Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepolisian dari 129 negara yang tergabung dalam Interpol berkumpul dalam kongres tahunan di Dubai, Uni Emirat Arab, Rabu dua pekan lalu. Ini konferensi yang tak biasa untuk memilih Presiden Interpol baru setelah Meng Hongwei, pemimpin sebelumnya, menghilang dan belakangan ternyata ditahan pemerintahnya sendiri, Cina.
Kim Jong-yang, Kepala Kepolisian Daerah Gyeonggi, Korea Selatan, akhirnya terpilih sebagai Presiden Interpol setelah ia mengalahkan Alexander Prokopchuk, bekas pejabat tinggi Kementerian Dalam Negeri Rusia. Kim akan menyelesaikan masa jabatan Meng Hongwei, yang akan ber-akhir pada 2020. Interpol adalah lembaga internasional yang memfasilitasi kerja sama polisi di dunia.
Mulanya nama Prokopchuk mencuat pada masa pencalonan. Menguatnya nama tokoh intelijen jagoan Presiden Rusia Vladimir Putin ini membuat sejumlah negara Barat, termasuk Amerika Serikat, khawatir Interpol akan dimanfaatkan. Mereka lalu berusaha mencegahnya menjadi orang nomor satu di Interpol. Tapi Sekretaris Jenderal Interpol Juergen Stock menepis kekhawatiran itu. “Tidak peduli apa kewarganegaraannya, itu tidak mempengaruhi netralitas Interpol dan kemandirian organisasi ini,” kata Stock.
Terpilihnya Kim sebagai ketua baru Interpol masih menyisakan masalah mengenai nasib Meng Hongwei. Meski ia diakui ditahan pemerintah Cina, tidak jelas lokasi penahanannya. Masalah lain, Stock menambahkan, Interpol dilarang menyelidiki kasus Meng karena, “Kami bukan badan penyelidik.”
Wakil Menteri Keamanan Umum Cina itu menjadi Presiden Interpol lewat Sidang Umum Interpol 2016. Setelah ia terpilih, sejumlah media pemerintah menyebut hal itu sebagai konfirmasi bahwa Cina mendapat pengakuan internasional dan rasa hormat di bawah Presiden Xi Jinping. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Lu Kang, saat itu menyatakan naiknya Meng merupakan respons positif dari sejumlah besar negara anggota Interpol.
“Cina belum lama menjadi anggota Interpol dan pemilihan Meng Hongwei sebagai kepalanya tidak diragukan lagi terkait dengan peran Cina yang makin penting beberapa tahun terakhir dalam melindungi keamanan regional dan global,” tulis surat kabar Cina, Beijing Youth Daily.
Lebih dari setahun lalu, Meng juga memimpin sidang umum anggota Interpol di Beijing. Presiden Xi Jinping menyampaikan pidato pembukaan dalam acara itu. Menurut kantor berita resmi Cina, Xinhua, Xi memuji organisasi ini dan menyatakan, “Cina bersedia berbagi pengalaman dalam tata kelola keamanan dengan setiap negara di dunia.”
Meng punya karier panjang di badan keamanan Cina. Lulusan hukum dari Peking University ini menduduki posisi wakil menteri di Kementerian Keamanan Umum sejak 2004. Dalam biodata di situs Interpol disebutkan Meng berpengalaman hampir 40 tahun dalam peradilan pidana dan kepolisian, pengawasan lembaga hukum, pengendalian narkotik, kontraterorisme, kontrol perbatasan, imigrasi, serta kerja sama internasional.
Ia juga memegang peran penting selama satu dekade di bidang kontraterorisme. Sebagai Ketua Badan Antiteroris Regional Organisasi Kerja Sama Shanghai, Meng menjadi panglima tertinggi untuk dua latihan kontraterorisme bersama negara-negara anggota di wilayah barat jauh Xinjiang, yakni pada 2006 dan 2011.
Meng juga merupakan direktur jenderal pertama Pasukan Penjaga Pantai Cina, yang didirikan pada 2013 dengan penggabungan empat badan maritim lain. Kapal-kapal penjaga pantai yang besar tapi relatif ringan telah digunakan Beijing untuk menegaskan klaim teritorial di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan yang disengketakan. Ketegangan di kawasan itu meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut New York Times, sinyal awal masalah yang menghadang Meng sebenarnya muncul pada April lalu. Saat itu Kementerian Keamanan Umum menyatakan Meng tidak lagi menjadi anggota komite Partai Komunis yang mengawasi kementerian tersebut. Perkembangan ini memicu spekulasi bahwa ia sedang punya masalah. Tapi hal itu tidak muncul mencolok di media karena hingga Agustus lalu ia masih menerima tamu resmi di Beijing.
Masalah yang dihadapi Meng mulai mencuat setelah ia terbang dari Lyon, Prancis, lokasi kantor pusat Interpol, ke Beijing dengan alasan tak begitu jelas, 25 September lalu. Tak berselang lama, istrinya, Grace, mendapat pesan melalui media sosial dari sang suami. “Tunggu panggilan telepon saya,” begitu pesan Meng. Pesan itu diikuti kiriman emoji pisau beberapa menit kemudian. Grace, dalam pernyataan singkat kepada wartawan di Lyon, menafsirkan emoji pisau itu sebagai tanda bahwa Meng dalam bahaya.
Interpol, menurut Juergen Stock, mengetahui hilangnya Meng pada 5 Oktober lalu melalui berita media yang memuat laporan Grace kepada polisi. Interpol lantas meminta klarifikasi kepada kontaknya di Beijing. Dua hari kemudian, delegasi tingkat tinggi Cina datang ke markas Interpol di Lyon dan melaporkan bahwa Meng telah menulis surat pengunduran diri.
Saat ditanyai apakah Interpol yakin surat itu benar ditulis Meng atau dibuat tanpa paksaan, Stock mengatakan, “Tidak ada alasan bagi saya untuk menduga bahwa ada sesuatu yang dipaksakan atau salah (dari surat itu).” Interpol tampaknya menerima penjelasan delegasi Cina tersebut dan mengumumkan secara terbuka malam itu bahwa Meng mengundurkan diri tanpa berkomentar tentang mengapa atau apa yang terjadi.
Kepastian nasib Meng diketahui publik setelah Kementerian Keamanan Umum melansir pernyataan di laman situsnya pada 8 Oktober lalu. Kementerian menyatakan Meng terjerat kasus korupsi dan pelanggaran undang-undang, yang sangat membahayakan partai dan kepolisian. Kementerian menambahkan, mereka akan membentuk gugus tugas untuk menyelidiki siapa pun yang dicurigai menerima suap bersama Meng. Kasus Meng ditangani lembaga antikorupsi Komisi Pengawas Nasional (NSC).
Tak lama setelah NSC mengumumkan penyelidikannya, Menteri Keamanan Umum Zhao Kezhi menggelar pertemuan Partai Komunis. Zhao menyatakan mendukung sepenuhnya penyelidikan terhadap Meng dan menjanjikan kesetiaan politik mutlak kepada Presiden Xi Jinping serta pimpinan partai.
Namun, hingga pekan lalu, Cina belum menjelaskan kejahatan yang dituduhkan kepada Meng. “Penyelidikan masih berlangsung dan rincian lebih lanjut mungkin terungkap saat penyelidikan,” tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lu Kang.
Ihwal tuduhan korupsi terhadap suaminya, Grace menyatakan tidak percaya. Ia yakin Meng menjadi target “persekusi politik”.
Penangkapan Meng memicu berbagai spekulasi. Steve Tsang, Direktur SOAS China Institute di London, menyebutkan, mengingat senioritas Meng, keputusan apa pun untuk menahannya pasti berasal dari tingkat tertinggi pemerintah Cina. “Kebijakan luar negeri Cina diperlukan, pertama dan terutama, untuk melayani kepentingan Partai Komunis,” katanya.
Andrew Wedeman, ilmuwan politik dari Georgia State University, Amerika Serikat, yang mempelajari korupsi di Cina, mengatakan upaya pemberantasan korupsi Xi tampaknya mendingin setelah mencapai puncaknya pada 2015. Namun, dia melanjutkan, Xi masih memburu para “macan”—sebutan untuk pejabat senior yang tersangkut korupsi. Dalam hitungan Wedeman, Cina sudah menjatuhkan 17 macan sejauh ini. “Meng akan menjadi macan nomor 18,” ujarnya.
ABDUL MANAN (NEW YORK TIMES, SOUTH CHINA MORNING POST, REUTERS, WASHINGTON POST)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo