Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, membuat langkah mengejutkan dengan memberlakukan jam malam melalui deklarasi darurat militer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pidato larut malam yang disiarkan langsung, Yoon menuding oposisi sebagai kelompok anti negara yang mengancam demokrasi di Korea Selatan. Langkah ini menjadi yang pertama dalam lebih dari empat dekade dan memicu kekhawatiran di dalam negeri maupun di kalangan sekutu internasional, termasuk Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari The Guardian, deklarasi tersebut diiringi dengan perintah enam poin oleh komandan militer, Jenderal Park An Su. Perintah tersebut mencakup larangan kegiatan politik, propaganda palsu, pemogokan, dan pertemuan yang dianggap dapat menimbulkan keresahan sosial.
Media massa juga ditempatkan di bawah kendali militer, sementara tenaga medis yang sedang mogok diperintahkan untuk kembali bekerja dalam waktu 48 jam. Namun, reaksi keras dari parlemen dan masyarakat membuat langkah ini tidak bertahan lama. Dalam waktu enam jam, Yoon mencabut keputusan tersebut setelah 190 anggota parlemen secara bulat menolak deklarasi darurat militer.
Darurat Militer dan Demonstrasi
Deklarasi darurat militer ini menciptakan malam penuh gejolak di Korea Selatan. Gedung Majelis Nasional dikepung pasukan keamanan, dengan helikopter mendarat di atap dan tentara memasuki gedung. Protes besar-besaran mewarnai suasana di luar parlemen, dengan warga menyerukan agar Yoon mundur dari jabatannya.
Banyak warga Korea Selatan merasa malu dan bingung dengan situasi ini. Generasi tua yang pernah berjuang melawan rezim militer memandang langkah Yoon sebagai upaya mengembalikan era kediktatoran. Sementara itu, generasi muda merasa reputasi negara mereka telah tercoreng di mata dunia.
Tekanan politik terhadap Yoon pun meningkat. Partai oposisi utama, Demokrat, menyebut tindakan Yoon sebagai kudeta dan menyerukan pemakzulannya. Bahkan, Partai Kekuatan Rakyat yang mendukung Yoon mengecam langkah tersebut sebagai keputusan yang salah.
Di tingkat internasional, Amerika Serikat dan sekutu lainnya menyatakan keprihatinan mendalam. Washington menyambut baik pencabutan darurat militer, menekankan pentingnya demokrasi dalam aliansi dengan Korea Selatan.
Deklarasi Telah Dicabut
Meskipun deklarasi tersebut telah dicabut, situasi politik di Korea Selatan tetap memanas. Seruan untuk pemakzulan Yoon semakin menguat, sementara staf kepresidenan dilaporkan menawarkan pengunduran diri massal sebagai bentuk tanggung jawab.
Kini, warga Korea Selatan hanya bisa berharap bahwa krisis ini dapat diselesaikan secara damai dan sesuai dengan prinsip demokrasi yang telah mereka perjuangkan selama beberapa dekade. Keputusan Presiden Yoon untuk mencabut darurat militer menjadi langkah awal, tetapi jalan menuju pemulihan kepercayaan publik masih panjang.
AL JAZEERA
Pilihan editor: Reaksi Warga Korea Selatan Atas Deklarasi Darurat Militer