MASYARAKAT Kediri, Jawa Timur, kami dibuat penasaran pada Jaran Goyang dan Tulak Gaman, dua llmu ita yang dicurigai berkaitan dengan pemerkosaan gadis-gadis cilik di kabupaten itu. Somoredjo, yang disangka biang salah satu "ilmu" itu, memang sudah dibekuk, 15 November lalu. Tiga muridnya, Paryono, Sumadji, dan Widji, bahkan sudah meringkuk lebih dulu. Dua tersangka lain, Poyo dan Gito, diringkus lebih awal, tetapi kedua orang ini menolak disebut murid Somoredjo. Toh kasus pemerkosaan yang unik itu, ternyata, tldak berhenti. Korban terakhlr tercatat di Pare, Rabu pekan lalu. Seorang gadis berusia 12 tahun, murid kelas VI SD, ditemukan pukul 4 subuh di tepi Kali Kondang, dalam keadaan terbungkus baju hitam, mulut tersumbat celana dalamnya sendiri, dan tubuh bagian bawah berlumuran darah. Anak malang itu sudah tidak bernyawa. Dengan demikian, korban yang jatuh sejak Januari sudah mencapai sembilan orang. Tahun lalu bahkan selusin. Semuanya gadis di bawah umur. Akan halnya terhadap Somoredjo, "suhu" yang kini meringkuk itu, pihak Polres Kediri sedang melancarkan pengusutan intensif. Ditemui TEMPO di selnya, pekan lalu, kakek berusia 90 tahun ini malah tampak tenang-tenang saja. "Saya tak pernah menyuruh mereka memperkosa gadis kecil," katanya membantah keterangan Paryono, Sumadji, dan Widji. Somoredjo, yang biasa dipanggil Mbah Somo, pun tidak pelit dengan ilmunya. "Bacaannya gampang, dan harus pakai Llsmillah," katanya. Syaratnya, puasa tiga kali 24 jam, kemudian kenduri dengan dua ekor ayam putih, dan menyediakan mori sepanjang tubuh sendiri. Syarat terakhir, dan ini yang bikin perkara: sang mund harus memperkosa seorang gadis yang belum akil balig. Si Mbah menolak mati-matian bahwa ilmunya mengharuskan 40 korban perkosaan, seperti pernah diisukan. Bersetubuh paksa itu diharuskan bagi kesempurnaan Tulak Gaman, demikian judul ilmu kebal Mbah Somo. "Darah perawan itu yang bikin kebal, dan tidak boleh dicuci sehari semalam," katanya. Setelah syarat terakhir ini dipenuhi, murid tadi, konon, tak mempan ditusuk, dibacok, bahkan aman dan guna-guna. Belang si Mbah tersingkap ketika Paryono, 27, gagal memperkosa cewek berusia 9 tahun di Dukuh Telogowono, Ngumbang, 8 September silam. Paryono, yang beroperasi bersama Widji, 25, sudah menelanjangi murid kelas III SD itu di kebun. Mendadak si korban berteriak, dan kedua bedebah lari terbirit-birit. Anehnya, lolos dari kepungan penduduk, mereka bukannya pulang. Melainkan mengembara ke Desa Blimbing, Kecamatan Gurah. Di sini, dengan Widji sebagai pelaku, cewek lain yang baru berumur 10 tahun menjadi korban. "Kalau sudah berhasil, kami melapor kepada Mbah," kata Widji kepada TEMPO. Kegagalan di Telogowono, menurut Paryono, terjadi karena ia mengabaikan keris pemberian Mbah Somo, yang memang diperlukan untuk operasi demikian. Keris itu, Panggang Lele namanya, lepas dari tangan Paryono saking birahinya, dan dipungut Widji. Kepada polisi, korban kemudian mengatakan melihat kedua pemerkosa itu memperebutkan keris. Kebetulan, Poyo dan Gito, yang mendekam di LP Kediri, mengatakan kepada polisi bahwa pemerkosa yang membawa keris biasanya penganut Tulak Gaman, ya ilmu Mbah Somo tadi. Poyo dan Gito sendiri mengaku dari "mazhab" lain, yang berjudul Jaran Goyang. Petunjuk inilah yang mengantarkan polisi ke gubuk si Mbah di Desa Bedug, Ngadiluwih. "Dan tidak benar kami menangkap mereka dengan bantuan dukun," kata kapolres Kediri Letkol Pol. Sarwono, membantah kabar burung yang beredar di luaran. Somo mengaku, ilmu itu diperolehnya dari kakeknya yang sudah almarhum. Sang kakek berpesan Tulak Gaman baru boleh diwariskan seteiah ketiga anak perempuan Somo menikah, agar tidak "digarap" oleh murid-muridnya sendiri selagi masih kecil. Meski demikian, Somo kecolongan juga. Salah seorang cucunya yang masih cilik, "dimakan" oleh Waris, murid si Mbah sendiri. "Kasihan putu-ku," kata si Mbah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini