Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung Zarof Ricar dengan dua dakwaan yakni percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dan suap yang berhubungan dengan jabatannya selama di Mahkamah Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zarof didakwa berupaya menyuap hakim kasasi perkara Gregorius Ronald Tannur sebesar Rp 5 miliar. Pemufakatan itu dilakukan bersama-sama dengan pengacara Ronald, Lisa Rachmat, agar putusan kasasi menguatkan vonis bebas Ronald di PN Surabaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun akhirnya Ronald divonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi. Dalam putusan kasasi tersebut 3 hakim tidak bulat memutus Ronald bersalah. Ketua hakim kasasi yakni Soesilo berbeda pendapat (dissenting opinion) dan menyatakan Ronald tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan JPU.
Selain menjadi perantara dalam kasus Ronald Tannur, Zarof didakwa menerima uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing dengan nilai total kurang lebih Rp 915 miliar dan emas logam mulia sebanyak 51 kg. Uang dan emas itu diduga berasal dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik ditingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali.
“Atas penerimaan uang dan emas itu tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa selaku pegawai di MA dan tidak ada laporan pajak dalam menjalankan kegiatan usaha. Atas penerimaan uang dan emas tersebut terdakwa juga tidak melaporkannya ke KPK,” ujar Jaksa Penuntut Umum Nurachman di persidangan, Senin, 10 Februari 2025.
Perihal pemufakatan jahat Zarof dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk dakwaan kedua, Zarof Ricar dijerat Pasal 12 B Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selama menjabat di MA Zarof diketahui menduduki jabatan strategis yang memungkinnya membangun jejaring baik di lingkup hakim atau pihak lainnya. Zarof pernah menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI periode 30 Agustus 2006 - 1 September 2014.
Kemudian ia sempat menduduki jabatan Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA periode Oktober 2014 - Juli 2017. Zarof Ricar juga sempat menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA periode Agustus 2017 - 1 Februari 2022. Setelah itu ia memasuki usia pensiun.
Pilihan Editor: Survei LSI: 56 Persen Nilai Penegakan Hukum 100 Hari Prabowo Buruk dan Biasa-biasa Saja