SEPERTI diduga sebelumnya, akhirnya wanita cantik Vera Mewengkang, 40 tahun, janda Bambang Permadi Amirmachmud, luput dari ancaman lelang. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, R. Saragih, Jumat dua pekan lalu, ternyata membatalkan rencana lelang harta Vera dan seluruh peralatan kantor miliknya, PT Sarana Komputer Utama (SKU), dalam perkara melawan pengelola gedung Arthaloka. Sebab, "Penetapan sita jaminan sebelumnya tidak sah," kata Saragih. Pembatalan itu terasa begitu fantastis. Pasalnya, baru tiga hari sebelumnya pengadilan mengumumkan lelang itu untuk kedua kalinya lewat iklan di harian Berita Buana -- iklan pertama pada 24 Januari 1990. Dalam kedua iklan itu disebutkan bahwa 45 macam harta kekayaan PT SKU, termasuk rumah kediaman Vera di Jalan Imam Bonjol Nomor 9, Jakarta Pusat, akan dilelang pada Rabu pekan ini. Lelang itu dimaksudkan untuk melaksanakan keputusan pengadilan pada 22 Juni 1988, yang mengalahkan Vera. Ternyata, pengadilan berubah sikap. Tentu saja Vera gembira menyambutnya. "Saya merasa mendapat mukjizat," ucap ibu empat anak itu yang tampak jauh lebih muda dari usianya itu. Bahkan Vera, yang mengaku selaku pribadi tidak pernah mencabut permohonan bandingnya dalam perkara itu, kini bermaksud menuntut dikembalikannya seluruh kekayaan yang disita itu. Sementara itu, pengacaranya, O.C. Kaligis, tak menyia-nyiakan angin bagus itu. Ia pun menggelar iklan pembatalan tersebut melalui beberapa media pekan ini juga. Sebetulnya, perkara yang melibatkan nama Vera itu tak terlalu istimewa. Pada 22 Juni 1988, majelis hakim yang diketuai Gde Sudharta menghukum Vera selaku Direktur Utama PT SKU untuk membayar ganti rugi US$ 73.062,68 dan Rp 7.676.650 plus bunga 2% kepada tim manajemen Arthaloka. Sebab, menurut majelis, PT SKU terbukti sejak Maret 1988 tak membayar sewa ruangan berikut fasilitasnya di lantai 16 gedung Arthaloka. Karena PT SKU mencabut pernyataan bandingnya, keputusan itu pun menjadi berkekuatan tetap. Belakangan, pada 12 Juni 1989, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat -- waktu itu Gde Sudharta mengeluarkan penetapan sita jaminan atas harta Vera dan PT SKU. Karena Vera tak kunjung melaksanakan vonis tadi, pada 27 September 1989, pengadilan menetapkan akan melelang barang sitaan itu pada 28 Maret 1990. Rencana lelang inilah yang kemudian diiklankan. Tak sebagaimana iklan-iklan pengumuman lelang eksekusi, iklan untuk perkara Vera itu ternyata menggemparkan. Sebab, di antara barang yang akan dilelang itu, disebutkan sebuah foto Vera dengan seorang pejabat tinggi. Selain itu, rumah Jalan Imam Bonjol tadi, menurut Vera, sebenarnya milik Bambang Permadi, yang tak ada kaitannya dengan perkara itu. Vera sendiri menganggap penyitaan itu tidak sah. Sebab, sewaktu barang-barang PT SKU disita di gedung Arthaloka, ia tidak berada di situ. Barang-barang yang disita, katanya, juga jauh melebihi kerugian yang dituntut Arthaloka. Berdasarkan semua itu, pada 12 Maret lalu, melalui O.C. Kaligis, ia memprotes rencana lelang itu. Bekas suaminya, Bambang Permadi, juga mengajukan bantahan (verzet). Pengadilan memang menangguhkan lelang itu sampai ada penetapan lebih lanjut. Dalam penetapannya, Saragih hanya menyatakan bahwa penetapan sita jaminan tadi tak berkekuatan hukum lagi. Sebab, penetapan itu dibuat jauh setelah pokok perkaranya diputus dan bahkan setelah tergugat mencabut bandingnya. Sebab itu, penetapan lelangnya juga menjadi tidak sah. Tapi kenapa begitu cepat prosesnya? Baik R. Saragih maupun Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Monang Siringo-ringo, enggan memberikan penjelasan. "No comment," ujar kedua pejabat itu. "Nantilah suatu saat Anda akan tahu persoalan sebenarnya," kata Saragih. Sikap memilih diam juga ditunjukkan pihah Arthaloka. Tapi sebuah sumber di situ menilai penundaan -- bukan pembatalan, katanya -- itu hanya bersifat teknis dan sementara saja. "Pokok perkaranya kan sudah diputus berkekuatan tetap. Tapi kalau memang Vera bermaksud membayar semua utangnya, tentu akan lebih baik," kata sumber itu. Wakil Ketua Mahkamah Agung, Purwoto S. Gandasubrata, sebaliknya membenarkan tindakan bawahannya itu. Menurut Purwoto, seharusnya penetapan sita jaminan dikenakan sebelum pokok perkara diputus. "Kalau banding sudah dicabut, lantas perkaranya menjadi berkekuatan tetap, penetapannya bukan sita jaminan. Tapi otomatis menjadi penetapan sita eksekusi," kata Purwoto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini