
Dia menuturkan membuka wacana Kaesang Pangarep kebal dari proses hukum karena anak bungsu Jokowi bukan penyelenggara negara seolah-olah menempatkan KPK dalam kedudukan sebagai "Pokrol Bambu" bagi Kaesang. Padahal KPK, DPR, dan Pemerintah tahu betul bahwa dalam tindak pidana korupsi, nepotisme, dan kolusi sebagaimana digariskan di dalam TAP MPR No.XI/MPR/ 1998 dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Dalam aturan di atas, Petrus melanjutkan, tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan penyelenggara negara dan/atau antar- penyelenggara negara, melainkan juga dilakukan oleh Penyelenggara negara dengan pihak lain, seperti keluarga, kroni dan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara.
Koordinator TPDI itu mengatakan, dalam keluarga Kaesang Pangarep terdapat dua orang menjadi Penyelenggara Negara, yaitu Presiden Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka selaku Wali Kota Solo periode 2021-2024.
Dengan demikian, tidak terdapat alasan hukum apapun bagi KPK, Pimpinan Partai PSI dan bahkan Anggota DPR untuk menolak KPK panggil Kaesang Pangarep dengan alasan anak bungsu Jokowi itu bukan penyelenggara negara.
Pilihan Editor: Misa Akbar Bersama Paus Fransiskus di Stadion Utama Kamis Sore, Kapolri Minta Masyarakat Hindari Seputaran GBK