Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HUBUNGAN Cina-AS memburuk di periode kedua masa jabatan Presiden AS Donald Trump. Trump telah mengeluarkan banyak kebijakan yang kian merusak hubungan dagang kedua negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan mengklaim bahwa negara-negara lain, termasuk Cina, telah menggunakan tarif terhadap AS selama beberapa dekade, Trump menganggap berhak untuk mengenakan tarif kepada negara-negara tersebut. "Sekarang giliran kita untuk mulai menggunakannya terhadap negara-negara lain,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cina adalah negara yang paling ditargetkan oleh Trump dengan penetapan tarif impor tambahan 10 persen menjadi 20 persen untuk barang-barang Cina. Alasan Trump adalah Beijing tidak melakukan cukup banyak hal untuk membendung aliran fentanil opioid yang mematikan. Trump juga mengklaim rata-rata Cina untuk produk-produk AS dua kali lipat lebih tinggi dari tarif yang mereka kenakan saat ini.
Dilansir Reuters, Menteri Luar Negeri Wang Yi, Jumat, 7 Maret 2025, mengatakan Beijing akan "dengan tegas melawan" tekanan AS atas tarif dan masalah fentanil.” Dalam sebuah sindiran terselubung terhadap kebijakan luar negeri pemerintahan Trump, ia menambahkan bahwa negara-negara besar "tidak boleh merisak yang lemah".
Kedutaan Besar Cina di Washington, dalam sebuah posting di X, mengatakan: "Jika perang adalah apa yang diinginkan AS, baik itu perang tarif, perang dagang, atau jenis perang lainnya, kami siap bertarung sampai akhir."
Juru bicara kedubes Cina itu mengulangi pernyataan sebelumnya dari kementerian luar negeri Cina, yang dikeluarkan tidak lama setelah pungutan Trump diberlakukan. Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa Cina akan melawan AS "sampai titik darah penghabisan" jika Amerika "tetap melancarkan perang tarif, perang dagang, atau jenis perang lainnya".
Perang Dagang telah Dimulai
Perang dagang antara dua negara adidaya ini meningkat pada Selasa ketika Trump menaikkan tarif impornya terhadap barang-barang Cina menjadi total 20 persen, dan Cina membalas dengan memberlakukan tarif 15 persen terhadap barang-barang pertanian Amerika.
Trump telah membenarkan tarif baru untuk barang-barang Cina dengan menyalahkan Beijing atas krisis opioid fentanil di AS. Dia mengklaim bahwa "sebagian besar" dari zat-zat mematikan ini dibuat di Cina.
Cina menanggapi keputusan Trump itu dengan tuduhan bahwa Gedung Putih melakukan "pemerasan" atas kenaikan tarifnya. Mereka mengklaim bahwa mereka sebenarnya memiliki beberapa kebijakan anti-narkoba yang paling keras di dunia, seperti dikutip The Independence.
Kementerian Luar Negeri Beijing mengecam keputusan itu, dan mengatakan bahwa intimidasi tak akan membuat mereka takut. “Penindasan tidak berhasil pada kami. Menekan, memaksa, atau mengancam bukanlah cara yang tepat untuk berurusan dengan Cina,” kata pernyataan tersebut, “Siapa pun yang menggunakan tekanan maksimum terhadap Cina memilih orang yang salah dan salah perhitungan."
Ekspor Cina Kehilangan Momentum
Kemarahan Cina makin beralasan karena menurut laporan perdagangan mereka, selama periode Januari-Februari dan ekspor secara tak terduga menyusut. Ini memberikan pukulan bagi pemulihan ekonomi yang sejauh ini sebagian besar bergantung pada ekspor.
Ekspor dari negara manufaktur terbesar di dunia ini hanya naik 2,3 persen tahun ke tahun, data bea cukai menunjukkan pada Jumat, meleset dari perkiraan pertumbuhan 5 persen dalam jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom. Ekspor juga melambat dari kenaikan 10,7 persen pada bulan Desember.
Dua bulan pertama 2025 menjadi pembuka perang dagang AS-Cina. Periode ini berakhir dengan produsen Cina mengantisipasi gelombang kedua tarif AS dan tindakan balasan, yang terwujud pada 4 Maret, ketika Trump menggandakan tarif pada impor Cina menjadi 20 persen.
Para pembuat kebijakan Cina telah berjanji untuk memprioritaskan peningkatan konsumsi dan permintaan domestik hingga 2025, yang oleh Perdana Menteri Li Qiang pada Rabu digambarkan sebagai "tidak mencukupi" dan "lemah".
Li menggarisbawahi urgensi bagi Cina untuk merestrukturisasi model pertumbuhan yang saat ini sebagian besar bergantung pada manufaktur dan perdagangan. "Lingkungan eksternal yang semakin kompleks dan meningkatnya unilateralisme dan proteksionisme mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada perdagangan RRT," kata Li.
Aktivitas manufaktur Cina mengalami kontraksi di Januari, sebagian karena liburan Tahun Baru Imlek, tetapi berkembang di Februari dengan laju tercepat dalam beberapa bulan terakhir. Korea Selatan, indikator utama impor Cina, melaporkan kontraksi 1,4 persen dalam pengiriman ke Cina pada Februari karena kekhawatiran perang dagang.
Belanja Militer Cina
Pada jabatan pertama Trump, seperti dilaporkan The Independence, hubungan perdagangan antara AS dan Cina mengalami penurunan setelah ia mengumumkan tarif terhadap Beijing atas surplus perdagangan yang sangat besar pada 2018. Perang dagang selama dua tahun menghantam ekonomi dunia, dengan rantai pasokan global yang menderita karena tarif berbalas pada barang-barang senilai ratusan miliar dolar.
Hubungan perdagangan dan diplomatik kembali normal pada masa pemerintahan Joe Biden, tetapi kembali memburuk dengan pengumuman tarif Trump. Departemen Luar Negeri AS telah mengatakan bahwa Amerika bekerja "untuk menghalangi agresi Cina, memerangi kebijakan perdagangan Cina yang tidak adil, melawan aktivitas siber jahat Cina [dan] mengakhiri perdagangan global prekursor fentanil Cina".
Hal ini terjadi ketika Cina mengatakan akan meningkatkan belanja pertahanannya sebesar 7,2 persen tahun ini. Peningkatan tersebut, yang diumumkan dalam laporan pemerintah yang akan dirilis di parlemen, sesuai dengan angka tahun lalu.
Angka tersebut masih jauh di atas target pertumbuhan ekonomi Cina untuk tahun ini sekitar 5 persen. Sejak Xi Jinping menjadi presiden lebih dari satu dekade yang lalu, anggaran pertahanan telah membengkak menjadi 1,78 triliun yuan (sekitar Rp4000 triliun) tahun ini dari 720 miliar yuan pada tahun 2013.
Xi bertujuan untuk menyelesaikan modernisasi militer secara menyeluruh pada 2035, dengan militer Cina mengembangkan rudal, kapal, kapal selam, dan teknologi pengawasan baru.
Pilihan Editor: Gara-gara Tarif Impor, Cina Tantang Perang AS