Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tragedi enam nyawa di jatiwarna

Pembunuhan sekeluarga terjadi di pondok gede. pelakunya dikenal keluarga korban. jika tertangkap, mungkinkah gendut mengalami nasib serupa suryadi di palembang?

15 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG tetangga masih melihat Rodiah Magdalena sekitar pukul satu siang, Rabu pekan lalu. Ibu tujuh anak itu adalah istri Herbin Hutagalung. Ia menuju rumahnya di Kampung Sawah, Desa Jatiwarna, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Rumah itu berdinding putih di atas tanah 400 meter persegi. Tak lama setelah itu, tetangga terdekat -- rumahnya sekitar 25 meter dari rumah Herbin -- mendengar teriakan nyonya rumah, "Babi, anjing." Sekitar pukul dua siang, tetangga yang lain melihat seorang lelaki bertubuh gemuk berkulit hitam keluar dari rumah Herbin. Katanya, lelaki itu bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek. "Setahu saya, dia biasanya bekerja di rumah Pak Herbin," kata janda berusia 35 tahun yang tak ingin disebut namanya itu. Pukul 14.30, Herbin kembali ke rumahnya. Lelaki kurus yang rambutnya memutih ini pulang dari kantornya di Bendungan Hilir dengan motornya. Rencananya, ia, istri, dan bibinya, Nyonya Sinur, akan ke rumah saudaranya. Tumben, rumahnya sepi. Ia membunyikan klakson beberapa kali, tapi tak ada jawaban. Sambil menunggu, Herbin, pria kelahiran Tarutung, Sumatera Utara, sempat memetik buah sirsak di halaman rumahnya. Karena tak satu pun penghuni menyambutnya, Herbin melongok melalui jendela dapur. "Saya kaget melihat ada tubuh tergeletak ditutupi gorden. Cuma kakinya yang kelihatan," katanya. Ia lari mencari tetangga dan bertemu dengan Marjani. Kepadanya Herbin berkata, "Tolong lihat rumah saya." Herbin meminta bantuan ke polisi. Sekitar pukul setengah empat sore, polisi di Pondok Gede memasuki rumah Herbin bersama tuan rumah. Tampaklah pemandangan yang mengerikan. Di bagian dapur, sebelah kanan rumah, Rodiah terkapar. Tubuhnya berselimut gorden. Di luar pintu dapur, di halaman belakang, tertelungkup Nyonya Sinur dan Herlina, putri Herbin nomor tiga. Tubuh mereka juga ditutupi kain tirai merah. Di dekat kepala Sinur, ada batu besar berlumur darah. Dengan perasaan tak keruan, Herbin masuk ke kamar tidur anaknya yang bersebelahan dengan dapur. Putra Herbin nomor empat, Frenco, tergeletak di kasur kamarnya dengan kepala tergenang darah. Di dekat meja belajar dalam kamar itu, anak bungsu Herbin, Indo, bocah tiga tahun, tertelungkup. "Waktu saya gendong, ia masih bernapas dan mengerang," kata Herbin. Indo segera dilarikan dengan sepeda motor ke rumah sakit. Namun, anak yang kepalanya penuh darah dan kakinya ada bekas-bekas luka itu meninggal dalam perjalanan. Ade, 5 tahun, putri keenam Herbin, tergeletak di kursi tamu dalam keadaan sekarat. Bocah yang masih di taman kanak-kanak itu kini dirawat intensif di RS UKI, Cawang, Jakarta Timur. Di mana Freddy? Anak kelas lima SD itu ditemukan sekitar pukul 10 malam di langit-langit rumah. Anak yang hanya bercelana pendek abu-abu berkembang itu tergolek dengan aliran darah di dekat kepalanya. Ada bekas cekikan di lehernya. Kata Herbin, anak kelimanya ini suka bermain di langit-langit rumah mencari telur ayam karena ada unggas yang suka mengeram di atas ruang tengah itu. Hari itu, Herbin menerima kenyataan bahwa istrinya, empat anaknya, dan tantenya meninggal dunia, sedangkan seorang putrinya sekarat di rumah sakit. Dua anak Herbin yang lain, si sulung Frans dan Franky, anak nomor dua, lolos dari maut. Siswa SMA dan SMP itu sekolah sore. "Kasihan adik-adik. Kenapa akhir hidup mereka menyedihkan?" kata Franky. Dari rumah duka, polisi mengumpulkan barang bukti martil, beberapa potong balok kayu, dan batu besar, yang diduga dipergunakan tersangka untuk membantai para korban. Polisi sudah mengetahui pelakunya dari keterangan para saksi. Tersangka adalah Parto alias Gendut, tukang kayu dan bekas kernet yang sejak Oktober lalu diupah untuk merapikan rumah Herbin. Mungkin karena itu juga dua anjing milik Herbin tak menggonggong. Diduga, motif tindak kekerasan itu adalah perampokan. Bersamaan dengan pembantaian itu, dua gelang, dua kalung, dan uang Rp 1,2 juta raib. Namun, menurut Kapolres Bekasi Letnan Kolonel Basyir A. Barmawi, pembunuhan itu diduga dilakukan tanpa direncanakan. "Bisa saja karena letupan emosi, sebab ada yang mendengar korban memaki," katanya. Tapi boleh jadi pembantaian itu dilakukan untuk menghilangkan jejak. Sebab, kalau benar Gendut pelakunya, ia dikenal baik oleh para korban. Pada hari itu juga polisi mendatangi pondok tersangka, rumah petak berdinding tripleks dan gedek -- sekitar 3 km dari rumah Herbin, di Kampung Bojongtua, Jatimakmur. Di rumah yang dihuni Gendut, istri, dan seorang anaknya empat bulan belakangan ini tersebut, polisi menemukan beberapa barang bukti. "Ada celana yang masih ada sisa darahnya," kata Basyir kepada Ricardo Indra dari TEMPO. Yang lebih meyakinkan, Rusti, istri Gendut, mengenakan gelang 30 gram -- dikenali anak Herbin sebagai milik ibunya. Si tersangka sudah raib. Menurut Rusti, yang sedang sakit, Gendut menuju kampungnya. Sebelum pergi, Gendut -- tamatan SMP -- menyerahkan uang Rp 230 ribu kepada Rusti dengan pesan, "Kalau saya tidak kembali, kamu susul saya." Berapa orang yang terlibat dalam kasus ini, belum dipastikan. "Kecil kemungkinannya perbuatan itu dilakukan hanya oleh satu pelaku," kata Basyir. Apalagi, ada saksi di Jatiwarna yang melihat seorang lain bercelana panjang bersama Gendut ketika keluar dari rumah itu. Menurut Herbin, Gendut, yang berperawakan pendek, gempal, hitam, dan berkumis, masih sering datang ke rumahnya kendati pertengahan bulan lalu ia tak melanjutkan membangun rumahnya. "Ia datang untuk pinjam uang," katanya. Terakhir, Gendut datang pada 19 Desember lalu. Ia memaksa istri Herbin membeli seprai yang dibawanya. Katanya, anaknya sakit. Herbin memberinya uang Rp 50 ribu ditambah uang saku. Sebelumnya, pinjaman Gendut Rp 15 ribu belum dikembalikan. Tersangka mengetahui bahwa istri Herbin adalah bendahara kelompok arisan di lingkungannya. "Istri saya sering didatangi peserta arisan. Jadi, ia pasti tahu bahwa tiap Sabtu istri saya menerima uang arisan," kata Herbin kepada Rihad Wiranto dari TEMPO. Rodiah dikenal juga suka meminjamkan uang dengan bunga tinggi, terutama oleh pedagang di pasar Jatiwarna. Kini, Parto alias Gendut sedang diburu polisi. Jika tertangkap, ia mungkin mengalami nasib serupa Suryadi, pelaku pembunuhan satu keluarga Thomas Soeripto, karyawan PT Pupuk Sriwijaya. Peristiwa itu menggemparkan Palembang April 1991. Oleh Pengadilan Negeri Palembang, setahun kemudian, Suryadi, bekas anak kos di rumah Thomas Soeripto itu, dijatuhi hukuman mati.Bunga Surawijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus