Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Amerika Serikat dan Cina Kirim Kapal Induk ke Laut Cina Selatan

Amerika Serikat dan Cina masing-masing mengerahkan kapal induk ke Laut Cina Selatan ketika ketegangan regional semakin memanas.

13 April 2021 | 11.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
USS Theodore Roosevelt (CVN-71) terlihat saat memasuki pelabuhan di Da Nang, Vietnam, 5 Maret 2020. Kapal induk itu berada di Pasifik ketika Angkatan Laut melaporkan kasus virus Corona pertamanya seminggu yang lalu dan sejak itu ditarik ke pelabuhan di Guam, wilayah pulau AS di Pasifik barat. REUTERS/Kham

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat dan Cina masing-masing mengerahkan kapal induk di Laut Cina Selatan selama akhir pekan yang menyebabkan ketegangan regional meningkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Militer AS dan Filipina juga memulai latihan militer bersama Balikatan (bahu-membahu) pada Senin sampai 23 April setelah Filipina memprotes kehadiran ratusan kapal Cina di Zona Ekonomi Eksklusif-nya, Reuters melaporkan, 13 April 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Latihan militer bersama dua negara dikecilkan dari rencana 8000 personel menjadi 1000 personel karena pandemi Covid-19.

Media Partai Komunis Cina, Global Times, pada hari Minggu mengatakan kapal induk pertama Cina, Liaoning, berlayar ke Laut Cina Selatan pada hari Sabtu setelah menyelesaikan satu minggu latihan angkatan laut di sekitar Taiwan. Tidak ada pengumuman resmi tentang posisi Liaoning, tetapi tabloid Cina itu mengutip gambar satelit yang pertama kali dilaporkan oleh outlet media AS The War Zone.

The War Zone melaporkan bahwa Liaoning Carrier Strike Group (CSG) Cina bermanuver melalui Selat Miyako yang strategis pada hari Minggu, tepat di barat daya Okinawa, Jepang. Sejak itu, titik ketegangan terpisah antara Cina dan Filipina atas sejumlah kapal penangkap ikan yang diidentifikasi sebagai bagian dari Milisi Maritim Angkatan Bersenjata Rakyat China (PAFMM) menyebabkan serangkaian protes diplomatik yang memanas antara Filipina dan Cina.

Kapal induk Cina, Liaoning berlayar melewati Selat East Lamma Channel setelah berangkat dari Hong Kong, 11 Juli 2017. REUTERS/Bobby Yip

Kedatangan kapal induk Liaoning yang dilaporkan di Laut Cina Selatan terjadi setelah armada gugus tempur ekspedisi Angkatan Laut AS, yang pimpin oleh kapal induk USS Theodore Roosevelt dan kapal serbu amfibi USS Makin Island, melakukan latihan di Laut Cina Selatan sehari sebelumnya, CNN melaporkan.

Dua kapal perang flat-top bergabung dengan kapal penjelajah, kapal perusak, dan kapal amfibi yang lebih kecil.

Kapal-kapal tersebut juga membawa ratusan pasukan darat Marinir dari Unit Ekspedisi Marinir ke-15 serta helikopter pendukung dan jet tempur F-35.

"Kekuatan serangan ekspedisi ini sepenuhnya menunjukkan bahwa kami mempertahankan kekuatan tempur yang dapat dipercaya, yang mampu menanggapi segala kemungkinan, mencegah agresi, dan memberikan keamanan dan stabilitas regional dalam mendukung Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata Kapten Angkatan Laut AS Stewart Bateshansky, komodor Skuadron Amfibi 3, dikutip dari CNN.

Tetapi pakar militer Cina yang dikutip Global Times, Wei Dongxu, mengatakan latihan angkatan laut AS di Laut Cina Selatan sebagai provokasi.

Secara terpisah Amerika Serikat menggelar latihan militer bersama dengan Filipina, yang khawatir dengan 220 kapal Cina yang disebut diawaki oleh milisi maritim Cina di Whitsun Reef, bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif Filipina di Kepulauan Spratly.

Awak media Filipina mengatakan pekan lalu kapal sewaan mereka dikejar oleh kapal rudal Cina saat mendekati pulau karang yang disengketakan di rantai Spratly, menurut laporan CNN Philippines.

Laut China Selatan dan dan Sembilan Garis Putus-putus

Cina mengklaim hampir 1,3 juta mil persegi atau 90 persen wilayah Laut Cina Selatan sebagai wilayah kedaulatannya, menghadapi klaim dari Filipina dan negara lain. Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah mengubah pulau yang disengketakan di wilayah tersebut menjadi pulau buatan, lengkap dengan benteng militer.

Cina mengatakan Laut Cina Selatan sebagai bagian dari wilayahnya berdasarkan klaim historis yang disebutnya nine dash line atau sembilan garis putus-putus.

Pada tahun 2016, Pengadilan Den Haag memutuskan bahwa klaim Cina atas hak bersejarah di Laut Cina Selatan tidak memiliki dasar hukum, tindakan China di wilayah tersebut melanggar hak Filipina, dan fitur di Spratly tidak berhak atas ZEE atau zona teritorial.

Selain itu, dikutip dari Lowy Institute, Konvensi PBB untuk Hukum Laut (UNCLOS) tidak memberikan hak kepada penandatangan untuk membuat klaim berdasarkan warisan sejarah, dan konsep "klaim bersejarah" tidak memiliki dasar yang jelas dalam hukum internasional.

Cina berulang kali menuduh Amerika Serikat dan angkatan laut asing lainnya memicu ketegangan di Laut Cina Selatan dengan mengirimkan kapal perang seperti kelompok ekspedisi saat ini yang dipimpin oleh kapal induk USS Roosevelt.

AS telah mengambil langkah-langkah untuk menantang dasar hukum dari klaim Cina, dengan menuntut operasi kebebasan navigasi, atau Freedom of Navigation Operations (FONOPs).

Amerika Serikat tidak menerima klaim Cina yang memandang Laut Cina Selatan bukan perairan internasional tetapi perairan internal atau teritorial.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus