Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pesan yang diterima polisi dari seorang informan itu pendek saja: bakal ada transaksi 7,4 kilogram emas di Wisma Indonesia, Cilincing, Jakarta Utara. Jual-beli emas yang berlangsung di sebuah penginapan, pada malam hari, jelas mencurigakan. ”Ini di luar kewajaran,” kata Komisaris Polisi Andry Wibowo, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Jakarta Utara.
Andry langsung mengirim lima anak buahnya untuk mengintai lokasi. Mereka berangkat sebelum salat Jumat, dua pekan lalu. Dari penginapan, diperoleh keterangan tambahan: ada tiga orang yang berusaha menjual emas. Salah seorang bersenjata api dan sikapnya mencurigakan.
Para reserse di lapangan mengontak markas, meminta tenaga tambahan. Sorenya, Andry mengirim 18 polisi lagi ke penginapan itu. ”Kami langsung memberi tahu pengurus wisma, bakal ada penangkapan,” katanya. Begitu si pembeli tiba, 23 polisi itu langsung mengepung empat orang yang sedang bertransaksi.
Sempat pecah perlawanan. Ada yang mencoba melawan polisi dengan tangan kosong. Salah seorang berusaha mencabut pistol, namun petugas lebih sigap. Kaki si pemilik pistol lebih dahulu diterjang timah panas polisi. Akhirnya, empat orang itu menyerah. Mereka dibawa ke kantor polisi sekitar pukul tujuh malam.
Malam itu juga polisi menginterogasi mereka. Seorang mengakui sebagai pembeli. Tiga lainnya mengaku telah merampok Bank BNI kantor pelayanan Plumpang, Jakarta Utara, pada 26 Desember 2005. Dari bank pelat merah itu mereka menggondol uang tunai Rp 128.271.100. Kemudian, 19 Januari lalu, mereka merampok Kantor Pegadaian Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Dalam kejadian itu mereka menggondol sejumlah perhiasan emas dan uang senilai Rp 1 miliar.
Selain menyita emas, polisi juga merampas sepucuk pistol jenis FN milik Syamsir Effendi, pentolan kawanan perampok. Pada malam penggerebekan, ia membawa dua anak buahnya: Gionni Rangga Sumlang dan Zainuddin. Adapun pembeli diketahui bernama Cakra, yang kini juga ditahan.
Dari para perampok yang tertangkap, polisi memperoleh informasi lokasi persembunyian kawanan yang lain. Mereka ternyata tinggal di Hotel Surya, Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat. Malam itu juga satu regu polisi menggerebek kamar 212 dan 213 di lantai dua Hotel Surya.
Di tempat itu polisi mencokok tiga orang lagi: Yoni Lumangkun, Arifin Ahmad, dan Soleh. Petugas juga menyita dua senjata api dan dua mobil Toyota Kijang. ”Mereka perampok kambuhan,” kata Andry. Kini polisi mengejar empat tersangka lain yang buron.
Yoni Lumangkun bukan pemain baru di dunia hitam. Pada 2004, akhirnya ia meringkuk di balik terali besi karena mencuri. Di dalam penjara, ia berkenalan dengan Syamsir. Mereka sama-sama keluar dari penjara pada 2005, kemudian bergabung dalam satu geng dengan rekan-rekan Syamsir yang berjumlah sepuluh orang.
Dalam beraksi, peralatan merampok mereka cukup beragam. Yasin, salah seorang anak buah Syamsir, yang bertugas menyiapkannya. Dia pintar membuat peralatan merampok seperti kunci, pisau, gunting, tang, atau alat lainnya. Adapun Syamsir menyediakan pistol. Polisi memperoleh informasi, dia mendapatkan senjata api dengan cara membarternya dengan ganja di Pelabuhan Tanjung Priok.
Setelah persiapan beres, mereka menyewa mobil untuk berkeliling mencari sasaran dan mengangkut hasil jarahan. Kawanan ini ternyata merampok secara acak, tanpa sasaran tertentu. ”Kami hanya spontan,” ujar Arifin, salah seorang anggota kelompok Syamsir. Mereka cuma memilih beraksi pada dini hari. ”Ketika orang masih tidur,” kata ayah lima anak ini.
Ketika larut malam melewati Bank BNI, kebetulan mereka melihat suasana sepi. ”Kami lihat tak ada yang jaga,” katanya. Mereka pun memutuskan beraksi. ”Saya bertugas mengawasi jangan sampai ada orang yang tahu,” kata Yoni.
Setelah beberapa temannya masuk ke bank, giliran Arifin yang beraksi. ”Saya mengangkat brankas,” katanya. Selanjutnya mereka kabur. Dari aksi di Bank BNI, Arifin mengaku memperoleh bagian Rp 10 juta, begitu pula Yoni. Pola serupa dilakukan di kantor pegadaian.
Hanya sebentar mereka menikmati hasil rampokan. Polisi kini mengancam kawanan perampok itu dengan hukuman pidana pasal 365 tentang pencurian dengan kekerasan. Mereka bisa mendekam lima tahun di balik terali besi.
Nurlis E. Meuko, Maria Ulfa, Mawar Kusuma
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo