Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang anak dijebloskan ke penjara anak atau Children's Village di Michigan, Amerika lantaran tidak menyelesaikan tugas sekolah secara online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hakim pengadilan Michigan memutuskan Grace melanggar hukum dengan tidak mengerjakan tugas sekolahnya pada Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun hakim dinilai tidak mendalami latar belakang mengapa Grace tidak mengerjakan "pr" sekolahnya yang sejak sebulan lalu memberlakukan belajar online akibat wabah virus corona.
Ibu Grace, Charisse, bahkan percaya kasus yang menimpa anaknya merefleksikan bias rasisme secara sistematis.
Grace, keturunan Afrika-Amerika tinggal di komunitas mayoritas berkulit putih dan di distrik itu persentase anak-anak Afrika-Amerika yang terlibat masalah hukum tidak proporsional.
Menurut laporan yang dirilis Juni lalu menunjukkan anak-anak keturunan Afrika-Amerika dipenjara lebih banyak empat kali lipat dibanding rekan seusianya dari kulit putih.
"Mereka lebih mungkin untuk ditangkap, kecil kemungkinan ditawari pengalihan jenis apapun, lebih mungkin dikeluarkan dari rumah dan ditempatkan seperti dalam kondisi ditahan," kata Jason Smith dari Pusat Keadilan Anak Michigan yang bekerja untuk mengurangi pemenjaraan anak-anak.
Di seluruh Amerika, para guru, orang tua, dan murid saat ini bertarung dengan penutupan sekolah selama berbulan-bulan akibat wabah Corona.
Sekolah di sejumlah distrik di Michigan mendokumentasikan puluhan ribu siswa yang gagal bersekolah atau menyelesaikan pr mereka. Misalnya, di sekolah menengah di Los Angeles, sekitar 15 ribu siswa tidak menyelesaikan "pr" atau tidak bersekolah. Begitu juga di Sekolah Negeri di Minneapolis dan Chicago.
Siswa yang berkebutuhan khusus menjadi rentan untuk belajar online tanpa bimbingan langsung oleh guru mereka, pekerja sosial dan lainnya.
Grace merupakan salah satu siswa berkebutuhan khusus karena dia mengalami kesulitan untuk konsentrasi atau mengalami Attention Deficit Hyperactivity Disorder, ADHD. Sehingga Grace tidak termotivasi ketika sekolah mulai memberlakukan belajar online sejak 15 April lalu.
Grace menjadi mudah terganggu konsentrasinya dan sulit fokus pada pelajaran.
"Siapa dapat menjadi murid yang baik saat ini?" kata Ricky Watson Jr, direktur eksekutif The National Juvenile Justie Network.
"Kecuali ada kebutuhan mendesak, saya tidak mengerti mengapa anda mau mengirimkan seorang anak ke fasilitas apapun saat ini dan menjauhkan mereka dari keluarga mereka dengan semua hal yang sedang kita hadapi sekarang," kata Watson sebagaimana dilaporkan Propublica.org, 14 Juli 2020.
Hakim Mary Ellen Brennan yang menghukum Grace dan mengirimnya ke penjara menolak berbicara tentang vonisnya.
Dalam persidangan di Pengadilan Divisi Keluarga Kota Oakland, Brennan memutuskan Grace bersalah karena gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah dan menyebut Grace sebagai ancaman terhadap komunitas, mengutip perkara sebelumnya yang menjerat anak itu mencuri charger baterei telepon seluler ibunya dan beberapa teman sekolahnya yang membuat Grace dihukum percobaan.
Dengan tangan diborgol, Grace meninggalkan ruang sidang.
Belakang Brennan menuai kritikan. Para ahli menjelaskan, di banyak tempat pengadilan anak-anak berupaya menjauhkan anak dari rumah tahanan kecuali untuk kasus yang sangat serius. Pengadilan bahkan berupaya membebaskan anak-anak yang sudah terlanjut ada di dalam penjara.
Survei tentang lembaga peradilan anak-anak di 30 negara bagian Amerika menemukan jumlah remaja yang dijebloskan dalam rumah tahanan menurun menjadi 24 persen pada Maret lalu. Sebagian besar disebabkan oleh penuruan tajam untuk menempatkan anak dalam tahanan.
Banyak pihak angkat bicara untuk mendesak hakim melepaskan anak itu dari penjara. Grace mestinya mendapat pelayanan kesehatan mental dan mengelola amarahnya. Jaksa pun setuju akan hal itu.
Guru sekolah Grace, Katherine Tarpeh juga mendukung muridnya dengan mengatakan dia memiliki kemauan yang kuat untuk melakukan sesuatu dengan baik.
Charisse menuturkan betapa sakit dan putus asa hidupnya saat menyaksikan anaknya diborgol di dalam ruang sidang.
"Sangat sakit dan putus asa," ujarnya.
Beberapa hari kemudian Charissie menerima surat tulisan tangan anaknya.
"Saya mau berubah. Saya mau menjadi orang lebih baik. Di sini saya telah menyadari betapa kamu sangat mencintai dan peduli saya," sebaris surat Grace kepada ibunya.
Berbagai tekanan atas putusan hakim mengirim Grace ke penjara anak lantaran tidak mengerjakan pekerjaan sekolah membuahkan hasil. Grace dipindahkan ke bagian program perawatan untuk jangka panjang di Children's Village sebagai anak berkebutuhan khusus. Di sini Grace lebih bebas meski tidak sepenuhnya bebas.