Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tumbal Ayah Dan Ibu

Ny. Shanti,27, mencoba bunuh diri dengan minum racun bersama dua anaknya di Jatiwaringin, Bbekasi. Yang mati hanya Zzanuardi, 1 tahun.Motifnya cemburu. melihat suami,Zainal,ada main dengan wanita lain.

10 Februari 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tumbal Ayah dan Ibu Seorang wanita, yang cemburu, bunuh diri setelah meracuni kedua anaknya. Tapi ia selamat, sementara bayinya tak tertolong. DENGAN mata basah, Zainal membopong bayinya ke liang lahad. Jenazah Zanuardi, yang baru berusia 1 tahun, Kamis sore pekan lalu dimakamkan di TPU Pondok Gede, Jakarta Timur. Ia hanyalah salah satu dari sekian anak tak berdosa yang menjadi korban perselisihan orangtuanya. Di rumah sakit, ibu bayi tersebut, Nyonya Shanti, 27 tahun, terhenyak mendengar anaknya tewas. "Dia dengan menangis minta supaya menyusul anaknya," ujar Nyonya Amad, teman baik Zainal, pada Pos Kota. Shanti, yang kini terbaring lemah memang telah merencanakan mati bersama kedua anaknya. Tapi gagal. Kisah tragis itu terjadi Selasa lalu. Pagi itu, seorang wanita muda -- kita sebut saja Kemala -- mendatangi rumah Shanti di kompleks DDN, Jatiwaringin, Bekasi. Kemala bermaksud menemui suami Shanti, Zainal, 35 tahun, yang sehari-hari bekerja sebagai penasihat hukum. Rupanya, kedatangan wanita itu, membuat Shanti cemburu. Ia marah besar kepada Zainal, lulusan Fakultas Hukum Universitas Jayabaya ini. "Padahal, wanita itu hanya teman biasa yang minta dicarikan pekerjaan," kata Zainal. Suasana rumah tangga pasangan muda itu pun memanas. Sampai-sampai Shanti mengusir suaminya. Untuk menghindari api yang lebih besar, Zainal pun pergi. Malamnya ia menginap di rumah orangtuanya, di kawasan Bekasi. Pagi keesokan harinya, Zainal pulang ke rumahnya. Tapi aneh, rumahnya sepi seolah tanpa penghuni, padahal pagar rumah terkunci dari dalam. Ia mencoba berteriak memanggil istrinya. Tak ada sahutan. Zainal melompat pagar dan menggedor pintu muka. Lagi-lagi tak ada jawaban. Tak ada jalan lain, ia mendobrak pintu belakang rumahnya, dan menuju kamar tidur. Astaga! Istri dan kedua anaknya Riani, 6 tahun, dan Zanuardi -- terkapar di kamar tidur. Di dekat mereka Zainal melihat kaleng obat serangga dan sendok. Kuat dugaan, Shanti mencoba bunuh diri bersama kedua anaknya. Zainal pun berteriak-teriak minta tolong. Para tetangga yang segera berdatangan berusaha menolong ibu dan anak malang itu. Namun, jiwa Zanuardi sudah tak tertolong. Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan di tubuh kecil itu. Hanya Shanti dan Riani yang langsung dilarikan ke rumah sakit. Sampai Senin pekan lalu keduanya masih dirawat di rumah sakit sebagai pasien keracunan obat serangga. Kondisi Shanti, yang berwajah oval dengan hidung mancung itu, kini mulai membaik. Hanya perutnya yang masih terasa melilit. Suaminya dengan setia menemaninya di sisi tempat tidurnya. "Saya khilaf. Kalau ingat kejadian itu, saya pusing," kata Shanti, tamatan sekolah dasar itu. Zainal menikahi Shanti, anak keempat dari delapan bersaudara, tujuh tahun silam. Kebetulan mereka bertetangga di kawasan Babelan, Bekasi. Menurut Husein, ayah Shanti, putrinya itu dulu dikenal sabar dan lebih suka mengalah. Sementara itu, Zainal, di matanya, lelaki yang berperangai baik. Rekan Zainal, Teguh Samudera, juga mengaku mengenal Zainal sebagai seorang lelaki pekerja dan suami yang baik. "Dalam bekerja, dia gigih berjuang. Sebagai suami, dia tidak genit dan tidak pernah kelihatan bersama perempuan lain," kata Teguh, yang sering dimintai nasihat oleh Zainal dalam praktek kepengacaraan. Hubungan Shanti dengan anak-anaknya, menurut keluarganya, selama ini juga selalu kelihatan mesra. Malah Shanti cenderung amat melindungi keduanya. "Ia tak mau berpisah sedikit pun dari anak-anaknya," ujar ibu kandung Shanti, Nyonya Wati. Sebab itu, Nyonya Wati tak paham kenapa Shanti begitu nekat membunuh anaknya sendiri. Menurut pakar kriminologi Arief Gosita, kondisi Shanti bisa dijelaskan sebagai orang yang tengah mengalami tekanan kejiwaan. "Mungkin karena ia tidak berani pada suaminya, maka ia melampiaskan kemarahannya pada anak-anaknya," kata Arief. Atau boleh jadi, menurut Arief, Shanti ingin mengajak serta kedua anaknya "pergi" bersama, karena khawatir mereka akan telantar kalau ia mati. "Tapi pelaksanaan rasa tanggung jawabnya itu salah," kata Arief. Bunga S., Muchlis H.J., dan Tommy Tamtomo (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus