Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbentuk sudah hampir sembilan bulan. Selama rentang masa itu, Komisi telah menerima ratusan laporan dari masyarakat yang berkaitan dengan berbagai dugaan korupsi. Terakhir, yang masuk adalah tembusan laporan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menemukan 22 kasus dalam penggunaan keuangan negara yang diindikasikan terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebesar Rp 167 triliun.
Ketua BPK Satrio Budihardjo Joedono mengatakan, laporan hasil pemeriksaan itu sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara RI. "Tembusan laporan-laporan itu juga disampaikan ke KPK," kata Satrio dalam laporannya pada Sidang MPR RI akhir masa jabatan 1999-2004 di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Sesuai dengan prosedur, berbagai pengaduan itu lalu diseleksi oleh KPK. Setelah diproses, laporan diteruskan ke tahap penyelidikan maupun penyidikan. Sejauh ini setidaknya ada satu kasus yang penyidikannya sudah selesai dan siap dilimpahkan ke tahap penuntutan alias ke pengadilan. Menurut Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, kasus itu adalah pengadaan helikopter Mi-2 merek PLC Rostov buatan Rusia untuk pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pengadaan helikopter itu melibatkan Gubernur Aceh Abdullah Puteh, dengan dugaan kerugian negara sekitar Rp 4 miliar.
Masalahnya, bagaimana mungkin mengadili kasus ini jika para hakim ad-hoc antikorupsi belum boleh bersidang gara-gara belum dilantik. Inilah yang merisaukan Erry. Dia memastikan, pengadilan tindak pidana korupsi baru sah berdiri secara formal bila hakim ad-hoc sudah mengucapkan sumpah di hadapan presiden. Karena itu, dia berharap sembilan hakim ad-hoc itu sudah mengucapkan sumpah di hadapan Presiden sebelum 20 Oktober 2004—masa akhir tugas Presiden.
Artinya, selama mereka belum dilantik, Puteh boleh tenang-tenang saja.
SNL dan tnr
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo