PERKARA kriminil rupanya bisa juga "tidur" di meja pengadilan.
Begitu istilah hakim Abunasor, dari Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, untuk penundaan tanpa batas waktu bagi pemeriksaan
perkara pembunuhan pastor Eric v Constable. Pendeta gereja
Anglikan yang berasal dari Australia ini meninggal pada umur 64
tahun dalam suatu pembunuhan di pastoran Menteng Raya Jakarta, 3
tahun berselang. Tertuduhnya, Hasyim Yahya, 37 tahun, berasal
dari Surabaya, memang pernah beberapa kali dihadapkan ke
pengadilan menjelang akhir tahun lalu. Namun sejak sidang
terakhir, 19 Oktober, proses peradilan dihentikan tanpa
keterangan.
Dari sumber-sumber TEMPO, misalnya pembela tertuduh sendiri,
Adnan Buyung Nasution, menyebutkan bahwa perkara Hasyim telah
dipeti-eskan alias dideponir oleh Jaksa Agung. Yaitu, katanya,
dengan pertimbangan keamanan: Untuk menjaga kerukunan beragama.
Sebab, seperti ternyata, penyidangan Hasyim dihadiri oleh banyak
pengunjung yang cukup mengkhawatirkan dari segi keamanan.
Suasananya panas. Ada spanduk dengan tulisan yang bisa membakar
sentimen kalangan beragama tertentu. Ada pidato Hasyim di kantin
pengadilan, yang berapi-api dan dapat dinilai menjurus ke
fanatisme. Juga, sampai ada acara pengumpulan dana spontan dari
hadirin sidang, untuk menunjukkan rasa simpati bagi Hasyim.
Tertuduh sendiri pun sempat menyatakan: Hasil pengumpulan dana,
berupa uang Rp 60 ribu dan beberapa arloji, akan diserahkan
"untuk membantu perjuangan kaum muslimin di Filipina Selatan"
(TEMPO, 12 Nopember 1977).
Menurut Buyung, pembekuan perkara Hasyim, juga berhubungan
dengan usaha pemeti-esan perkara lain: tertuduh Yusuf Roni.
Yusuf, tertuduh perkara subversif, ialah pemeluk agama Kristen
-- eks Islam. Ia dituduh telah menyebarluaskan
ungkapan-ungkapannya, yang dianggap memutar-balikkan ajaran
Islam dalam berbagai pidato di beberapa gereja. Juga melalui
kaset rekaman yang banyak beredar. Ia ditahan, selama ini, di
Surabaya -- setelah pidato di sana sini di Jawa Timur dan
mendapat protes keras dari umat Islam di sana.
Seperti juga Hasyim, tertuduh ini juga telah minta bantuan hukum
kepada Buyung. Tapi kabarnya pihak Pemda Surabaya tak dapat
menjamin keamanan bagi berlangsungnya peradilan perkara Yusuf di
sana. Berbahaya. Dikhawatirkan pengadilan Yusuf akan diserbu
oleh orang-orang yang merasa dendam dan sakit hati oleh
pidato-pidatonya.
Di antara yang sakit hati adalah Hasyim Yahya. Pidato Yusuf
memang tidak beres. Misalnya, dalam salah satu rekaman pidatonya
ia ada menyebut dirinya sebagai Yusuf Ar -- itu tokoh demonstran
'66, yang dalam kenyataannya tak ada hubungan apapun dengan
dirinya. Juga salah satu ungkapan dalam agama Islam, yang
menyatakan antara lain "tuntutlah ilmu walau sampai ke Negeri
Cina", diputarbalikkan menjadi: "Tuntutlah ilmu, tapi jangan ke
negeri Cina," (disebutkannya, sebagai ada rasa sentimen Islam
terhadap Cina).
Yusuf Roni adalah anak seorang haji dan berpendidikan madrasah
di Sumatera Selatan. Suatu ketika, di salah sebuah kota di Jawa
Barat, ia berurusan dengan polisi. Sampai ia pernah dihukum 8
buran penjara untuk suatu perkara penggelapan. Ketika di dalam
penjara itulah ia mulai berkenalan dengan agama Nasrani dari
missi Advent.
Orang Indonesia
Keluar dari penjara ia sudah berganti agama. Anak isterinya juga
diajak berganti agama. Sesudah itu ia berkeliling ke berbagai
tempat dan gereja untuk berkhotbah -- terutama tentang ajaran
Islam yang tak dapat diimaninya. Cuma, begitu berbagai kaset
rekaman membuktikan, pidatonya tidak beres. Ia berurusan dengan
yang berwajib. Terakhir, di muka jaksa pemeriksa, Yusuf
menyadari kekeliruannya dan berkata: "Saya sekarang menyadari,
bahwa saya adalah orang Indonesia yang kebetulan beragama
Kristen -- bukan orang Kristen yang tinggal di Indonesia."
Baik perkara Yusuf maupun Hasyim, menurut Buyung, jika
diteruskan ke pengadilan akan membawa akibat yang tak
menguntungkan. "Tidak hanya keamanan pisik," kata Buyung, "tapi
bisa mempengaruhi ketenteraman umum." Arman Abdurahman SH
pembela LBH, juga menyatakan: "Pengadilan hanya akan berarti
mengorek koreng lama -- tak baik bagi semua penganut agama Islam
maupun Kristen."
Itulah sebab beberapa waktu lalu, lari sana sini timbul usul
agar Jaksa Agung mendeponir saja perkara Yusuf dan Hasyim.
Bahkan kabarnya (yang sebelumnya tak dibantah oleh yang
berwajib) antara Buyung, Jaksa Agung, Kopkamtib dan beberapa
ulama Islam dan Kristen telah tercapai kesepakatan untuk
melaksanakan hal itu. Hasyim, direncanakan untuk dikirim ke
Timur Tengah, sedang Yusuf ke Roma.
Namun bulan lalu Jaksa Agung membantahnya. "Tidak pernah ada
usul dari siapapun agar kedua perkara itu dibekukan," kata Ali
Said. Kegiatan untuk melanjutkan perkara Yusuf sudah mulai
tampak. Yusuf Roni telah diterbangkan dari Surabaya dan sudah
mulai diurus oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sejak bulan
April lalu.
Hakim Abunasor juga telah bersiap-siap menyidangkan kembali
Hasyim Yahya. Jaksa Penuntut sudah diperintahkan agar membawa
kembali tertuduh ke pengadilan. Sebab, kata Abunasor, perkara
"bukan dibekukan, tapi cuma ditidurkan saja."
Buyung sendiri belum begitu yakin. Sebab ia merasa usahanya
untuk membereskan kedua perkara rawan itu berhasil. Atau,
"mungkinkah pemerintah sudah merasa mampu mengatasi keadaan?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini