Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tuduhan untuk pontang murad

Bastaman, Pontang Murad, anggota DPRD dan dosen Unpad, 43, yang dituduh membunuh istrinya, Betty Kusti Ati, 37, di Cigadung, Bandung, divonis hukuman penjara. Ia naik banding.(hk)

9 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGGOTA DPRD Jawa Barat, Pontang Murad Bastaman, 43, Kamis pekan lalu dihukum 4 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Negeri Bandung. Menurut majelis hakim yang diketuai Bunyamin Mangkoedilaga, wakil rakyat itu terbukti telah membunuh istrinya sendiri, Betty Kustiati, 37. Walau terbukti bersalah, Pontang yang tidak ditahan, tidak pula diputuskan Hakim segera masuk tahanan. Karena itu, Pontang masih berstatus sebagai anggota Fraksi Karya di DPRD dan sebagai dosen hukum pidana di Universitas Padjadjaran. Februari dua tahun lalu, Betty menemui ajal di rumahnya kompleks perumahan dosen Unpad, Cigadung, Bandung. Pontang yang ada di rumah itu, ketika istrinya meninggal, mengaku bahwa Almarhumah gantung diri. Tapi keluarga Betty tidak percaya, dan menduga, Pontanglah yang membunuh istrinya. Sebab, seperti dituturkan adik korban, Nyonya Nina, di persidangan, kakaknya sering mengeluh dianiaya Pontang. Pernah, kata Nina, Pontang menyulut dada kakaknya dengan api rokok. Pokok pangkal pertengkaran suami istri itu, tutur Nina, karena Pontang mempunyai pacar baru, seorang janda penjaja buku, Nyonya Nita Gurmawatl. Namun, perkara itu sempat terkatung-katung di Polres Bandung. Selama enam bulan di tangan Polres, perkara itu tidak kunjung diberkaskan. Barulah setelah PoldaJawa Barat turun tangan, kasus itu bisa dilimpahkan ke kejaksaan. September tahun lalu, Pontang mulai diadili. Jaksa K. Budiono, yang membawa anggota DPRD itu ke sidang, menuduh Pontang yang menyebabkan kematian istrinya. "Pembunuhan itu terjadi karena terdakwa jengkel akibat hubungan cintanya dengan wanita lain diketahui korban," tuduh Budiono. Pembunuhan itu, tuduh Jaksa, didahului pertengkaran antara Pontang dan Betty di kamar tidur mereka. Pada waktu itu Pontang, menurut Budiono, memukul dan menendang kepala korban hingga memar. Puncak keributan itu diakhiri Pontang dengan mencekik leher korban hingga meninggal. Pontang tetap membantah semua tuduhan itu, kecuali tentang hubungannya dengan Nita. Sulitnya, Nita tidak bisa dihadirkan ke sidang karena wanita itu telah dipindahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja ke Palembang. Lebih repot lagi, ternyata tidak satu pun saksi yang melihat langsung Pontang membunuh istrinya. Satu-satunya saksi penting yang ada di rumah tempat terjadinya peristiwa itu, pembantu rumah tangga, Sri Rahayu, kini tidak diketahui lagi alamatnya. Pembantu itu sempat memberikan keterangan ke polisi bahwa sebelum meninggal, majikannya, Nyonya Betty, sempat keluar kamar dengan linangan air mata setelah ribut-ribut dengan Pontang. Kendati saksi-saksi tidak banyak, Majelis berkeyakinan kuat bahwa Pontang bersalah membunuh istrinya. Sebab, banyak petunjuk yang membuktikan bahwa korban bukan bunuh diri, tapi dibunuh. Misalnya, visum dokter yang menerangkan pada leher korban ditemukan bekas cekikan. Kecuali itu, tempat bunuh diri korban, seperti diterangkan Pontang, di rak gantungan baju, tidak meyakinkan Hakim. Begitu pula tali yang dipakai untuk itu, yang tersimpul mati, bukanlah simpul yang biasa digunakan untuk bunuh diri. "Biasanya, di setiap kasus bunuh diri, korban meninggalkan pesan terakhir buat orang-orang yang dicintainya. Tapi Betty tidak, juga terhadap anak-anak yang disayanginya," kata Hakim mengungkapkan kejanggalan keterangan Pontang. Walau demikian, Hakim tidak menjatuhkan hukuman maksimal bagi Pontang. Ayah dua anak itu hanya divonis 4 tahun 6 bulan. Hakim pun tidak mengharuskan Pontang segera masuk penjara. Pada awal persidangan, Hakim Bunyamin memang sempat memerintahkan Pontang ditahan. Tapi sebulan kemudian, perintah itu dicabutnya. "Sebab, tidak ada alasan untuk menahannya lebih lama," ujar Bunyamin kepada TEMPO. Atas putusan itu Pontang menyatakan banding. "Sebab, Pontang tidak merasa menganiaya atau membunuh istrinya," kata ketua tim pengacaranya, Rochimat. Dan tentu saja, dengan banding, Pontang tidak harus segera menjalani hukumannya. Berarti pula, statusnya sebagai anggota DPRD dan dosen Unpad tidak hilang. Dekan Fakultas Hukum Unpad, Dr. R. Soemantri, membenarkan bahwa pihaknya belum melakukan tindakan terhadap Pontang, karena vonis itu tidak segera masuk dan dalam proses banding. "Kami masih menunggu putusan banding. Kalau vonis hakim segera masuk, sesual dengan peraturan kepegawaian, Unpad bisa menskors atau memecat dosen itu," kata Soemantri. Kebijaksanaan serupa, menurut sumber TEMPO, juga diambil DPD GolkarJawa Barat terhadap anggotanya itu. Yang menarik, ibu kandung Betty, atau mertua Pontang, Nyonya Neneng Sukarsih Nirman, 60, ternyata telah memaafkan kesalahan bekas menantunya itu. "Dari dulu Ibu tidak dendam apa-apa pada Pontang. Yang Ibu ingin tahu hanyalah kepastian kematian Betty, apa bunuh diri atau dibunuh," kata nenek itu. Setelah kepastian itu didapatnya dari putusan Hakim, nenek itu malah sedih atas nasib Pontang - yang sudah 15 tahun menjadi menantunya. Sebab, Nyonya Neneng yakin, Pontang tidak sengaja membunuh anaknya. "Ibu lebih sedih jika melihat kedua anak-anak mereka," kata Nyonya Neneng lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus