Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hak Asisi Manusia (HAM) Mugiyanto ikut menandatangani spanduk petisi penolakan Proyek Strategis Nasional (PSN) saat hadir di Deklarasi Merauke pada Jumat 14 Maret 2025 di Petrus Vertenten Center, Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kehadiran mantan aktivis 98 itu disambut dengan poster penolakan PSN oleh masyarakat. Mugi sebelumnya hendak masuk ke aula utama untuk mengikuti Deklarasi Merauke. Namun beberapa masyarakat memintanya untuk tanda tangan petisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah itu Mugi juga ditodong pertanyaan oleh salah satu masyarakat tentang PSN yang mengancam keberadaan masyarakat suku asli Papua Selatan yakni Malin. Dia menjawab bahwa kedatangannya ke Merauke ini memang untuk memastikan agar pembangunan itu berjalan sesuai kaidah (HAM).
"Ya terima kasih saya datang ke sini jauh-jauah memang untuk memastikan jika pembangunan di tanah Papua ini tidak melanggar HAM. Namun untuk PSN tentu tidak bisa dihentikan, tapi saya akan pastikan itu berjalan tidak melanggar HAM, " ucapnya kepada masyarakat.
Sementara itu saat jumpa pers usai Deklarasi Merauke, Mugi menyatakan, jika untuk jaminan militerisasi di Tanah Papua, tentu tidak bisa. "Saya tidak bisa jamin perihal militerisasi, " katanya.
Namun di sisi lain, Dia akan membawa aspirasi ini untuk disampaikan kepada pemerintah pusat yakni Presiden Prabowo. "Kami akan sampaikan semua keluhannya masyarakat ini kepada bapak Presiden, " ucapnya.
Selain Wamen HAM, Ketua Komisi Nasional HAM Atnike Nova Sigiro juga membubuhkan tanda tangannya dalam petisi penolakan PSN tersebut.
Atnike mengatakan sepanjang 2020-2023, lembaganya menerima 114 kasus aduan terkait dengan PSN yang diduga kuat melanggar HAM dalam berbagai bentuk. Kasus tersebut sejumlah rekomendasinya juga telah disamapikan kepada kementerian dan lembaga bersangkutan.
“Pada kenyataannya rekomendasi Komnas HAM tidak selalu diikuti, tetapi sangat penting untuk membuat rekomendasi. Sebab kalau tidak, kami tidak melanjutkan apa yang menjadi keluhan masyarakat kepada pemerintah atau kepada pihak yang bertanggung jawab,” katanya.
Di sisi lain, lanjut Atnike, sebagai Komnas HAM, lembaganya perlu meminta maaf kepada masyarakat jika dirasa tak cepat dalam menghasilkan rekomendasi. Sebab, kata dia, kasus-kasus yang diadukan acapkali lebih terkait dengan kebijakan, bukan dengan penegakan hukum.