Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Yang Remaja Divonis Berat

Hakim Titi Nurmala dari pengadilan negeri Medan memvonis berat bagi dua remaja yang membunuh Abdul Khalik Ansari, 13. LBH Medan meminta agar hukuman diringankan. Tapi, dua pelaku dianggap kejam.

7 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALI ini vonis berat dijatuhkan hakim kepada remaja di bawah umur. Di sidang tertutup Pengadilan Negeri Medan, Rabu dua pekan lalu, Hakim Titi Nurmala menjatuhkan hukuman, tak kepalang tanggung, kepada Deri -- berusia 17 tahun -- 17 tahun penjara. Empat hari sebelumnya Toni, 15 tahun, teman Deri -- keduanya nama samaran -- mendapat bagian dari hakim yang sama, hukuman 13 tahun penjara. Kedua remaja itu terbukti membunuh seorang anak Abdul Khalik Ansari, 13 tahun, hanya untuk mengambil sepeda BMX korban. Tak sekadar itu kesalahan mereka sehingga hakim memvonisnya dengan hukuman berat. Mereka dianggap hakim melakukan pembunuhan sadistis yang melebihi kejahatan banyak pembunuh dewasa. Bayangkan, kedua remaja ini membunuh Ansari dengan cara melilitkan seutas tali ke leher korban. Lalu, dari arah berlawanan mereka menyentakkan tali itu sehingga kaki korban menggelepar. Korban baru tak bergerak lagi setelah tengkuknya dipukul dengan kayu beroti. Karena mengira murid kelas I SMP itu telah mati, mereka menyembunyikannya di bawah semak-semak. Ternyata, Ansari masih hidup. Dua hari kemudian, kedua remaja itu melihat tubuh korban masih menggeliat-geliat. Setelah melihat pemandangan itu, kedua remaja tadi malah menggebuki kepala Ansari dengan kayu beroti hingga korban tewas seketika. Sebulan kemudian tubuh Ansari ditemukan penduduk dalam keadaan membusuk. Kejahatan itu, hebatnya, direncanakan kedua remaja itu dengan matang. Pada 25 Februari 1989, Toni mencegat dan minta uang Ansari secara paksa di kawasan Sunggal, Medan. Ketika bocah itu ketakutan, tiba-tiba muncul Deri. "Dewa penolong" itu membentak Toni -- padahal ini cuma sandiwara -- sehingga anak nakal itu pergi menghindar. Kejadian itu membuat Ansari menaruh simpati kepada Deri. Dengan cepat mereka jadi akrab. Dengan sukarela Ansari mengantarkan Deri ke sekolahnya, sebuah SMEA di kawasan itu. Tiba di sebuah tempat sepi, dekat SD Titi Bobrok, sandiwara itu berakhir. Tiba-tiba Deri menuduh Ansari pernah memukuli adiknya. Nah, saat itulah Toni, yang dari tadi membuntuti mereka, muncul membawa tali plastik. Dengan cepat Deri melilit leher korban dengan tali plastik itu. Cincin dan jam tangan korban pun mereka lucuti. Ansari, yang meratap minta dilepaskan, tak mereka pedulikan. Lebih dari penjahat dewasa mereka menghabisi Ansari, yang anak tunggal itu, di situ. Sadisme itulah yang menjadi pertimbangan utama Hakim Titi memvonis berat mereka. Hakim itu sangat yakin kedua remaja itu tak mungkin lagi bisa bertobat. Dalam persidangan, memang, terungkap bahwa mereka kerap ngompas duit di jalanan dan pernah tiga kali merampas sepeda mini dan menjualnya. Sepeda BMX milik Ansari pun itu malah mereka jual cuma seharga Rp 9 ribu. "Sekiranya mereka sudah dewasa, pasti saya hukum mati," kata Titi kepada TEMPO. Keyakinan majelis itu tak tergoyahkan, sekalipun oleh permintaan pembela. Sebelumnya Pengacara Syafaruddin dari LBH Medan meminta agar kliennya yang masih belia diperlakukan sesuai dengan pasal 45 KUHP. Menurut pasal itu, seorang anak di bawah umur bisa dikembalikan kepada orangtuanya atau dihukum jadi anak negara. Atau, minimal dihukum sepertiga dari tuntutan jaksa. Dalih LBH, karena tujuan hukum itu adalah pembinaan dan bukan balas dendam. Deri dan Toni juga merasa hukuman itu terlalu berat. "Saya pikir cuma kena enam tahun saja," kata Deri kepada TEMPO, ketika ditemui di LP Labuhan Deli, Medan. Prihatinnya, hukuman mereka berdualah yang paling berat dari 70 napi dewasa penghuni LP itu. Lebih tragis nasib Deri anak ketiga dari tujuh bersaudara itu. Keluarganya, yang semula tinggal di asrama militer, Linud, Medan, kini dikeluarkan dari kompleks itu. Akibatnya, ayahnya kini lumpuh karena stres. "Saya sangat menyesal," kata Deri, yang kini tekun salat bersama Toni. Bersihar Lubis, Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus