Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rapat itu berlangsung dalam suasana murung. Bashar al-Assad mengumpulkan pendukungnya dan anggota komite Partai Baath, Rabu pekan lalu. Suriah akan tetap kuat dan tidak akan menyerahkan martabat dan kedaulatannya, kata Assad seusai pertemuan.
Sang Presiden tengah menghadapi dua front sekaligus. Pukulan pertama, Arab Saudi baru saja menarik duta besarnya dari Damaskus. Pukulan kedua, rezim Assad terpaksa membuka diri, menerima dan membahas proses reformasi serta revisi undang-undang yang membolehkan sistem multipartai. Ironisnya, pada saat yang bersamaan, serdadu Assad tetap menyerang beberapa kota yang dikuasai kelompok oposisi.
Kerajaan Arab Saudi tidak bisa menerima kekerasan yang terjadi di Suriah, seru Raja Abdullah beberapa jam setelah Liga Arab juga mengeluarkan kecaman resmi tentang kekerasan di Suriah. Sehari sebelumnya, negara yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk menyatakan keprihatinan serupa.
Langkah Arab Saudi terbilang mengejutkan. Sejak aksi massa merembet di Timur Tengah, Saudi termasuk negara yang berusaha menjaga kestabilan. Kini Saudi menganggap situasi lebih berbahaya apabila tetap mendukung pemerintahan Bashar al-Assad. Raja Abdullah bahkan menyebut tindakan militer sebagai mesin pembunuh. Pemanggilan pulang duta besar itu diikuti negara lainnya, seperti Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Yordania. Tiga pekan sebelumnya, Italia menarik duta besarnya.
Lima bulan sudah Suriah diguncang unjuk rasa yang menuntut reformasi dan lengsernya dinasti Assad, yang telah memerintah selama empat dekade. Untuk meredam aksi, pria kelahiran 11 September 1965 ini menggunakan tangan besi. Puncaknya adalah penggempuran Kota Homa dengan tank pada 31 Juli lalu. Sekitar seratus warga Homa tewas akibat serangan militer selama lima hari pada awal Ramadan itu.
Aktivis hak asasi manusia mencatat sedikitnya 1.700 warga sipil terbunuh dan sepuluh ribu orang ditahan sejak maraknya unjuk rasa menuntut reformasi pemerintahan pada Maret lalu.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pun sudah memperingatkan Suriah. Makin lama tindakannya makin brutal, kata Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Toh, peringatan itu tak digubris.
Bahkan Rusia dan Turki, yang selama ini dikenal sebagai sekutu Suriah, ikut mengutuk kekerasan militer. Kecuali melakukan reformasi dan rekonsiliasi dengan oposisi, Assad bisa menghadapi takdir yang buruk, ujar Presiden Dmitry Medvedev.
Kesabaran kami sudah habis. Kami akan mengirim menteri luar negeri kami untuk berbicara, kata Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan. Kekhawatiran Turki adalah friksi antara sekte Alawi dan Sunni bisa mempengaruhi stabilitas keamanan di daerah perbatasan. Gesekan ini bisa memancing munculnya gerilyawan Partai Buruh Kurdistan (PKK) dan menyebabkan kericuhan.
Libanon, tetangga terdekat Suriah, tak mau ketinggalan. Mantan Perdana Menteri Saad Hariri mengutuk kekerasan di Suriah, dan meminta Perdana Menteri Najib Mikati mendukung pengunjuk rasa prodemokrasi.
Tekanan internasional ini rupanya menggoyahkan Assad. Pernyataan keras dari Raja Abdullah membuat Assad mencopot Jenderal Ali Habib dari posisi menteri pertahanan, yang dijabat sejak 2009, dan menggantinya dengan Kepala Staf Jenderal Daoud Rajiha.
Sumber membisikkan, pergeseran ini untuk menjaga takhta Assad dari tekanan dunia Arab, negara Islam, dan internasional. Namun sumber lain mengungkapkan ini adalah upaya Assad mencegah perpecahan sekte Alawi. Pasalnya, di dalam sekte Alawi, keluarga Habib lebih besar ketimbang keluarga Bashar al-Assad.
Tak mau dikucilkan sekutu, Bashar juga melobi Turki. Saat Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengunjunginya dua pekan lalu, Bashar membuka dialog. Selama tiga setengah jam Davutoglu berbincang dengan Bashar, termasuk soal perdamaian dan masa depan Suriah. Belum ada kesepakatan pasti. Apa yang terjadi dalam beberapa hari mendatang penting untuk hubungan Turki dan Suriah, kata Davutoglu.
Nieke Indrietta (BBC, The New York Times, AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo