Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri luar negeri negara-negara kelompok G7 mengecam penggunaan kekerasan terhadap orang-orang yang memprotes kudeta militer di Myanmar. Negara-negara G7 juga mengatakan pelaku kekerasan terhadap demonstran harus dimintai pertanggungjawaban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Siapapun yang menanggapi protes damai dengan kekerasan harus dimintai pertanggungjawaban," kata menteri luar negeri dalam pernyataan bersama, dikutip dari Reuters, 23 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami mengutuk intimidasi dan penindasan terhadap mereka yang menentang kudeta...Kami tetap bersatu dalam mengutuk kudeta di Myanmar. Kami mengulangi lagi tuntutan untuk pembebasan segera dan tanpa syarat dari mereka yang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint," kata G7.
Demonstran memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, 17 Februari 2021.[REUTERS/Stringer]
Pemimpin junta Myanmar telah menyerukan upaya untuk menghidupkan kembali ekonomi yang jatuh di tengah protes kudeta militer dan pandemi, media pemerintah melaporkan pada Selasa, ketika negara-negara Barat mempertimbangkan lebih banyak sanksi untuk menekan para jenderal untuk menghindari tindakan keras terhadap protes demokrasi.
Seruan untuk fokus pada ekonomi datang setelah mogok nasional menutup bisnis pada hari Senin. Kerumunan pengunjuk rasa Myanmar berkumpul untuk mengecam kudeta 1 Februari militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, meskipun ada peringatan dari pihak junta militer bahwa konfrontasi dapat membuat orang-orang terbunuh.
REUTERS