Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengumuman Presiden Yoon Suk Yeol soal darurat militer dalam siaran langsung di televisi, mengejutkan warga Korea Selatan pada Selasa, 3 Desember 2024. Namun keputusan darurat militer itu dibatalkan hanya beberapa jam setelah diumumkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama beberapa jam diberlakukan darurat militer Korea Selatan, Yoon mengeluarkan dekrit yang melarang protes dan aktivitas parlemen dan partai politik, serta menempatkan media di bawah kendali pemerintah. Langkah tersebut ditentang oleh parlemen sehingga akhkirnya dibatalkan oleh Presiden Yoon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alasan Yoon Suk Yeol menetapkan darurat militer
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengungkapkan alasan menetapkan darurat militer. Ia mengatakan partai-partai oposisi telah menyandera proses parlemen. "Saya menyatakan darurat militer untuk melindungi Republik Korea yang merdeka dari ancaman pasukan komunis Korea Utara, untuk membasmi kekuatan anti-negara pro-Korea Utara yang tercela yang merampok kebebasan dan kebahagiaan rakyat kita, dan untuk melindungi tatanan konstitusional yang bebas," kata Yoon seperti dilansir dari Reuters.
Yoon tidak menyebutkan ancaman spesifik apa pun dari Korea Utara yang bersenjata nuklir. Ia malah berfokus pada lawan politik domestiknya. Ia mengeluhkan 22 mosi pemakzulan yang diajukan terhadap pejabat pemerintahan sejak dia menjabat pada Mei 2022.
Popularitas Yoon Suk Yeol mendekati rekor terendah di tengah maraknya skandal dan bentrokan dengan parlemen yang dikuasai oposisi mengenai anggaran dan investigasi. Hal ini terjadi setelah kebuntuan dengan parlemen, yang menolak upaya Yoon Suk Yeol untuk melarang aktivitas politik dan menyensor media.
Militer Diterjunkan Selama Beberapa Jam
Militer menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Park An-su, seorang jenderal bintang empat, untuk memimpin komando darurat militer dan merilis dekrit tersebut yang berlaku efektif pukul 11 malam pada hari Selasa. Selain melarang kegiatan politik dan membatasi media, keputusan tersebut juga memerintahkan para dokter yang mogok untuk kembali bekerja.
Mereka yang melanggar darurat militer dapat ditangkap tanpa surat perintah.
Saat darurat militer berlaku selama beberapa jam, pasukan darurat militer bertopeng yang dilengkapi dengan senapan, pelindung tubuh, dan peralatan penglihatan malam memasuki Majelis Nasional. Militer berhadapan dengan staf yang menentang mereka dengan alat pemadam kebakaran.
Hingga Rabu pagi belum ada tanda-tanda adanya kontrol pemerintah terhadap outlet media, yang terus memberitakan krisis.
Respon Rakyat Korea Selatan
Ribuan demonstran berkumpul di luar parlemen di mana terjadi bentrokan kecil dengan polisi dan militer. Para anggota parlemen berkumpul untuk memberikan suara menentang darurat militer, karena baik anggota parlemen oposisi maupun pemimpin partai Yoon sendiri mengecamnya sebagai sesuatu yang inkonstitusional.
Seluruh 190 anggota parlemen yang hadir memberikan suara untuk mencabut darurat militer. Yoon menyampaikan pidato lain yang mengumumkan bahwa pasukan telah ditarik kembali. Ia akan mencabut dekrit tersebut setelah mengadakan rapat kabinet sesegera mungkin.
Beberapa kedutaan asing di Seoul memperingatkan warganya untuk berhati-hati. Pejabat di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan tempat lain mengatakan prihatin dengan perkembangan tersebut dan mengatakan aturan hukum yang damai harus berlaku.
Darurat Militer Sudah Pernah Diterapkan di Korsel
Dilansir dari Channel News Asia, darurat militer terakhir kali diberlakukan pada 27 Oktober 1979 oleh Perdana Menteri Choi Kyu-hah setelah pembunuhan Presiden Park Chung-hee, yang merebut kekuasaan dalam kudeta militer pada tahun 1961.
Di bawah tekanan dari sekelompok pemimpin militer yang dipimpin oleh Jenderal Chun Doo-hwan, Choi, yang saat itu menjadi presiden, darurat militer diperpanjang hingga 1980 dan melarang partai politik, yang memicu reaksi keras oleh pasukan pro-demokrasi. Ratusan orang tewas dalam tindakan keras yang mematikan sebelum darurat militer dicabut pada tahun 1981 setelah referendum.
Partai-partai politik diizinkan berfungsi kembali dan pada tahun 1987 hak-hak sipil lainnya dipulihkan. Sejak saat itu demokrasi di Korea Selatan tumbuh subur dan berlaku hingga presiden saat ini.