PADA awalnya sulit memperkenalkan lembaga pendidikan ini. Ketika dibuka tahun 1981, hanya beberapa gelintir peminatnya. Tapi sekarang, lembaga pendidikan yang mencetak ahli pialang ini kebanjiran peminat. Kampusnya, yang terletak di Jalan Purnawarman, Jakarta, selalu ramai oleh calon-calon mahasiswa. Itu terjadi seirama dengan berfungsinya pasar modal sejak tahun lalu. Banyaknya perusahaan yang go public dan hidup suburnya pasar modal membuat banyak hadirnya perusahaan yang bergerak di bidang bursa efek. Untuk itulah ahli pialang dibutuhkan. Orang-orang yang akan bekerja sebagai perantara perdagangan efek, yang menghubungkan penjual dan pembeli efek atau surat berharga, antara lain saham. Lembaga pendidikan ahli pialang itu berada di bawah Balai Pendidikan Latihan Kerja (BPLK) Departemen Keuangan. BPLK itu sebetulnya membawahkan pusat-pusat pendidikan pelatihan (Pusdiklat), yaitu: Anggaran, Pajak, Bea Cukai, Keuangan Umum, Kepegawaian, dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Sedangkan pendidikan ahli pialang itu berada di bawah Pusdiklat Keuangan Umum. Lembaga pendidikan itu resminya bernama: Penataran Perantara Perdagangan Efek (P3E). P3E itu muncul, kata Drs. Agus Salam, Kepala Pusdiklat Keuangan Umum, karena adanya instruksi Pemerintah kepada Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) untuk mengembangkan kegiatan di bursa saham. Bapepam kemudian mempersiapkan sarana dan prasarana. Termasuk P3E. Kurikulum P3E disusun bersama oleh BPLK, Bapepam, dan PPUE (Persatuan Pedagang Uang dan Efek). Ketika kegiatan di pasar modal masih seret, "Peserta pendidikan pialang masih sedikit. Kebanyakan mereka dikirim oleh peusahaan-perusahaan," kata Salam. Hingga tahun 1988, menurut alumnus Fakultas Ekonomi UGM itu, P3E cuma menyelenggarakan satu kelas untuk menampung 40 orang. Jadwal pendidikannya sekali dalam setahun, selama empat bulan. Perkembangan bursa saham, ternyata, makin menggairahkan. Dari 43 perusahaan pialang di masa sebelum boom Desember 1988, kini membengkak hingga 106 perusahaan. Lihat saja, lantai bursa diserbu oleh investor kakap dan juga investor teri orang-orang yang gemar mengadu nasib di bursa saham. Semua kesibukan itu membuat ahli pialang semakin dibutuhkan dalam jumlah yang memadai. Lembaga seperti P3E pun dilirik orang. Tahun lalu kelasnya hanya satu, tapi mulai tahun ini jumlah kelas ditingkatkan menjadi tiga. Daya tampung setiap kelas juga ditingkatkan dari 40 orang menjadi 50 orang. Masa pendidikan pun diperpendek menjadi 3,5 bulan. Toh, "kursus" yang mengutip uang kuliah Rp 850.000 itu tetap tak mampu menampung seluruh peminat. Tahun lalu saja, dari 1.000 orang lebih pelamar, yang diterima hanya 300 orang. Dan mereka yang diterima itu pun harus antre sesuai dengan jadwal karena tak bisa ditampung sekaligus. Sekarang, pesertanya tak cuma dari kiriman perusahaan saja, tapi juga perorangan. "Jumlah peserta perorangan 20-30 persen dari total peserta," kata Salam. Yang diterima adalah tamatan SMA yang mempunyai pengalaman bekerja di pasar modal minimal dua tahun. Sebab, kalau hanya tamatan SMA, kata Kepala P3E itu, mereka akan menemui kesulitan dalam beradaptasi. Jika tanpa pengalaman, syaratnya harus sarjana. Tentu saja harus lulus testing dan wawancara. Ketentuan ini baru ada setelah peminat P3E ini membludak. Mulai tahun lalu diperkenalkan simulasi tentang permainan di lantai bursa. "Dulu peserta cuma melihat ke Bapepam, lalu pulang. Sekarang setelah ada simulasi peserta bisa melihat, mengerjakan, dan melaporkan hasil kerjanya. Itu latihan bagus buat mereka," kata Salam. Ada 14 mata kuliah yang harus ditempuh, yang dibagi dalam tiga unsur: dasar, pokok, dan penunjang. Di dalam kelompok dasar diberikan dasar-dasar pengetahuan tentang dunia pasar modal, juga termasuk kode etik pialang. Di dalam unsur pokok, para calon pialang itu diajar membuat analisa investasi dari laporan keuangan. Sedangkan di dalam unsur penunjang, para peserta juga dibekali pengetahuan tentang peraturan-peraturan, yang menyangkut pasar modal dan hukum perpajakan, misalnya. Dosen-dosen umumnya datang dari Bapepam, tapi ada juga yang dari UI. "Cuma, karena mereka itu umumnya pejabat, tak semuanya terampil mengajar dan bisa mengatur waktu dengan baik. Kendala ini yang selalu kami hadapi. Upaya untuk memperbaiki memang ada. Seorang dosen, misalnya, lebih baik mengajar di dua kelas daripada mengajar dua mata pelajaran," kata Salam. Tentang lulusannya? Pihak P3E tak mengatur penempatan. Namun, kata Salam, banyak perusahaan mengincar calon-calon pialang itu. Soalnya, "Syarat untuk menjadi pialang harus mempunyai sertifikat dari P3E," katanya. Sampai saat ini P3E sudah memasuki angkatan ke-12, dan sudah menelurkan sekitar 400 lulusan. Alumnus P3E ini tentu tak sulit mencari kerja. Eko Teguh Santoso, salah satu contohnya. Alumnus P3E yang sarjana teknik sipil itu sebulan sebelum lulus sudah menerima tawaran bekerja di PT Penta Sena Arta Santosa, per usahaan yang bergerak di bidang broker, perdagangan saham, dan underwriting. "Setelah lulus, saya ditanya, apakah saya siap bekerja. Langsung saya jawab anytime," kata Eko. "Saya berani menggantung karier di sini. Profesi ini punya prospek yang bagus," katanya lagi. Ada perusahaan yang menggaji seorang pialang yang belum berpengalaman sekitar Rp 750.000 sebulan. Rasa optimistis juga ada pada Alfari Narinda. Alumnus FE UNS Surakarta itu sekarang menjadi peserta angkatan ke-12 P3E. Selama pendidikan, katanya, kalaupun ada kendala, adalah mangkirnya beberapa dosen. Tapi itu pun cepat tertanggulangi karena, "Ada saja dosen lain yang kemudian menggantikannya," katanya. "Kalau saya sudah memiliki sertifikat, tentu lebih gampang mengembangkan diri." "Saya percaya pada kualitas pendidikan P3E," kata Sediartono, Dirut PT Aksara Kencana, salah satu perusahaan perdagangan saham. Terhadap lulusan P3E itu, Ketua Bapepam Marzuki Usman berkomentar kepada Yopie Hidayat dari TEMPO: "Sementara ini kita anggap mereka memiliki kualifikasi profesional untuk pialang." Gatot Triyanto dan Sri Pudyastuti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini