Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
APES benar nasib Farida Utami-, seorang ibu dua anak yang tinggal di kompleks Perumnas Be-kasi-. Berharap menangguk untung segunung, pengusaha ini malah mengaku kehilangan duit Rp 2 mi-liar-. Uang itu telah diberikan kepada- dua bekas anggota staf Wakil Presiden Ham-zah Haz sebagai pelicin, tapi ia tidak- mendapat proyek yang dijanjikan.
Merasa ditipu, pemasok buku itu akhirnya mengadu ke Kepolisian Resor Jakarta Pusat. Muhammad Yunus dan Amir Sannang, dua bekas anggota staf Hamzah itu, telah diperiksa. Polisi bahkan sudah menetapkan Yunus sebagai tersangka, Senin pekan lalu. Diperiksa- selama 10 jam di ruang Unit Kriminal- Umum Polres Jakarta Utara, Yunus menyangkal semua laporan Farida ten-tang- dirinya ke polisi. ”Kami masih te-rus- mengembangkan kasus ini,” kata Komisaris Polisi Prasetijo Utomo, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Pusat.
Kasus ini terjadi saat Hamzah Haz duduk sebagai wakil presiden. Pada pertengahan 2003, Ali Suparyadi, re-kan- Farida, mendapat kabar bahwa Depar-temen Agama membuka tender per-cetakan buku senilai Rp 400 miliar. Ali kemudian meminta Farida mencari ja-lan agar bisa menembus Departemen Agama. Keduanya juga sepakat bekerja sa-ma mengerjakan proyek tersebut.
Jalan berliku pun ditempuh. Lewat ke-nalannya, Sanglah Patadungan, adik bekas Wakil Sekjen MPR Jan Patadu-ngan, Farida dikenalkan kepada Muha-mad Yunus dan Amir Sannang. Kedua-nya menyatakan bisa membantu Farida menyabet proyek itu lewat rekomendasi- Hamzah Haz. Untuk bertemu de-ngan sang Wakil Presiden, Farida dimintai uang oleh mereka sebesar Rp 100 juta untuk sebuah yayasan di kawasan Puncak, Bogor.
Pada 16 Juli 2003, Farida akhirnya di-terima Hamzah Haz. Dia meminta diri-nya diberi jalan mendapat proyek peng-adaan buku di Departemen Agama. Pertemuan ini membuahkan hasil. Pada 8 Agustus 2003, diantar Yunus dan Amir, Farida diterima Menteri Agama Said Agil Husin al-Munawar. Tapi, ja-wab-an sang Menteri membuatnya lemas. Farida terlambat karena pendaf-taran proyek untuk anggaran 2003 sudah selesai. Agil berjanji akan memberikan pro-yek serupa kepada Farida untuk tahun anggaran 2004.
Belakangan, Yunus dan Amir merayu lagi. Mereka meyakinkan Farida bahwa Departemen Agama, seperti departemen lainnya, memiliki anggaran biaya tambahan (ABT) 2003 sebesar Rp 40 mi-liar. Keduanya bilang, ada peluang untuk mendapat proyek ini. Selama mengejar yang baru inilah, Farida meng-aku me-ngeluarkan banyak uang. Dengan alasan untuk keperluan Said Agil dan Hamzah Haz, Yunus berkali-kali meminta uang antara Rp 20 juta hingga Rp 100 juta.
Pada pertengahan Desember 2003, Yunus dan Amir Sannang membawa kembali Farida menemui Menteri Said Agil. Hanya, kali ini, ia menunggu di ruang tamu, tak ikut menemui Said. Selepas bertemu Said, mereka menyatakan, peng-usaha ini bakal mendapat proyek dari ABT, tapi jatahnya kecil, Rp 900 juta.
Janji itu ternyata tak terbukti. Setelah menunggu sekitar tiga bulan, Farida mengecek proyek tersebut ke Departemen Agama. Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam, Munzier Purwata, tak ada nama perusahaan Farida dalam daftar proyek departemen ini. Pada awal Maret lalu, Suparta juga sudah dipanggil tim pe-nye-lidik Polres Jakarta Pusat untuk dimin-tai ketera-ngan. ”Saya sendiri baru kenal Farida saat dia datang menanyakan proyek itu,” katanya kepada Tempo.
Farida belum putus asa. Diantar oleh putra Hamzah Haz, Agus Haz, ia mene-mui Menteri Said Agil pada Januari 2004. Lagi-lagi, Said hanya- bisa menjanjikan Farida akan memperoleh proyek untuk anggaran berikutnya.
Belakangan, barulah Farida me-rasa ditipu. Perempuan ini lan-tas ”memburu” Yunus dan Amir di Istana Wakil Presiden. Dia juga menemui Agus Haz di ru-mahnya untuk memperta-nyakan nasib uang dan proyeknya yang lepas. Lantaran mereka mulai lepas tangan, pada Desember lalu Farida melaporkan kasus ini ke polisi.
Dalam laporannya, wanita berkulit putih itu mengaku telah mengucurkan uang sekitar Rp 2 miliar. Duit ini dipa-kai antara lain untuk ajudan Hamzah Haz, ajudan istri Hamzah Haz, Agus Haz, biaya koordinasi staf Said Agil, hingga biaya Amir Sannang mengikuti Musyawarah Kerja Nasional Partai Persatuan Pembangunan pada 2003, serta pembelian suvenir saat Hamzah Haz dan Said Agil menikahkan anak mere-ka. Sebagian uang itu diberikan lewat Amir Sannang dan Yunus.
Kepada Tempo, Amir Sannang membantah pernah menjanjikan Farida mendapat proyek di Departemen Agama. ”Itu kami urus sama-sama,” ujarnya. Bekas staf sekretariat Partai Persatu-an Pembangunan ini juga menyangkal -di-ri-nya pernah menerima uang dari Farida. ”Saya tidak pernah menerima uang dari dia,” ujar pria berumur 65-an tahun ini.
Agus Haz juga menyatakan tak pernah meminta uang kepada Farida. -Kendati begitu, bapak tiga anak ini mengaku kenal Farida. ”Yang mengenalkan Amir Sannang,” ujarnya. Menurut Agus, ia juga mengantarkan Farida menemui Said Agil di kantornya. ”Sekadar silaturahmi,” katanya.
Yunus sendiri rupanya enggan untuk diminta konfirmasi atas kasus ini. Dua nomor telepon genggamnya tak bisa dihubungi. Saat Tempo beberapa kali mendatangi rumah-nya yang berlantai dua di Jalan Swasembada, Jakarta Utara, bapak tiga anak ini juga tak terlihat. ”Pulangnya selalu malam, nanti akan saya sampaikan pesan Anda,” ujar Rudi, salah seorang penghuni rumah yang mengaku kerabat Yunus.
Farida menyatakan tak terkejut- jika Amir atau Yunus menyangkal- pernah menerima uang darinya. ”Tapi saya menyimpan semua kuitansi -pengiriman uang atau SMS dari mereka,” katanya saat ditemui Tempo, Jumat pekan lalu. Menurut dia, Ali Suparyadi rekan bisnisnya, meninggal per-tengahan tahun lalu lantaran stres memikirkan uangnya yang raib itu. ”Saya tetap meminta pertanggungjawaban mereka, karena uang itu untuk biaya sekolah dan masa depan anak saya,” ujarnya.
L.R. Baskoro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo