Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati berada di kursi roda, Inung- Nugroho cukup gesit mengejar berita. Di wilayah liputan Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan,- Jakarta, pria 45 tahun ini dikenal seba-gai wartawan yang luwes bergaul, se-hing-ga dekat dengan banyak anggo-ta Dewan. Pada pemilu lalu, ia pernah di-min-ta sebuah stasiun televisi swasta- mem-bawakan acara yang berkaitan de-ngan pesta demokrasi itu.
Sabtu dua pekan lalu, pria yang ke-rap muncul dengan mengenakan topi itu ditangkap polisi karena dituduh mengedar-kan uang palsu. Inung dicokok polisi di Taman Sriwedari Solo. Dari tangannya polisi menemukan selembar uang palsu ber-nilai Rp 100 ribu. ”Saya merasa dije-bak,” kata Inung dengan suara keras kepada Tempo yang menemuinya di ruang tahanan Markas Kepolisian Kota Besar Solo, Kamis pekan lalu.
Menurut Kepala Kepolisian Kota Besar Solo, Ajun Komisaris Besar Polisi Lutfi Luhbianto, Inung ditangkap setelah pihaknya mendapat telepon dari penjual tiket acara ”Solo Crazy Bike Contest” di Graha Wisata Niaga, di samping Taman Sriwedari Solo. Danny, sang penjual ti-ket, melaporkan kecurigaannya atas uang kertas Rp 100 ribu yang diso-dor-kan- Heri Suprianto, yang sehari-hari bertugas sebagai tukang parkir di Taman Sriwedari, sebagai uang palsu.
Sejumlah polisi segera ke tempat Dan-ny. Di sana mereka menangkap Heri. Pria 36 tahun itu lantas menunjuk Inung se-bagai pemilik uang. Menurut Heri, ia su-dah dua kali diminta Inung membeli ti-ket seharga Rp 7.500 dengan uang Rp 100 ribuan. ”Setiap membeli saya diupah Rp 5.000,” ujar warga Kampung Mendungan, Kartasura, itu.
Dari keterangan Heri inilah polisi- menangkap Inung. Selain menemukan- se-lembar Rp 100 ribu palsu di kantong-nya,- polisi juga menemukan empat lembar uang dengan nilai yang sama di mo-bil Mercy warna biru yang dipakai Inung. Ia lantas digelandang ke Markas Poltabes Solo.
Polisi lantas menggeledah kamar Inung- di Wisma Seni Taman Budaya Su-rakarta. Di sini polisi menemukan sebuah laptop, sebuah printer berwarna, selusin uang kertas yang cetakannya ku-rang bagus, dan lima lembaran uang Rp 100 ribu yang belum dipotong dan tin-ta-nya meluber.
Menurut Lutfi Luhbianto, teknik pembuatan uang palsu yang dilakukan- I-nung masih sederhana: sebuah file mas-ter- uang Rp 100 ribu yang disimpan di laptop- itu dicetak dengan printer berwarna di atas kertas HVS ukur-an kwarto. Untuk memunculkan tanda be-nang pengaman, polisi menduga I-nung menggarisi-nya de-ngan spidol emas. ”Sementara ini, mo-tif-nya hanya coba-coba,” ujar Lutfi.
Inung, kata Lutfi, menjalankan aksi-nya itu seorang diri, dari pembuatan hing-ga pengedaran. Maka, ia menjadi ter-sangka tunggal. Kini yang dicari polisi adalah dari mana Inung mendapat master uang palsu itu. ”Kepada kami, Inung sendiri mengaku baru mengedarkan dua lembar uang palsu itu,” ujar Lutfi.
Kepada Tempo, Inung membantah tu-duhan bahwa dirinya membuat uang pal-su. Sehari sebelum ditangkap, katanya, ia bertemu kawannya, Syaiful, yang lantas meminjam komputer jinjingnya itu. Saat Syaiful ”bermain” dengan kompu-ter-nya, I-nung pergi ke Taman Budaya Su-rakarta. ”Ketika itu saya tidak tahu apa yang dilakukan Syaiful,” ujar pria yang enam bulan terakhir ini tinggal di Solo.
Beberapa saat, kata I-nung, Syaiful me-neleponnya untuk pamit. Syaiful menga-takan meninggalkan uang Rp 600 ribu. Uang itulah yang esoknya ia bawa ke Taman Sriwedari. ”Saya tidak tahu k-a-lau uang itu palsu,” katanya.
Menurut Inung, di Taman Sriwedari ke-tika itu juga ada Syaiful. Pria ini juga meminta tolong Heri untuk membeli-kan karcis dengan uang palsu Rp 100 ri-bu. Syai-ful, kata I-nung, menghilang sa-at po-lisi datang. ”Jadi, saya dijebak Syai-ful,” katanya. Inung yakin, kasusnya ini berkaitan dengan aktivitas politik yang kerap dilakukannya, seperti ikut aksi ”Se-ribu Tayub Menolak RUU Antipornografi” di Solo beberapa waktu lalu.
Polisi tak mempercayai cerita Inung. Me-nurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Poltabes Solo, Ajun Komisaris Polisi Djoko Tjahjono, Inung tidak bisa membuktikan siapa Syaiful. Saat penyidik me-mancingnya dengan meminta membu-ka file master uang palsu itu, ujar Djoko, Inung dengan gesit menemukan file ter-sebut. ”Sulit dibuktikan ia dijebak Syai-ful, apalagi ia mengaku baru mengenal Syaiful sehari sebelumnya,” kata Djoko.
Wartawan lepas Radio TV Special Broadcasting Services (SBS) Australia itu terancam hukuman 15 tahun penja-ra. ”Inung memang membantu kami, ta-pi statusnya lepas. Kadang-kadang di-pakai, tapi tidak ada hubungan kontrak,”- kata Kepala Bagian Siaran Indonesia Radio SBS Australia, Bela Kusumah.
Lis Yuliawati, Imron Rosyid (Solo), Dewi Anggraeni (Australia)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo