PADA malam itu, Susi, 7 tahun, baru saja pulang mengaji tak jauh dari tempat tinggalnya di Simpang Sicanang, Belawan. Tiba-tiba ia dipanggi seorang wanita, Dahlia, 25 tahun. Susi mendekat, karena di samping wanita itu ia melihat ayah tirinya, Bahtiar, 35 tahun, yang juga suami wanita itu. Tiba-tiba wanita itu menangkap Susi dan menjambak rambut bocah itu. Kemudian ia mengangkat tubuh anak itu dan -- ya, Tuhan mengempaskannya ke aspal jalan. Bocah itu pun menggelepar-gelepar sambil menjerit minta tolong kepada Bahtiar. Celakanya, ayah tirinya itu katanya, malah ikut membantu istrinya. Ia memegang kedua tangan anak itu, sehingga Dahlia leluasa mengiris-iris kulit kepala, kulit paha, wajah, dan punggung Susi dengan pisau silet. Masih belum puas, masih menurut Susi, Bahtiar kemudian menyulutkan api rokoknya ke mulut dan lidah anak tirinya itu. "Sakitnya bukan main. Kepalaku jadi pusing," kata Susi kepada TEMPO. Penyiksaan itu baru berhenti setelah seseorang, yang kebetulan lewat, membentak suami-istri tersebut. Karena penganiayaan itulah pekan-pekan ini Bahtiar dan Dahlia diseret Jaksa A. Sagala ke Pengadilan Negeri Medan. "Suami-istri itu sadistis," kata Sagala: Akibat siksaan itu, Susi sempat dirawat RS Pirngadi, Medan. Para dokter terpaksa menjahit luka-luka anak itu. Tak tanggung-tanggung, kepalanya kena 40 jahitan, sedang paha dan punggungnya 70 jahitan. Kini, kendati sudah sembuh, wajah, paha, dan punggung bocah itu berparut. Semula perkara itu hampir tak sampai ke pengadilan. Sebab, Supadmi tak akan mengadukan persoalan itu.kepada polisi. setelah famili suaminya itu berjanji akan memberi ganti rugi Rp 2 juta. Belakangan, tetangga mendesak Supadmi agar mengadu dan tak mempercayai janji itu. Dahlia mengakui semua perbuatannya. "Saya melakukan itu karena cemburu pada Susi," kata Dahlia. Menurut Dahlia, Susi disenangi dan dipuji-puji penduduk Sicanang karena anak itu cantik, rajin mengaji, dan menurut pada orangtuanya. "Sedang anak saya, tak ada yang mau menimangnya," kata Dahlia. Sementara itu, Bahtiar membantah tuduhan itu. Ia menyangkal telah membantu istrinya menganiaya Susi, apalagi menyulut anak itu dengan rokok. "Saya cuma mau melerai istri saya," katanya kepada TEMPO. Bahtiar menikah dengan Supadmi, 40 tahun, sekitar 6 tahun lalu, ketika Susi berusia 8 bulan. Pada saat itu Supadmi baru dua bulan menjanda, setelah suaminya Syawal Nasution meninggal. Tapi, menurut Supadmi, rumah tangganya bersama lelaki kekar itu hanya tenteram selama setahun. Setelah itu, Bahtiar mulai mencacimakinya dan bahkan tak jarang pulang menamparnya. Toh Supadmi masih mengharap Bahtiar mengubah perangainya. Salah satu caranya, dia mencoba meninggalkan Bahtiar dan pulang ke kampungnya di Jawa Tengah. Maksudnya, agar selama kepergiannya Bahtiar bisa mengkaji kesalahannya. "Karena waktu itu saya lihat Bahtiar masih mencintai saya," katanya. Sesudah setahun di kampungnya, Supadmi balik ke Belawan. Harapannya hangus. Suaminya itu, yang sehari-hari bekerja sebagai sopir bis, sudah punya bini baru, Dahlia, yang berparas lebih cantik ketimbang dirinya. Dahlia, yang dinikahi Bahtiar pada 1986, kendati sudah punya anak berusia 5 tahun -- dari suami pertamanya -- selain lebih cantik juga lebih muda daripada Supadmi. Sebab itu, Supadmi bersama anaknya, Susi, terpaksa menumpang di rumah kenalannya, Nyonya Wiwiek. Rumah itu tak jauh dari rumah mereka semula, yang kini didiami Bahtiar dan Dahlia. Setelah Bahtiar serta istri mudanya ditahan polisi Supadmi dan Susi malah mengungsi ke rumah familinya di Tanjungmorawa, sekitar 40 km dari Belawan. "Susi takut tinggal di Belawan," kata Supadmi. Cerita tragis Susi di tangan ayah tiri dan Dahlia itu mendapat perhatian serius dari puluhan ibu di Belawan. Salah seorang pengunjung, Salmah, 52 tahun, bahkan sampai mengucurkan air mata ketika mendengarkan dakwaan jaksa. Pada saat yang sama, dari halaman pengadilan terdengar teriakan pengunjung, "Hukum bedebah itu seumur hidup."Monaris Simangunsong & Makmun Al Mujahid (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini