MENELANTARKAN istri ternyata juga "dosa" di mata hakim. Nyonya Supiah, 70 tahun, yang sudah 37 tahun ditelantarkan suaminya, Imo Taruno, 75 tahun, Senin pekan lalu mendapat "obat luka". Majelis Hakim Pengadilan Negeri Wonosari, Yogyakarta, yang diketuai Moh. Iqbal Al Chamdani, menghukum Imo membayar biaya nafkah istrinya selama ditelantarkan itu sebesar Rp 1,5 juta. Kecuali itu, hakim juga menetapkan sita jaminan terhadap tanah seluas 1.500 m2 milik Imo. Sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, "Bagaimanapun hak wanita harus dilindungi, tak boleh disia-siakan," kata Hakim Iqbal, yang menganggap pasangan kakek-nenek itu masih terikat perkawinan sah. Perkara kilas balik yang langka itu bermula dari pernikahan gadis Supiah dengan perjaka Imo, di Desa Pengok, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta, pada 1949. Pasangan itu kemudian dikaruniai seorang bayi perempuan, Rukinem. Tapi, setengah tahun setelah itu, rumah tangga mereka oleng. "Karena ia tidak bekerja, ya, saya minta cerai," tutur Supiah, yang kini sudah ubanan. Tak lama "sorangan", Supiah dipersunting pemuda Harjopawiro. Tapi perkawinan kedua ini cuma berumur setengah tahun. Supiah kembali menjanda. Hatta, masih cerita di sekitar Desa Pengok, Supiah rujuk lagi dengan bekas suaminya, Imo. Pada 2 Februari 1953, pasangan ini menikah untuk kedua kalinya. Toh pertengkaran masih saja menggerogoti rumah tangga mereka. Supiah minggat, pulang ke ayah-ibunya. Sejak itu pula Imo tak peduli lagi. "Sampai sekarang tidak saya urusi, karena dia tak pernah kembali ke rumah saya," kata Imo, buruh tani yang kini sudah tua renta. Sejak itu pula, Supiah -- kini nenek lima cucu -- tak pernah lagi menerima biaya nafkah dari sang suami. Ia menghidupi diri dan seorang anaknya dengan bekerja sebagai buruh tani. Belakangan, setelah ubanan, Supiah ternyata membawa persoalan itu ke pengadilan. "Kalau terus-menerus tak diberi uang belanja, saya bisa tersiksa seumur hidup," dalih sang nenek. Sebab itu, ia menuntut ganti rugi biaya nafkah selama 37 tahun lalu, sebesar Rp 19,98 juta (Rp 1.500 x 360 x 37). Memang, Imo mengakui tudingan itu. Tapi kakek ini membantah jika ia dianggap suami yang tak bertanggung jawab. Sewaktu Rukinem menikah, misalnya, Imo memberikan seekor sapi dan almari. Lagi pula, "Supiah tak pernah mau menginjak rumah saya. Bagaimana saya mesti memberi uang belanja," kata Imo. Di persidangan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada kakek-nenek itu untuk berdamai. Tetap saja tak ada titik temu. Waktu itu, Supiah bersedia menurunkan tuntutannya menjadi Rp 2 juta. Tapi Imo cuma berani membayar Rp 300 ribu. Akhirnya, palu diketuk hakim. Imo dihukum untuk membayar ganti rugi Rp 1,5 juta saja. Sebab, menurut majelis, penghasilan Imo diperkirakan cuma Rp 300 sampai Rp 500 per hari. Selain itu, Imo diaggap tak punya harta sebanyak tuntutan Supiah itu. Mendengar keputusan itu, wajah Supiah tampak berseri-seri. "Tak soal berapa pun uangnya, yang penting saya menang," komentar si nenek. Sebaliknya, Imo menyatakan naik banding. "Saya tak menelantarkan istri. Ia yang minggat dari rumah," ujarnya. Laporan Heddy Lugito (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini