Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ubedilah Badrun: Pola Lama Rezim Orde Baru Terulang dalam Kasus Larangan Lagu Sukatani

Polemik pelarangan lagu "Bayar Bayar Bayar" milik band Sukatani dianggap mencerminkan praktik yang mirip dengan pola represi Orde Baru.

24 Februari 2025 | 17.00 WIB

Vokalis Sukatani, Twister Angel, dalam konser Crowd Noise di Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, 23 Februari 2025. Antara/Oky Lukmansyah
Perbesar
Vokalis Sukatani, Twister Angel, dalam konser Crowd Noise di Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, 23 Februari 2025. Antara/Oky Lukmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Polemik pelarangan lagu "Bayar Bayar Bayar" milik band Sukatani dianggap mencerminkan praktik yang mirip dengan pola represi Orde Baru. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai peristiwa ini sebagai pengulangan sejarah yang seharusnya tidak lagi terjadi di era demokrasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Penarikan sebuah lagu membangunkan kembali ingatan lama tentang represi pada era kelam di penghujung kekuasaan rezim Orde Baru," kata Ubeidilah kepada Tempo saat dihubungi Ahad, 23 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ia menyoroti bagaimana aparat keamanan masih menggunakan metode yang sama dalam membungkam kritik. "Ada semacam proses penciptaan rasa takut kolektif yang dilakukan oleh aparat keamanan," ujarnya.

Menurut dia, kebebasan berekspresi yang diperjuangkan sejak reformasi semakin tergerus oleh tindakan represif seperti ini. "Bukankah lagu adalah karya seni yang hanya boleh dipahami sebagai produk kreatif?" katanya.

Terlebih, lanjut Ubedilah, sang musisinya dipaksa untuk meminta maaf dan lagunya dilarang beredar dengan video klip yang tidak lagi bisa ditonton secara penuh kecuali melalui cara-cara bersembunyi. Ia berpendapat bahwa penarikan lagu dengan frasa "Bayar polisi" itu merupakan tanda represi masih terus terjadi pada kebebasan berkreasi. Juga, permintaan maaf yang dipaksa aparat adalah tindakan yang tidak didasari atas penghargaan terhadap hak dasar manusia untuk merdeka.

Ubeidilah menegaskan bahwa cara-cara lama yang mengekang kebebasan berpendapat harus segera ditinggalkan. "Saya kira cara aparat yang melarang lagu dalam bentuk penarikan dan pemaksaan terhadap musisi untuk meminta maaf semestinya tidak lagi terjadi di tengah situasi negara yang sedang sakit."

Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri tengah memeriksa enam personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah ihwal dugaan intimidasi terhadap Sukatani. Polri melalui akun X resmi @DivpropamPolri mengumumkan bahwa hingga Sabtu malam, 22 Februari 2025, jumlah personel yang diperiksa telah bertambah menjadi enam orang. "Saat ini, dua personel lain dari Ditreskrimsus Polda Jateng telah diperiksa, sehingga total ada enam personel yang dimintai keterangan," tulis pernyataan resmi Polri.

Sebelumnya, duo electro-punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, Sukatani, diduga mengalami represi setelah mengumumkan penarikan lagu mereka berjudul “Bayar Bayar Bayar” dari semua platform pemutar musik, termasuk ungkapan permintaan maaf kepada Listyo Sigit Prabowo. Lagu itu merupakan ekspresi kritik terhadap oknum polisi yang kerap memungut uang atas layanan masyarakat.

Pengumuman penarikan lagu itu disampaikan di akun media sosial @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025. Dalam unggahan itu, dua personel Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti (gitaris) dan Novi Citra Indriyati (vokalis), menyatakan permintaan maafnya kepada Kapolri dan institusi kepolisian.

Dalam video tersebut Syifa dan Novi tampil tanpa memakai topeng seperti yang biasa mereka lakukan. Hal tersebut dianggap tidak biasa, pasalnya mereka selalu tampil dengan topeng karena memilih untuk jadi anonim di publik. 

“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul "Bayar Bayar Bayar", yang dalam liriknya (ada kata) bayar polisi yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial,” kata Lutfi dikutip dari Instagram @sukatani.band. Dalam video itu mereka juga meminta agar pengguna media sosial menghapus video atau lagu mereka yang sudah terlanjur tersebar.

Intan Setiawanty

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus