Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Aktivis Perempuan Peroleh Nobel Perdamaian 2023, Begini Perlakuan Iran terhadap Wanita

Penganugerahan Nobel Perdamaian kepada aktivis yang dipenjara, Narges Mohammadi, telah meningkatkan pengawasan terhadap hak-hak perempuan di Iran.

7 Oktober 2023 | 11.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suporter Iran membentangkan poster bertuliskan "Kebebasan hidup perempuan" dan "Kebebasan untuk Iran" dalam stadion saat pertandingan Piala Dunia Qatar 2022 Grup B, Inggris vs Iran di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Senin, 21 November 2022. Suporter Iran menggunakan momen Piala Dunia untuk menyuarakan pesan menolak kekerasan terhadap perempuan di Iran, pasca tewasnya Mahsa Amini dan demonstran lainnya. REUTERS/Paul Childs

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penganugerahan Nobel Perdamaian kepada aktivis yang dipenjara, Narges Mohammadi, telah meningkatkan pengawasan terhadap hak-hak perempuan di Iran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teheran menolak tuduhan diskriminasi, tetapi berikut adalah beberapa gambaran bagaimana Iran memperlakukan perempuan, menurut berbagai laporan pada 2021 dan 2023 oleh pelapor khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB terkait Iran, Javaid Rehman seperti dilansir Reuters pada Jumat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aturan berpakaian

Polisi, pasukan sukarelawan paramiliter Iran Basij, dan polisi moral akan menggunakan kekerasan untuk menegakkan aturan hijab atau jilbab, kata laporan PBB.

Seorang perempuan yang tidak mengenakan jilbab menjadi sasaran pelecehan, penangkapan, denda, dan hukuman penjara hingga dua bulan. Para aktivis yang menentang undang-undang tersebut telah menghadapi hukuman penjara bertahun-tahun.

Mahsa Amini, seorang perempuan Iran keturunan Kurdi berusia 22 tahun, meninggal di dalam tahanan setelah dipenjara karena diduga melanggar aturan hijab. Kematiannya memicu protes besar-besaran di seluruh Iran. Protes ini terjadi di tengah dorongan resmi dari pemerintah Iran untuk memperketat aturan hijab.

Pasukan keamanan Iran sempat terekam tengah memukuli para perempuan yang melepas jilbab mereka selama demonstrasi tersebut. Mereka juga melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan-perempuan yang ditangkap selama protes, menurut laporan pelapor PBB, mengutip kelompok hak-hak asasi dan sejumlah mantan tahanan.

Iran membantah telah melakukan pelecehan terhadap para pengunjuk rasa dan tahanan.

Sementara itu, parlemen telah meloloskan rancangan undang-undang yang memperberat hukuman penjara hingga 10 tahun bagi perempuan yang melawan aturan hijab, meskipun undang-undang tersebut belum disahkan.

Pernikahan dan perceraian

Usia legal bagi anak perempuan untuk menikah adalah 13 tahun dan anak perempuan yang lebih muda juga dapat menikah dengan persetujuan khusus dari ayah dan pengadilan.

Ada lebih dari 13.000 anak perempuan berusia 13 tahun yang menikah dalam kurun waktu 1 tahun, yaitu pada Maret 2018--Maret 2019, kata laporan PBB, mengutip data terbaru pemerintah yang tersedia.

Seorang perempuan harus mendapatkan izin dari ayahnya untuk menikah, tetapi pengadilan dapat menganulir penolakan. Para suami dapat melarang istrinya untuk bekerja atau bepergian ke luar negeri.

Iran mengizinkan poligami, termasuk memiliki istri sementara yang dapat diceraikan kapan saja.

Suami memiliki hak untuk menceraikan istrinya kapan saja, tetapi perempuan hanya dapat mengajukan cerai dengan alasan yang kuat dan biasanya harus rela melepaskan tuntutan-tuntutan finansial agar bisa cerai.

Seorang ibu dapat memiliki hak asuh untuk merawat dan membesarkan anaknya sampai usia tujuh tahun. Setelah itu hak asuh akan dipindahkan kepada ayah, kecuali jika pengadilan memutuskan sebaliknya. Sang ayah tetap menjadi wali tunggal.

Hukum Pidana

Anak perempuan berusia mulai dari 9 tahun dapat dihukum atas kejahatan serius, sedangkan anak laki-laki baru dapat dimintai pertanggungjawaban jika sudah berusia 15 tahun.

Pada 2018, Mahboubeh Mofidi, yang menikah pada usia 13 tahun, dieksekusi karena diduga membunuh suaminya pada usia 17 tahun setelah menuduhnya melakukan kekerasan dalam rumah tangga.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa keluarga korban pembunuhan perempuan hanya berhak menerima setengah dari kompensasi yang diterima keluarga korban pembunuhan laki-laki.

Kesaksian seorang perempuan di pengadilan, dalam banyak proses hukum, sama dengan setengah dari kesaksian seorang pria.

Kekerasan

Kekerasan seksual tidak dikriminalisasi sebagai kejahatan yang terpisah. Pemerkosaan dapat dituntut sebagai bentuk hubungan seksual yang dilarang, tetapi korban pemerkosaan juga berisiko dihukum jika dia tidak dapat memberikan bukti yang cukup untuk mendukung tuduhannya, kata pelapor PBB.

Seorang pria yang melihat istrinya berzina dapat dibebaskan dari sebagian hukuman jika dia membunuhnya. Ada beberapa pengecualian bagi laki-laki yang membunuh anak atau cucu yang melakukan "pembunuhan demi kehormatan" terhadap wanita dan anak perempuannya yang diduga melakukan pelanggaran seksual.

Para istri harus membuktikan bahwa mereka telah mengalami kekerasan yang tidak dapat ditolerir oleh pasangannya, untuk dapat mengajukan cerai dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga, kata pelapor PBB.

Pekerjaan

Perempuan tidak dapat menjadi hakim dan hampir tidak ada yang mengambil peran politik senior. Banyak perempuan tidak diizinkan mencalonkan diri dalam pemilu. Pihak berwenang secara berkala menghentikan perempuan bekerja sebagai sekretaris dan manajer kantor atau di restoran dan kafe.

REUTERS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus