Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menyebut kepolisian sengaja mengaburkan fakta dalam kasus kematian Afif Maulana. Indira Suryani, Direktur LBH Padang sekaligus kuasa hukum keluarga korban, menilai banyak kejanggalan dalam proses penyelidikan. “Penyidik dan Polda sengaja mengaburkan fakta,” ujar Indira, Sabtu, 4 Januari 2025. Ia menyoroti klaim kepolisian yang menyatakan tidak ada petugas yang berinteraksi dengan korban sebelum kematiannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun faktanya, LBH Padang berhasil menghadirkan saksi-saksi yang melihat Afif berada dalam kekuasaan polisi. “Ada saksi yang melihat AM dikerubungi polisi di jembatan dan ada yang melihatnya di Polsek Kuranji,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indira juga menyoroti hasil ekshumasi jenazah korban yang dilakukan oleh tim forensik. Menurut dia, terdapat indikasi kekerasan lain selain benturan keras di tubuh korban. “Sebelum benturan keras itu, diduga kuat AM mengalami kekerasan lainnya. Ini harus diusut tuntas,” ujar Indira.
Respons ini datang setelah Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono mengumumkan penghentian penyelidikan kasus kematian Afif pada Selasa sore, 31 Desember 2024. Keputusan tersebut diambil setelah Polda Sumbar menggelar perkara khusus kasus yang telah berjalan lebih dari enam bulan ini pada hari yang sama. Namun, kuasa hukum korban menyebut proses tersebut tidak melibatkan mereka secara penuh dan minim transparansi.
Kabid Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan menegaskan, mekanisme gelar perkara sudah sesuai prosedur. “Memang mekanisme seperti itu, di termin pertama pelapor diminta untuk memberikan informasi selengkap-lengkapnya terkait dengan kejadian yang dilaporkan, sedangkan untuk termin kedua pelapor tidak dilibatkan," kata Dwi, 2 Januari 2025.
Gelar perkara khusus kasus ini berlangsung pada Selasa, 31 Desember 2024. Dalam termin pertama, penyidik memaparkan langkah-langkah penyelidikan, termasuk olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi, dan hasil autopsi. Sementara pada termin kedua, proses berlangsung secara internal tanpa melibatkan keluarga korban maupun kuasa hukum. Dwi mengklaim bahwa keputusan penghentian penyelidikan sudah sesuai dengan prosedur kepolisian, "Karena tidak terpenuhi unsur-unsur pidananya."