KAUM buruh biasanya mengancam mogok karena menuntut perbaikan
nasib. Tidak demikian halnya minggu lalu di PT Perusahaan Bir
Indonesia (PBI) yang mempunyai hampir 1200 karyawan. "Sungguh
aneh Serikat Buruh di sini," kata pihak direksinya.
Hal aneh itu berasal dari rencana mutasi dua manajer berbangsa
asing: W. Dijkstra (bagian brewery, produksi) dan F.G. Wolf
(pemasaran). Pihak karyawan menuntut supaya keduanya
dipertahankan sampai tiga tahun lagi. Sebaliknya, pihak direksi
mau mengganti mereka dengan tenaga pribumi, sesuai dengan
program "Indonesiasi" yang berjalan sejak 1975. Jumlah tenaga
asing di sana yang tadinya 25, kini tinggal 6, dan diharapkan
bersisa 4 bila Dijkstra dan Wolf pergi.
"Tidak semua karyawan -- kurang lebih 17 saja yang menjadi
pengurus SB dan beberapa manajer -- yang tidak menyetujui
kebijaksanaan direksi," kata Sudarso Martonagoro, managing
director, pensiunan Brigjen (Pol) Sudarso bersama J.J.E. Cronin
(berkebangsaan Irlandia), Katik Saroso, bekas dubes RI di
Swedia, memimpin PT BRI, yang mempunyai dua pabrik bir,
masing-masing di Tangerang dan Surabaya. Sebagai perusahaan PMA,
ia dimiliki oleh perusahaan Heinekens dari negeri Belanda (71%),
investor Belgia (19%) dan Indonesia (10%).
PT BRI kini menghasilkan 6000 krat bir merek Bintang tiap hari,
terbesar dari semua produsen minuman itu di Indonesia.
Sengketanya dengan pihak SB-nya sudah berlangsung 2 bulan, dan
suah digarap oleh P4 Pusat, badan arbitrase resmi. SB-nya juga
memperjoangkan program "Indonesiasi" tapi mencurigai
pengangkatan orang oleh pimpinan perusahaan sebagai "menekan"
pihak karyawan. Sebagai pengganti Dijkstra, misalnya, direksi
mengangkat J.A. Mahulete, tenaga berpengalaman tapi kurang
populer di kalangan SB.
Dua serangkai Dijkstra dan Wolf, menurut penilaian SB, telah
berjasa sampai perusahaan bisa menguasai 55% dari seluruh
pasaran bir di Indonesia. Sisanya terutama dipegang Anker Bir
dan San Miguel.
Pajak cukai, PPs dan PPn yang disetor PT PBI ke kas negara tahun
lalu sebesar Rp 7,6 milyar, naik Rp 400 juta dari 1976. Melihat
angka sebesar itu, P4 Pusat tentu akan mencegah sesuatu
pemogokan. Tambahan pula, pemogokan masih dilarang secara resmi
tapi tidak jelas apakah larangan itu berlaku untuk perusahaan
bir.
Terlepas dari soal apakah SB di PT PBI cukup serius dengan
ancamannya untuk mogok, ia mengagetkan sekali. Kedutaanbesar
Belanda ternyata telah turun tangan. Pers luar negeri telah
memberitakannya pula karena kaitannya dengan Heinekens memang
bernilai berita.
"Masalahnya hanya sepele," kata direksinya lagi. "Mereka lucu
mempertahankan orang asing yang justru masa tugasnya sudah
habis. Soal gaji tidak menjadi problim mereka. Gaji di PT PBI
termasuk besar di kalangan PMA."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini