Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Yang terkena lemak babi

Pegawai depag, ghufron majid, 44, menggugat rekan sekantornya, usep fathuddin, 49. ia diisukan membuat & menyebar daftar makanan mengandung lemak babi. keduanya sempat diperiksa kejaksaan agung.

15 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISU lemak babi, yang menghebohkan dan meresahkan masyarakat tahun lalu, hingga kini ternyata masih berbuntut. Seorang pegawai Departemen Agama, H. Ghufron Majid, menggugat rekannya sesama pegawai di departemen tersebut, H. Usep Fathuddin, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gara-gara isu tersebut. Menurut Ghufron dalam gugatan yang akan disidangkan pekan-pekan ini, Usep dengan sengaja telah mencemarkan nama baik dan kehormatannya. Katanya, rekannya itu telah melaporkan seolah-olah dialah pembuat dan penyebar selebaran gelap memuat daftar sejumlah produk makanan dan minuman yang diduga mengandung lemak babi tersebut. Berita tentang dirinya itu, tambah ayah dua anak yang berbadan gemuk dan berjambang rapi itu, sempat diberitakan harian Pelita. Padahal, menurut Ghufron, 44 tahun, ia sama sekali tak tahu-menahu soal selebaran itu. Usep sendiri, katanya, tahu bahwa ia bersih dalam soal itu. Sebab itu, melalui Pengacara Furqon W. Authon dari LBH Jakarta. Ghufron menuntut agar Usep membayar ganti rugi Rp 255 juta dan membuat pernyataan maaf di lima media Ibu Kota. Berita tentang isu lemak babi itu memang bermula dari hasil survei Dr. Tri Susanto dari Universitas Brawijaya, Malang. Tri mencurigai 34 jenis makanan dan minuman yang ditelitinya mengandung lemak babi. Hasil penelitian itu kemudian, entah kenapa, disiarkan buletin Al-Falah dan harian Jawa Pos, Surabaya. Belakangan persoalan semakin runyam setelah dua surat kabar Jakarta, Berita Buana dan Pelita, memberitakan hasil survei itu -- tapi daftar jumlah makanan dan minumannya sudah menjadi 63 macam. Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono, pada November 1988 -- setelah mendapat instruksi Presiden -- mengusut kasus lemak babi yang dianggap telah menjurus ke tindak pidana subversi itu. Pada 21 November, Usep, yang menjabat Kepala Bagian Penyusunan Program dan Peraturan Perundang-undangan Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji (DBIUH), diperiksa kejaksaan. Di pemeriksaan Usep mengaku memperoleh selebaran itu dari seorang wartawan majalah Beringin. Kepada Usep, si wartawan mengatakan selebaran itu diperolehnya dari Masyhuri, pegawai Tata Usaha di Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama (Binbaga) Islam -- yang terakhir ini mendapatkannya dari rekan seruang kerjanya, Ghufron. Semua nama itu dibeberkan Usep kepada pemeriksa. Akibatnya, Ghufron diperiksa kejaksaan. Padahal, kata Furqon W. Authon, kliennya sama sekali tak tahu-menahu soal selebaran gelap itu. Tentang itu, Usep sebenarnya sudah tahu. Tapi, "ia sengaja memberikan keterangan yang salah," ujar Furqon. Melalui surat tertanggal 11 Desember 1988 kepada Ghufron, Usep memang mengakui kekeliruan itu. Bahkan ia juga meminta kepada Dirjen Binbaga agar menyelesaikan persoalannya dengan Ghufron. Toh sampai dipanggil LBH Jakarta, 10 Februari lalu, Usep tak mengurus perdamaian tersebut. Sementara itu, "Akibat kesalahan tersebut? Ghufron sangat malu dan cemas karena khawatir dituduh subversi," kata Furqon. Sebab itu, pada 21 Maret lalu Ghufron -- lulusan FE UI tahun 1969 mengajukan gugatannya. Usep, 49 tahun, menganggap gugatan itu salah alamat. "Saya memberikan keterangan apa adanya. Lagi pula laporan saya itu bersifat rahasia, perlu dikonfirmasikan lagi," ujar ayah lima anak itu. Menurut tokoh pembaru Islam itu, ia sudah berkali-kali berusaha menghubungi Ghufron, tapi tak jumpa. Bahkan Usep pernah ke rumah Ghufron. Tapi, katanya, ia disambut Ghufron dan keluarganya dengan dingin. Dari siapa persisnya selebaran itu, memang belum tuntas. Baik Dirjen DBIUH Andy Lolo Tonang maupun Kepala Humas Departemen Agama M. Shodiq tak mau berkomentar. Toh sejak heboh lemak babi itu, Ghufron yang juga menjadi pengusaha dan pemilik beberapa restoran, menurut sumber TEMPO, seperti pegawai yang "tak diberi" pekerjaan. Ia boleh masuk, boleh tidak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus