Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Umum Jenderal Valery Gerasimov mengungkap Rusia kini memandang kesepakatan pengendalian senjata nuklir besar yang dibangun selama Perang Dingin terjadi karena kurangnya kepercayaan antara Moskow dan neara-negara Barat. Rusia dan Amerika Serikat, yang sejauh ini merupakan kekuatan nuklir terbesar, sama-sama menyatakan penyesalan tentang disintegrasi perjanjian pengendalian senjata yang berupaya memperlambat perlombaan senjata dan mengurangi risiko perang nuklir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gerasimov menuduh Amerika Serikat memicu konflik di seluruh dunia dan menenggelamkan kesepakatan pengendalian senjata utama Perang Dingin. Sebagai balasannya, Rusia akan mengembangkan hubungan dengan Cina, India, Iran, Korea Utara, dan Venezuela.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Secara keseluruhan, topik pengendalian senjata tetap di masa lalu, karena kembali ke tingkat kepercayaan minimum tidak mungkin dilakukan saat ini mengingat standar ganda negara-negara Barat," kata Gerasimov seperti dikutip oleh Kementerian Pertahanan Rusia, Rabu, 18 Desember 2024, dilansir dari Reuters.
"Tanpa kepercayaan, mustahil menciptakan mekanisme yang efektif untuk pengendalian bersama," ujarnya. "Banyak negara mulai berpikir tentang langkah-langkah respons yang memadai."
Amerika Serikat, yang menganggap Rusia dan Cina sebagai ancaman negara-bangsa terbesar bagi Barat, menyalahkan Rusia atas runtuhnya kesepakatan seperti Perjanjian Rudal Antibalistik 1972 dan Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) 1987.
Amerika Serikat secara resmi menarik diri dari Perjanjian INF pada 2019 dengan alasan pelanggaran yang dilakukan Rusia, namun Moskow membantah tuduhan itu. Amerika Serikat juga menarik diri dari perjanjian ABM pada 2002.
Pada 2023, Presiden Rusia Vladimir Putin menangguhkan partisipasi Rusia dalam perjanjian New START yang membatasi senjata nuklir strategis kedua belah pihak. Dia menyalahkan dukungan Amerika Serikat untuk Ukraina. Namun, Moskow tetap mematuhi batasan hulu ledak, rudal, dan pembom yang diberlakukan oleh perjanjian tersebut sebagaimana yang dilakukan Amerika Serikat.
Gerasimov mengatakan penempatan rudal Amerika Serikat di Eropa dan Asia memicu perlombaan senjata ofensif strategis. Dia juga menyebut penumpukan pasukan Amerika Serikat di Filipina menjadi perhatian khusus Rusia.
Gerasimov mengatakan Rusia telah melihat peningkatan aktivitas aliansi militer NATO yang dipimpin Amerika Serikat di dekat perbatasan Rusia. Ukraina menyerang wilayah Rusia bulan lalu dengan rudal jarak jauh yang dipasok oleh Amerika Serikat sehingga membuat negeri Abang Sam itu menjadi peserta langsung dalam perang Ukraina.
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini