Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAIN putih sepanjang dua ratus meter itu penuh tanda tangan dan cap jempol darah. Dihamparkan di tepi jalan raya Sukowati, Sragen, Jawa Tengah, kain berlebar satu meter tersebut membentang dari depan pengadilan sampai kantor bupati. Di atas kain itu, Senin pekan lalu, ratusan warga menorehkan kekecewaannya atas vonis bebas bekas Bupati Sragen Untung Wiyono.
Bukan hanya aktivis antikorupsi, beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sragen dan pegawai negeri setempat juga turut berpartisipasi. Diprakarsai sejumlah lembaga penggiat antikorupsi lokal, antara lain Lingkar Kajian Kebijakan dan Strategi Perubahan (Lintas), aksi itu juga menjadi ajang menggalang dukungan warga untuk mendesak kejaksaan melawan putusan tersebut. "Vonis itu mencederai rasa keadilan," kata Syaiful Hidayat, Koordinator Lintas, kepada Tempo.
Tiga hari berselang, giliran empat ratusan pendukung vonis bebas Untung berunjuk rasa di lokasi yang sama. Datang dengan truk, motor, dan becak, mereka meminta putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang tidak dipersoalkan. Menurut koordinator aksi itu, Sunarto, putusan majelis hakim tersebut sudah benar. Pengunjuk rasa meminta pihak-pihak yang menolak putusan tersebut tidak mengatasnamakan masyarakat Sragen.
Vonis bebas mantan Bupati Sragen dua periode itu diketuk pada Rabu dua pekan lalu. Majelis hakim yang dipimpin Lilik Nuraini dengan anggota Asmadinata dan Kartini Juliana Mandalena menyatakan Untung tidak terbukti korupsi seperti yang dituduhkan jaksa. Dari ketiga hakim itu, Lilik adalah hakim karier di Pengadilan Negeri Surabaya. Sedangkan Asmadinata dan Kartini adalah hakim ad hoc dengan latar belakang pengacara.
Sebelumnya, jaksa mendakwa bekas direktur utama di sejumlah perusahaan minyak dan gas ini menikmati uang Rp 20,8 miliar dari hasil korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sragen pada 2003-2010. Untung menjadi Bupati Sragen sejak 2001 hingga 2011. Modusnya, menurut jaksa, menggadaikan sertifikat deposito Pemerintah Kabupaten Sragen ke Bank Perkreditan Rakyat Djoko Tingkir di Sragen.
Kasus ini berawal dari penempatan dana APBD Sragen Rp 29,3 miliar di BPR Djoko Tingkir dan Rp 8 miliar di BPR Karang Malang dalam bentuk deposito. Atas penempatan itu, pemerintah Sragen mendapat bukti sertifikat deposito. Namun, menurut penelusuran jaksa, penempatan dana itu tidak tercatat sebagai investasi daerah. Belakangan, sertifikat itu justru dijaminkan untuk pinjaman pemerintah Sragen ke BPR Djoko Tingkir sebesar Rp 36,3 miliar dan ke BPR Karangmalang Rp 6,1 miliar.
Di persidangan, Srie Wahyuni, yang saat itu menjabat Kepala Bidang Pemegang Kas Daerah Sragen, mengaku tidak memasukkan duit pinjaman di dua BPR itu ke kas daerah. Srie mengaku tindakannya itu atas perintah atasannya, Koesharjono, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Sragen. Keduanya menyatakan diperintah secara lisan oleh Untung untuk tidak memasukkan pinjaman itu ke kas daerah.
Belakangan pelunasan kredit ke BPR Djoko Tingkir macet. Hingga tenggat terlewati, kredit masih tersisa Rp 11,2 miliar. BPR Djoko Tingkir terpaksa mencairkan jaminan bilyet deposito Pemerintah Kabupaten Sragen untuk menutup sisa utang itu. Kredit macet Rp 11,2 miliar yang ditutup pencairan jaminan deposito inilah yang dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagai kerugian negara.
Jaksa juga meyakini, dari duit pinjaman itu, Rp 20,8 miliar dipakai Untung untuk keperluan pribadi. Misalnya, Rp 4,9 miliar untuk biaya recovery fund yang tidak dianggarkan kas daerah. Sedangkan Rp 16,7 miliar dipakai Untung, antara lain, untuk sumbangan ke masyarakat. "Duit itu habis dibagi-bagi," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Bambang Waluyo.
Tak hanya Untung yang diduga menikmati duit korupsi, jaksa juga menemukan aliran dana ke Koesharjono sebesar Rp 604,6 juta dan ke Srie Wahyuni Rp 110 juta. Duit itu diduga sebagai imbalan membantu Untung. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang sudah memvonis keduanya bersalah. Koesharjono, yang terakhir menjabat sekretaris daerah, divonis empat tahun lima bulan penjara. Adapun Srie WahÂyuni, bekas kepala dinas pendapatan, divonis dua tahun delapan bulan penjara.
Nasib Untung memang tak sepahit anak buahnya. Majelis hakim Pengadilan Tipikor justru menilai ia tak bersalah. Vonis bebas hakim ini merontokkan tuntutan jaksa yang meminta majelis menghukum Untung 10 tahun penjara dan diwajibkan mengganti kerugian negara Rp 11,2 miliar.
Dalam pertimbangannya, majelis mengatakan duit Rp 11,2 miliar itu bukan kerugian negara. Duit itu, kata hakim, sisa pinjaman yang belum dapat dilunasi bupati setelah Untung. Tuduhan Untung yang memerintahkan pinjaman itu, kata hakim, lemah karena hanya mengandalkan pengakuan lisan Koesharjono dan Srie Wahyuni. "Itu bukan tanggung jawab terdakwa," kata Lilik.
Kasus seperti yang dialami Untung pernah juga menimpa Bupati Lampung Timur Satono. Satono diajukan ke meja hijau dengan tuduhan menyelewengkan duit kas daerah yang disimpannya di BPR. Ia didakwa merugikan uang negara Rp 119 miliar. Seperti Untung, Pengadilan Tipikor Tanjung Karang memvonis bebas Satono. Hanya, vonis itu di Mahkamah Agung "dijungkirbalikkan". Mahkamah menghukum Satono 15 tahun penjara.
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah menyatakan akan melawan vonis bebas Untung. Alasannya, menurut Bambang Waluyo, dua terdakwa lainnya justru divonis bersalah. Padahal perkara ketiganya sama. Kesaksian dua orang ini juga menjadi pintu masuk adanya aliran dana pinjaman yang dipakai secara pribadi oleh Untung. "PutusÂan Untung ini janggal," katanya.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Ali Mukartono mengatakan hakim banyak mengabaikan bukti yang diberikan jaksa. Ia menyebutkan bukti rapat pencairan bilyet deposito yang diketahui Bambang tak digubris hakim. Upaya jaksa menghadirkan saksi ahli dari Inspektorat Jenderal Wilayah Sragen juga ditolak. Alasan hakim, bawahan tidak bisa memeriksa atasan. Tapi, kata Ali, pada sidang dua anak buah Untung, saksi ahli diperbolehkan.
Selain menyiapkan upaya kasasi, menurut Bambang, kejaksaan tengah menyiapkan jerat baru untuk Untung: dugaan pencucian uang. Barang buktinya, kata Bambang, adanya dana hasil korupsi Untung yang ditransfer ke seorang perempuan bernama Eny Widyastuti, yang berdomisili di Jakarta. Atas perintah Untung, Koesharjono mentransfer duit ke Eny sekitar Rp 1,4 miliar. Jaksa menduga perempuan ini teman istimewa Untung. "Selain itu, ada dana yang mengalir ke resor Untung di Karangmalang, Sragen," kata Bambang.
Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) juga melihat kejanggalan dalam vonis Untung. Menurut Kepala Divisi Monitoring Penegakan Hukum KP2KKN Eko Haryanto, hakim banyak mengaburkan fakta persidangan. Ia mencontohkan fakta adanya pencairan deposito yang merugikan kas daerah dikesampingkan. Bersama Indonesia Corruption Watch, lembaga penggiat antikorupsi di Semarang ini akan mengeksaminasi putusan Untung.
KP2KKN juga akan segera melaporkan hakim Lilik Nuraini, ketua majelis perkara Untung, ke Komisi Yudisial. Itu karena ia kerap membebaskan terdakwa korupsi. Vonis bebas Untung adalah putusan bebas keempat majelis hakim yang diketuai Lilik. Bersama dua anggota majelis hakim Untung Wiyono, Asmadinata dan Kartini Juliana, Lilik tercatat membebaskan dua terdakwa korupsi lainnya. Bambang Waluyo mengaku heran melihat perilaku hakim Lilik. "Ibu ini sangat berani," katanya.
Pengacara Untung, Dani Sriyanto, mengaku tak gentar dengan segala upaya perlawanan terhadap putusan bebas kliennya. Dani menyatakan, dalam kasus itu, Koesharjono-lah yang bertanggung jawab karena dia yang meminjam uang tersebut, yang kemudian dipinjam Untung.
Ia juga mengatakan kliennya tak mengenal Eny. Tuduhan pencucian uang, kata dia, tak akan manjur karena kliennya tak terbukti melakukan korupsi seperti tuduhan awalnya. "Uang itu juga pinjaman pribadi, terserah klien saya mau dipakai untuk apa," katanya.
Anton Aprianto, Rofiudin, Ukky Primartantyow
Bukan yang Pertama
SEJAK diresmikan pada 17 Desember 2010, PengadilÂan Tindak Pidana Korupsi Semarang tercatat telah memvonis bebas lima terdakwa korupsi. Di samÂping bekas Bupati Sragen Untung Wiyono, tiga terdakwa korupsi lain divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai Lilik Nuraini. Inilah mereka.
Ketua Majelis Hakim: Lilik Nuraini
Agus Soekmaniharto
Calo tanah
Yanuelva Etliana
Pengusaha
Suyatno
Bekas Kepala Cabang PT Adhi Karya Semarang
Ketua Majelis Hakim:
Noor Ediyono
Oei Sindhu Stefanus
Direktur Utama PT Karunia Prima Sedjati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo