Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Yang Menuntut pun Tak Punya Bukti

28 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak awal memimpin DKI Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama bertekad membenahi aset pemerintah DKI. Pembenahan itu dilakukan karena melihat amburadulnya sistem pendataan aset, terutama lahan, milik pemerintah DKI. Basuki, wakil gubernur yang biasa dipanggil Ahok, juga memerintahkan jajarannya mengawasi dan memagar lahan-lahan milik DKI yang tak ada bangunannya agar tak diserobot dan diduduki mereka yang tak memiliki hak.

Hingga kini DKI menghadapi 18 perkara yang berkaitan dengan sengketa tanah. Sebagian di antaranya masih "bertempur" di level pengadilan tingkat pertama dan lainnya sudah naik hingga di tingkat Mahkamah Agung. Berikut ini wawancara wartawan Tempo Yuliawati, Jajang Jamaludin, dan Febriyan dengan Basuki tentang aset DKI yang hilang itu.

Pada awal pemerintahan, Anda menyatakan akan segera melakukan inventarisasi terhadap aset, terutama lahan, milik DKI. Sekarang bagaimana hasilnya?

Sedang dikerjakan. Sedang kami sensus aset-aset tersebut. Targetnya selesai tahun ini. Kami sedang merancang dan memproses aset elektronik atau e-asset sehingga tak bisa lagi dimainkan. Persoalan di DKI ini kan organisasi begitu besar dan pejabatnya berganti-ganti. Yang terjadi di DKI, pemerintah DKI sering kalah saat beperkara. Itu karena, saat diminta membuktikan kepemilikan lahan, kami tak memiliki bukti. Tapi, lucunya, yang menuntut kami pun tak bisa membuktikan kepemilikannya. Jadi sepertinya ada mafia tanah. Lapangan Monas saja tak punya sertifikat. Jadi, bila ada yang menuntut Monas, kami juga bisa kalah.…

Apakah inventarisasi itu bisa meminimalkan "permainan?"

Begini, urusan Jakarta itu begitu pelik. Menurut saya, Presiden harus campur tangan. Ya, semestinya ada semacam peraturan pemerintah atau semacamnya yang mengatur soal sertifikat tanah negara. Pertanyaannya, apakah tanah negara perlu ada sertifikat? Gedung tua yang menjadi cagar budaya dan sekolah banyak yang tak memiliki sertifikat,

Seberapa banyak lahan pemerintah provinsi yang sudah disertifikatkan?

Sangat sedikit, sekitar 30 persen. Sebenarnya perlu tidak sih pemerintah provinsi mengajukan sertifikat? Perlu dana besar untuk mengurus sertifikat dan pemerintah daerah. Bahkan seluruh Indonesia tak punya anggaran untuk hal demikian. Ini belum lagi terhambat masalah pengukuran.
Sewaktu menjadi anggota DPR, saya bergabung dengan panitia kerja sengketa tanah. Badan Pertanahan Nasional dan pemerintah provinsi sama-sama bagian dari negara. Menurut saya, bukankah bisa dibikin aturan sehingga pemerintah tak perlu melakukan sertifikat untuk sesuatu yang berupa aset negara? Ini, misalnya, berupa surat pernyataan dari pemerintah. Sekarang jalan-jalan pun perlu sertifikat dan yang belum bersertifikat tak bisa diakui sebagai aset. Bila semua disertifikatkan, lantas ini semua harus memakai uang siapa?

Dan yang terjadi kini ada yang menggugat lahan DKI padahal mereka tak memiliki sertifikat itu?

Iya, DKI bisa kalah dan lucunya memang yang menggugat tidak punya sertifikat dan menang.

Jadi, menurut Anda, bagaimana mengatasi persoalan lahan di DKI yang rawan digugat?

Kunci masalah ini sebenarnya di Presiden. Harus ada ketegasan. Harus ada garis yang jelas. Ada aturan, misalnya, tanah girik mendapat ganti rugi 80 persen. Pengertian tanah girik, intinya Anda harus garap tanah itu baru disebut sebagai tanah garapan. Bukan karena nenek moyang Anda pernah menggarap dengan bukti garapan, sementara tak jelas titik koordinatnya ada di mana. Tidak bisa begitu….

Sumber kami menyebutkan salah satu kekalahan DKI di pengadilan dalam sengketa lahan karena rendahnya kualitas biro hukum Anda….

Pokoknya kalau ada oknum yang terbukti bermain pasti saya pecat. Itu pula sebabnya sekarang kami merancang e-asset. Semua dibuat secara elektronik sehingga semua orang Jakarta bisa melihat aset DKI mana saja. Kalau sekadar taruh di laci dan ganti orang, bukan mustahil semua dokumen bisa hilang. Emang pimpinan menghitung terus ada berapa asetnya? Untuk hal demikian memang lebih baik dititipkan ke bank atau ke safe deposit box. Masalahnya, safe deposit box pun bisa dicolong. Ini memang masalah mental. Jadi lebih baik orang lain agar kita semua bisa lihat bersama. Data dibuka secara elektronik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus