Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Praktik Greenwashing di Industri AMDK

Ada lima jenis praktik Greenwashing yang biasa diiklankan oleh produsen yang berbuat seolah-olah pro lingkungan

17 Mei 2023 | 18.43 WIB

Praktik Greenwashing di Industri AMDK
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

INFO NASIONAL – Indonesia beberapa waktu lalu sempat dicap sebagai salah satu negara penyampah plastik ke lautan terbesar di dunia, setelah Filipina, India, Malaysia, dan China (World Population Review, 2021). Berdasarkan data tersebut, China dengan penduduk lebih dari 1 miliar membuang sampah plastik ke laut sebanyak 70.707 ton pada 2021. Sebaliknya, Indonesia dengan penduduk 275 juta jiwa, bisa membuang sampah plastik ke laut hingga 56.333 ton pada tahun yang sama. Jumlah yang tak terpaut jauh dengan China.

“Reputasi Indonesia terpuruk di mata dunia sebagai salah satu polutan sampah plastik terbesar di dunia, karena sampah kemasan saset, gelas, sedotan dan botol plastik dibuang di darat, di sungai dan menyampah di laut,” kata Ahmad Safrudin dari organisasi Net Zero Waste Consortium. Dia pun lantas mempertanyakan peran industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sebagai produsen yang menghasilkan sampah plastik.

Lobi industri, kata dia, seolah merasa tak berdosa di sini, padahal itu semua produk industri AMDK yang dibiarkan tanpa bertanggung jawab. “Kalau sekarang lobi industri bersikap seolah mereka jadi korban regulasi pemerintah, lalu menyalahkan pihak lain, itu artinya penyesatan opini masyarakat dengan sengaja. Dan itu jahat sekali,” katanya.

Ahmad menuturkan, kampanye Greenwashing yang dilakukan “oknum” industri AMDK jika dilakukan terus menerus, bisa dianggap jadi kebenaran. “Lobi industri bisa dengan nyaman melindungi bisnis AMDK mereka yang tidak aman dan menyebabkan timbulan sampah tak pernah selesai, bukan cuma berceceran di jalan-jalan tapi juga menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).”

Secara umum ada lima jenis praktik Greenwashing yang biasa diiklankan oleh produsen yang berbuat seolah-olah pro lingkungan, padahal sebaliknya upaya mereka berbanding terbalik dari apa yang diiklankan ke publik. Kelimanya adalah:

Citra ramah lingkungan

Produsen menggunakan produk yang menggunakan gambar, ilustrasi atau foto dedaunan hijau, hewan, kemasan ramah lingkungan dan sejenisnya. Ini adalah praktik Greenwashing Klasik.

Label yang menyesatkan

Sejumlah produk tertentu bisa terlihat dilabeli dengan kata “Sudah Disertifikasi”, “100 persen organik”, dan sebagainya. Tidak ada informasi pendukung untuk membuktikan kebenaran klaim tersebut.

Pertukaran yang tak terlihat

Produsen bisa bertindak seolah-olah ramah lingkungan dan kebijakannya berkelanjutan, tetapi pada kenyataannya ada pertukaran yang sangat tidak ramah lingkungan yang sengaja disembunyikan dari mata publik. Contohnya, gencarnya iklan AMDK yang mengklaim tidak menyampah, sementara publik tidak melihat langsung bagaimana sampah plastik produk tersebut bertebaran di tempat pembuangan akhir di darat, sungai dan pesisir.

Tidak memberikan informasi apa-apa

Kadang ditemukan pula produk-produk, seperti AMDK salah satunya, yang tidak memberikan informasi sepenuhnya tentang kandungan kimiawi berbahaya pada produk mereka.

Berbuat seolah jujur, tapi tetap berbahaya

Ada pula produsen yang klaimnya jujur, tapi produknya tetap berbahaya pada manusia atau lingkungan. Contohnya, produsen yang menjual rokok organik atau sejenisnya.

Pada intinya, praktik Greenwashing dilakukan dengan mengklaim seolah-olah produk-produk suatu perusahaan ramah lingkungan. Faktanya, produk mereka tidak bermanfaat bagi lingkungan. Bahkan berbahaya bagi manusia kalau tersebar di lingkungan tanpa kontrol.

“98 persen produk-produk yang diiklankan…, tidak mengatakan yang sebenarnya dan berpotensi menyesatkan konsumen dengan klaim-klaim mereka,” demikian kesimpulan yang dipaparkan perusahaan survei marketing Terrachoice Environmental Marketing, tentang produk-produk yang diiklankan sebagai bagian dari praktik Greenwashing.

Di Indonesia, iklan-iklan AMDK yang bertaburan di platform media sosial dan lobi industri gencar melakukan Greenwashing, hingga mengaburkan persoalan riil sampah plastik.

Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun, di mana sebanyak 5 persen, atau 3,2 juta ton, adalah sampah plastik. Dari angka fantastis 3,2 juta ton timbulan sampah plastik itu, produk AMDK bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06 persen.

Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek adalah sampah AMDK gelas plastik. Secara kasat mata, selain volume timbulan, air minum dalam kemasan plastik berukuran di bawah 1 liter terbukti mengotori lingkungan.

“Dalam operasional sehari-hari, kami bisa buktikan bahwa sampah kemasan kecil tak punya nilai bagi industri daur ulang. Makanya kemasan kecil inilah yang menjadi persoalan sampah sesungguhnya, yang berpotensi tercecer dan menambah timbulan sampah,” kata Saut Marpaung, Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) dan Anggota Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Nasional, di Jakarta, beberapa waktu lalu. (*)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Prodik Digital

Prodik Digital

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus