Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Rusia menuduh Amerika Serikat bertanggung jawab atas serangan mematikan rudal taktis ATACMS ke bangunan sipil di Sevastopol, Krimea. Kementerian Luar Negeri Rusia kemudian memanggil Duta Besar Amerika untuk Rusia, Lynne Tracy, pada Senin, 24 Juni 2024 berkaitan dengan serangan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sevastopol adalah kota terbesar di Krimea dan pelabuhan utama di Laut Hitam. Pada Minggu, 23 Juni 2024, Ukraina menyerang infrastruktur sipil di sana menggunakan rudal taktis ATACMS yang dilengkapi dengan bom curah. Empat rudal berhasil ditembak jatuh, tapi rudal kelima meledak di atas kota. Empat orang, termasuk dua anak-anak, tewas dalam serangan itu dan lebih dari 150 lainnya cedera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bom curah adalah bom yang bila meledak akan melontarkan ratusan bom kecil. Karena dinilai sangat berbahaya, jenis bom ini dilarang diproduksi dan digunakan dalam perang oleh Konvensi Bom Curah, yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 2008 dan berlaku mulai 2010. Sebanyak 21 dari 27 negara anggota Uni Eropa dan 18 dari 26 negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menandatangani konvensi ini, tapi Amerika, Rusia, dan Ukraina belum.
“Protes telah disampaikan kepadanya (Lynne Tracy) atas kejahatan mematikan lainnya yang dilakukan oleh rezim Kiev, yang disponsori dan dipersenjatai oleh Washington, yang melakukan serangan rudal dengan sengaja terhadap warga sipil di Sevastopol, yang menyebabkan banyak korban jiwa, termasuk anak-anak,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia, seperti dikutip kantor berita Rusia, TASS.
Kementerian mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menjadi pihak dalam konflik Rusia-Ukraina dengan “memasok senjata paling canggih kepada tentara Ukraina, termasuk rudal ATACMS, yang dilengkapi dengan bom curah” yang digunakan untuk melawan penduduk sipil. “Keterlibatan Amerika dalam kejahatan mengerikan ini tidak diragukan lagi,” kata mereka. “Tindakan balasan pasti akan dilakukan.”
Juru Bicara Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov, menyatakan Rusia memahami bahwa bukan Kyiv yang mengarahkan rudal dan memastikan peluncurannya, meskipun Ukraina tentu saja ambil bagian dalam proses tersebut. “Kami telah melihat serangan rudal yang sangat biadab di Krimea. Kami sangat memahami siapa yang berada di balik serangan ini, siapa yang menargetkan rudal-rudal yang secara teknis canggih ini. Bukan Ukraina yang merencanakan peluncuran ini,” kata dia.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya telah mencatat bahwa sistem berteknologi tinggi seperti rudal ATACMS tidak ditangani oleh personel Ukraina. Menurutnya, produsen sistem ini, yakni Amerika, bertanggung jawab atas informasi intelijen, pemanduan, dan penetapan sasaran rudal.
Amerika Serikat membantah terlibat dalam serangan itu. “Ukraina membuat keputusan sendiri mengenai sasarannya dan melakukan operasi militernya sendiri,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih kepada BBC. Amerika telah memasok rudal ATACMS ke Ukraina selama lebih dari setahun. Sistem ini memungkinkan pasukan Ukraina untuk menyerang sasaran hingga 300 kilometer jauhnya.
Ukraina membela serangan tersebut dan menyebut Krimea sebagai sasaran yang sah. “Di Krimea, tidak ada dan tidak boleh ada `pantai´, `zona wisata´, dan tanda-tanda imajiner lainnya dari `kehidupan damai´. Krimea merupakan wilayah asing yang diduduki Rusia, di mana terdapat operasi militer dan perang skala penuh terus berlanjut,” kata Mykhailo Podolyak, penasihat Presiden Ukraina, di akun Telegram-nya. “Krimea juga merupakan kamp dan gudang militer yang besar, dengan ratusan sasaran militer langsung, yang coba disamarkan dan ditutup-tutupi oleh Rusia dengan warga sipil mereka sendiri.”
Menurut kantor berita Ukraina Ukrinform, juru bicara Angkatan Laut Ukraina, Dmytro Pletenchuk, menyatakan bahwa Ukraina tidak akan menimbulkan kerusakan akibat ledakan pada objek sipil dan bahwa Rusia-lah yang justru telah mengabaikan keselamatan penduduk sipil.
Pilihan editor:
- Yaman Serang Tanker dan Kapal Induk Amerika Pelanggar Embargo terhadap Israel
- Perpecahan Koalisi Dinasti Politik Duterte dan Marcos Semakin Tajam Setelah Sara Mundur dari Kabinet Bongbong