Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tepi Barat -- Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengkritik keras sikap pemerintah Amerika Serikat yang memveto draf rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa soal status Kota Yerusalem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Draf resolusi DK PBB menyatakan setiap keputusan dan tindakan yang bertujuan untuk mengubah karakter, status atau komposisi demografi Kota Suci Yerusalem tidak memiliki efek legal, batal dan harus dicabut sesuai dengan ketentuan resolusi DK PBB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: AS Veto Draf Resolusi DK PBB Soal Status Yerusalem, Kenapa?
AS menggunakan hak veto untuk menolak draf resolusi rancangan Mesir, yang menyatakan sangat menyayangkan keputusan akhir-akhir ini mengenai status Yerusalem.
Baca: Begini Sejarah Perebutan Yerusalem Sejak Ribuan Tahun Lalu
Draf rancangan Mesir ini mendapat dukungan dari 14 anggota DK PBB meskipun draf itu tidak menyebut nama AS secara khusus terkait isu status Kota Yerusalem.
Menurut pernyataan dari kantor kepresidenan Abbas, veto oleh AS ini mengecilkan posisi komunitas internasional dan merupakan bentuk dukungan terhadap pendudukan dan agresi Israel.
"Veto itu juga melanggar sejumlah resolusi DK PBB dan keputusan komunitas internasional sebelumnya," kata Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Abbas, seperti dilansir media Israel, Haaretz, Senin, 18 Desember 2017. Abu Rudeineh juga menyebut veto itu sebagai provokasi yang bakal membuat AS terisolasi.
Abu Rudeineh menambahkan pemimpin Palestina akan terus bekerja sama dengan semua institusi PBB dan organisasi internasional untuk membela hak-hak dari rakyat Palestina.
Dia juga mengatakan mayoritas anggota DK PBB mendukung draf resolusi itu, termasuk sejumlah sekutu AS, menunjukkan besarnya oposisi terhadap sikap politik AS.
Pada Senin waktu setempat, Abbas menandatangani aplikasi untuk menjadi anggota dari 22 lembaga internasional. Dia menuding AS bersikap bias sepenuhnya untuk kepentingan Israel. Abbas juga menyatakan akan melanjutkan upaya membawa Palestina menjadi anggota penuh PBB.
Presiden AS, Donald Trump, menyatakan Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu, 6 Desember 2017. Keputusan ini mendapat penolakan dari PBB, Paus Fransiskus, negara-negara Arab dan Asia, serta Uni Eropa. Mereka menilai keputusan itu memicu terjadinya konflik dan menghambat proses perdamaian di Timur Tengah yang sedang berlangsung.
HAARETZ | REUTERS | GUARDIAN