Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para pemimpin negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) menyerukan kesepakatan mengenai pedoman etik untuk Laut Cina Selatan berdasarkan hukum internasional. Mereka juga menuntut penghentian pertempuran di Myanmar dan perundingan perdamaian yang inklusif untuk mengakhiri perang saudara di negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Reuters, Ahad, 13 Oktober 2024, pernyataan tersebut merupakan konsensus dari pertemuan yang berakhir pada hari Jumat lalu. Kesepahaman itu dicapai 10 anggota Association of Southeast Asian Nations atau ASEAN di Laos, yang juga meliputi diplomat dari Amerika Serikat, Rusia, Cina, Jepang, India, dan Korea Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konfrontasi telah meningkat di perairan Laut Cina Selatan yang disengketakan antara Cina, yang mengklaim kedaulatan atas hampir semua jalur air vital tersebut, dan anggota ASEAN termasuk Filipina dan baru-baru ini Vietnam.
Perselisihan tersebut telah meningkatkan risiko eskalasi yang pada akhirnya dapat melibatkan Amerika Serikat, yang terikat oleh perjanjian untuk membela Filipina jika diserang.
Laut Cina Selatan merupakan tempat perdagangan senilai US$3 triliun setiap tahunnya. Seorang pejabat AS menyebut laut itu telah menjadi pokok pertikaian utama dalam pertemuan-pertemuan ASEAN, khususnya dengan Rusia dan Cina yang menolak rujukan ke Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut tahun 1982.
Adapun pernyataan ASEAN itu menyerukan langkah-langkah membangun kepercayaan yang dapat mengurangi ketegangan dan risiko kecelakaan, kesalahpahaman, dan salah perhitungan di Laut Cina Selatan.
Pernyataan itu didasarkan pada pembicaraan tentang kode maritim yang dapat membantu menyelesaikan perselisihan. Sebelumnya, Cina dan ASEAN menyetujui hal ini pada 2002, tetapi proses formal pembuatannya baru dimulai pada 2017.
Mengenai perang yang meningkat di Myanmar, ASEAN juga menyerukan agar kekerasan di sana dapat dihentikan. ASEAN juga mendorong penciptaan lingkungan yang kondusif untuk pengiriman bantuan kemanusiaan dan dialog nasional yang inklusif yang dimiliki dan dipimpin oleh Myanmar.
Perang antara pemerintah militer Myanmar, anggota ASEAN, dan perlawanan bersenjata yang meluas menjadi perhatian utama dan belum banyak membuat kemajuan. Reuters mencatat sekitar 18,6 juta orang, lebih dari sepertiga populasi Myanmar, diperkirakan membutuhkan bantuan kemanusiaan.
ASEAN juga menyambut baik inisiatif Thailand untuk menyelenggarakan pembicaraan informal tentang Myanmar, yang mungkin akan diikuti oleh anggota ASEAN lainnya, akhir tahun ini.
Reuters