Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kantor perdana menteri Israel pada Jumat, 17 Januari 2025, mengumumkan kelompok Hamas dijadwalkan akan membebaskan sandera pertama di bawah kesepakatan gencatan senjata pada Minggu, 19 Januari 2025. Kesepakatan gencatan senjata dibuat setelah 15 bulan perang Gaza berkecamuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di bawah kesepakatan gencatan senjata ini, Hamas akan membebaskan 33 sandera, termasuk tentara Israel, warga sipil, anak-anak dan laki-laki usia di atas 50 tahun. sebagai imbal-balik, Israel akan membebaskan dari penjara tahanan Palestina perempuan dan anak-anak usia di bawah 19 tahun. Total tahanan Palestina yang akan dibebaskan tergantung pada jumlah sandera yang akan dibebaskan Hamas, yang jumlahnya berkisar 990 dan 1.650 warga Palestina, termasuk laki-laki, perempuan dan anak-anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hamas secara terpisah pada Jumat, 17 Januari 2025, mengatakan sejumlah tantangan muncul saat kesepakatan gencatan senjata disepakati. Diantaranya, jet tempur Israel yang masih menghujani Gaza dengan serangan-serangan. Pada Jumat, 17 Januari 2025, Layanan Kedaruratan Sipil Gaza melaporkan setidaknya 101 orang tewas paska-pengumuman gencatan senjata tercapai pada Rabu, 15 Januari 2025. Dari jumlah korban tewas itu, 58 adalah perempuan dan anak-anak.
Atas serangan-serangan jet tempur itu, Israel beralasan siap menerima kesepakatan gencatan senjata kalau sudah disetujui oleh Kabinet dan pemerintahan. Pada Jumat pagi, 17 Januari 2025, kantor Benjamin Netanyahu mengatakan kabinet bidang keamanan Israel akan rapat untuk memberikan persetujuan tahap akhir soal gencatan senjata setelah rapat sehari sebelumnya telah memunculkan kekhawatiran gencatan senjata bakal tertunda.
Jika gencatan senjata ini resmi terwujud, maka akan menghentikan sementara perang Gaza yang telah menewaskan lebih dari 46 ribu orang dan membuat 2.3 juta jiwa warga Gaza kocar-kacir. Gencatan senjata juga memungkinkan redanya permusuhan di kawasan Timur Tengah, di mana perang Gaza telah membuat Hizbullah di Lebanon dan kelompok Houthi di Yaman ikut membela Palestina, termasuk sejumlah kelompok bersenjata di Irak.
Sumber: Reuters
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini