Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ini Ancaman Baru

Serikat buruh di PT Perusahaan Bir Indonesia mengancam mogok sehubungan dengan rencana mutasi dua manajer berbangsa asing. Masalahnya ditangani oleh p4 pusat. (eb)

3 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAUM buruh biasanya mengancam mogok karena menuntut perbaikan nasib. Tidak demikian halnya minggu lalu di PT Perusahaan Bir Indonesia (PBI) yang mempunyai hampir 1200 karyawan. "Sungguh aneh Serikat Buruh di sini," kata pihak direksinya. Hal aneh itu berasal dari rencana mutasi dua manajer berbangsa asing: W. Dijkstra (bagian brewery, produksi) dan F.G. Wolf (pemasaran). Pihak karyawan menuntut supaya keduanya dipertahankan sampai tiga tahun lagi. Sebaliknya, pihak direksi mau mengganti mereka dengan tenaga pribumi, sesuai dengan program "Indonesiasi" yang berjalan sejak 1975. Jumlah tenaga asing di sana yang tadinya 25, kini tinggal 6, dan diharapkan bersisa 4 bila Dijkstra dan Wolf pergi. "Tidak semua karyawan -- kurang lebih 17 saja yang menjadi pengurus SB dan beberapa manajer -- yang tidak menyetujui kebijaksanaan direksi," kata Sudarso Martonagoro, managing director, pensiunan Brigjen (Pol) Sudarso bersama J.J.E. Cronin (berkebangsaan Irlandia), Katik Saroso, bekas dubes RI di Swedia, memimpin PT BRI, yang mempunyai dua pabrik bir, masing-masing di Tangerang dan Surabaya. Sebagai perusahaan PMA, ia dimiliki oleh perusahaan Heinekens dari negeri Belanda (71%), investor Belgia (19%) dan Indonesia (10%). PT BRI kini menghasilkan 6000 krat bir merek Bintang tiap hari, terbesar dari semua produsen minuman itu di Indonesia. Sengketanya dengan pihak SB-nya sudah berlangsung 2 bulan, dan suah digarap oleh P4 Pusat, badan arbitrase resmi. SB-nya juga memperjoangkan program "Indonesiasi" tapi mencurigai pengangkatan orang oleh pimpinan perusahaan sebagai "menekan" pihak karyawan. Sebagai pengganti Dijkstra, misalnya, direksi mengangkat J.A. Mahulete, tenaga berpengalaman tapi kurang populer di kalangan SB. Dua serangkai Dijkstra dan Wolf, menurut penilaian SB, telah berjasa sampai perusahaan bisa menguasai 55% dari seluruh pasaran bir di Indonesia. Sisanya terutama dipegang Anker Bir dan San Miguel. Pajak cukai, PPs dan PPn yang disetor PT PBI ke kas negara tahun lalu sebesar Rp 7,6 milyar, naik Rp 400 juta dari 1976. Melihat angka sebesar itu, P4 Pusat tentu akan mencegah sesuatu pemogokan. Tambahan pula, pemogokan masih dilarang secara resmi tapi tidak jelas apakah larangan itu berlaku untuk perusahaan bir. Terlepas dari soal apakah SB di PT PBI cukup serius dengan ancamannya untuk mogok, ia mengagetkan sekali. Kedutaanbesar Belanda ternyata telah turun tangan. Pers luar negeri telah memberitakannya pula karena kaitannya dengan Heinekens memang bernilai berita. "Masalahnya hanya sepele," kata direksinya lagi. "Mereka lucu mempertahankan orang asing yang justru masa tugasnya sudah habis. Soal gaji tidak menjadi problim mereka. Gaji di PT PBI termasuk besar di kalangan PMA."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus