Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kisah Dokter Gigi dari Universitas Gaza, Awalnya Bahagia Kini Hidup Terasa Hampa

Naim berasal dari keluarga dokter dan dokter gigi. Dia hidup gelimang kebahagiaan, namun penjajahan Israel telah membuat hidupnya hampa.

28 April 2024 | 17.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dua anak perempuan menangis setelah serangan udara Israel terhadap rumah-rumah di Rafah di selatan Jalur Gaza 12 Desember 2023. Setidaknya dua ibu terbunuh setiap 60 menit, sementara tujuh perempuan terbunuh setiap dua jam di daerah kantong yang terkepung tersebut, kata para dokter di wilayah tersebut kepada organisasi tersebut. REUTERS/Fadi Shana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komite HAM Brasil pada Rabu sore, 24 April 2024, membuka acara diskusi perihal krisis kemanusiaan di Jalur Gaza, dengan menghadirkan mantan Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gaza Dokter Jamal Naim. Dia bersama anggota keluarganya berhasil diselamatkan dari puing-puing rumah mereka yang dihantan bom oleh pesawat Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya berasal dari neraka dunia, kuburan anak-anak dan mimpi-mimpi. Saya berasal dari Gaza ! apa yang terjadi di Gaza tidak bisa diutarakan dengan kata-kata atau frase. Penjajahan Israel telah menewaskan ibu saya, putri saya dan cucu saya serta menghancurkan rumah saya,” kata Naim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Naim memutuskan melakukan perjalanan panjang keluar dari Gaza dengan tekad ingin menggunakan kesempatannya hidup di luar negeri untuk menyuarakan pada dunia suara warga Palestina yang gugur terkubur bersama puing-puing rumah mereka. Naim berasal dari keluarga dokter dan dokter gigi. Dia pernah menjalani hidup yang bahagia di Gaza dan menyebarkan inspirasi. Namun sekarang hidupnya berubah 180 derajat. Dia merasa hampa setelah kehilangan putrinya Shaima, putranya Taysir, Samaah dan cucunya yang masih balita Lara dan Butoul. Anak-anak tak berdosa ini kehilangan nyawa dalam pembunuhan yang sangat brutal oleh militer Israel.     

Saat berbicara dihadapan anggota parlemen Brasil, Naim tidak bisa menahan air matanya saat mengenang kesulitan-kesulitan yang dialaminya di bawah agresi militer Israel. Naim mengungsi dari utara Gaza bersama lebih dari 80 orang lainnya ke sebuah rumah di wilayah tengah Jalur Gaza. Merek hidup dalam 100 hari pengeboman dan penghancuran oleh tentara Israel hingga mengalami kelaparan, kehausan, cuaca dingin dan penyakit menular. Naim lalu tak sadarkan diri mendapati dirinya tiba-tiba terkubur puing-puing dengan hujan tembakan dan keluarganya yang mengalami luka-luka.

“Meskipun saya terluka dan kehilangan, kami harus bangkit berdiri dan menyampaikan pesan penjajahan yang dialami warga Palestina yang menderita di bawah genosida oleh Israel dan pembersihan etnis. Saya menyerukan pada seluruh rakyat Brasil, anggota parlemen di Brasil dan seluruh dunia agar menghentikan genosida, menekan orang-orang yang harus bertanggung jawab atas kejahatan ini dan menuntut boikot secara politik, militer dan ekonomi pada penjajah Israel,” kata Naim.

Sumber: middleeastmonitor.com

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus