Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Wajah lain si penyelundup

Frans limasnax yang pernah divonis hukuman percobaan dalam kasus penyelundupan, akan diajukan ke pengadilan karena mempunyai paspor palsu. ia diperiksa kejaksaan tinggi jakarta.

20 Mei 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJARAH peradilan Indonesia akan tetap mencatat nama Frans Limasnax, 37 tahun. Setelah mengundang reaksi keras para aparat hukum -- termasuk dari Presiden sendiri -- karena divonis percobaan dalam kasus penyelundupan, ia akan diajukan ke meja hijau lagi dengan lakon baru: pemalsuan paspor. Frans, yang dikenal pula sebagai pemilik PT Segatrans Persada, diduga memiliki paspor lebih dari satu. Sedikitnya, seperti kini tengah diusut oleh kejaksaan dan imigrasi, bekas buron kasus penyelundupan itu punya paspor ganda atas nama Frans Limasnax dan Tan Tek Siong. "Paspornya saja dua buah, dan tidak satu pun memakai nama Indonesia. Apa yang begitu tak patut dicurigai kejujurannya?" kata Sukarton Marmosudjono, sewaktu berceramah tentang penyelundupan di Universitas Brawijaya, Malang, Maret lalu. Jaksa Agung mengungkapkan hal itu dengan nada kesal karena Frans hanya dihukum percobaan atas tuduhan yang dianggap terbukti menyelundupkan 2.120 kantung berisi kaset video, karpet, dan barang mewah lainnya. Kepala Humas Kejaksaan Agung, Soeprijadi, membenarkan soal dua buah paspor Frans. "Paspor itu diduga keras tumpang tindih. Yang satu belum mati, ada lagi paspor lainnya, dengan ganti nama," katanya. Menurut Soeprijadi, kasus itu kini sedang diperiksa polisi, dibantu imigrasi. Muslihat paspor ganda milik Frans, kabarnya, tersingkap sewaktu buron itu ditangkap oleh seorang perwira keamanan Kejaksaan Agung, Yon Artiono Arbai. Ketika itu, Juli 1988, Frans dibekuk di rumahnya yang resmi, Jalan Rajawali Selatan 10, Jakarta. Dari tangan buron itu, konon Yon memperoleh dua buah paspor, masing-masing atas nama Frans Limasnax -- dikeluarkan oleh Imigrasi Jakarta Timur, pada tahun 1973 -- dan Tan Tek Siong dari Imigrasi Medan -- yang dikeluarkan pada 21 Juni 1988. Tapi menurut sebuah sumber TEMPO, sebetulnya tak hanya dua paspor itu yang pernah dikantungi Frans. Dari KBRI di Singapura, konon, pernah juga dikeluarkan sebuah paspor atas nama Frans Limasnax, pada 6 Desember 1984. Sementara itu, dikabarkan dari KBRI di Den Haag, Belanda, pada 3 Juni 1983 juga dikeluarkan paspor atas nama Frans Limasnax. Paspor ini berlaku sampai 3 Juni 1985. Padahal, kata sumber di atas, paspor ini sebetulnya jatah untuk Departemen Luar Negeri, yang dikirim ke Den Haag pada 16 September 1982. Dirjen Imigrasi, Ronny Sikap Sinuraya, menyatakan bahwa pihaknya hanya "menggenggam" dua buah paspor, masingmasing atas nama Frans Limasnax dari Imigrasi Jakarta Timur dan Tan Tek Siong dari Imigrasi Medan. "Kedua paspor itu diduga kuat bisa diperoleh dengan memalsu identitas si pemohon," kata Ronny. Sebab itu, Frans bisa diancam hukuman enam tahun penjara, karena pemalsuan. Akan halnya Frans Limasnax, hingga pekan ini sukar dihubungi siapa saja. Pengacaranya, Imam Sandjaja, dari kantor Pengacara S. Wairo, hanya mengatakan, Frans merencanakan hadir dalam sidang di Pengadilan Tinggi Senin depan. Soal paspor ganda itu, Imam mengaku sudah tahu sejak kasus Frans diadili. Tapi, "Frans belum menunjuk kami untuk menjadi pengacara dalam kasus paspor ini," katanya. Di kalangan aparat hukum, Frans memang bukan tokoh baru. Menurut catatan, kata Kepala Humas Kejaksaan Agung Soeprijadi, awal tahun 1970-an, Frans pernah terlibat dalam kasus pembobolan dana Rp 500 juta milik PT Bank Pensiunan Militer di Medan. Perbuatan itu dilakukannya bersama kakaknya, Tan Tek Gan, yang menjadi direktur utama bank itu. Kasus Frans yang divonis hukuman percobaan itu kini memang masih diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Jakarta. Sebelumnya, buron yang diketahui mondar-mandir Jakarta-Singapura itu juga pernah eercatat dalam sejarah peradilan yaitu mengajukan banding -- lewat pengacaranya -- atas vonis Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memeriksanya secara in absentia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus