Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Palestina di Jalur Gaza yang tinggal di pemakaman semakin banyak karena tak sanggup membayar sewa rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di pemakaman Sheikh Shaban, yang tertua di daerah Gaza, Kamilia Kuhail tinggal di sebuah rumah yang dibangun oleh suaminya di atas dua kuburan milik orang tak dikenal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jika orang mati bisa berbicara, mereka akan menyuruh kami pergi dari sini,” kata Kuhail seperti dikutip Reuters, Selasa, 4 Oktober 2022. Ia tinggal di pemakaman di pusat kota Gaza itu selama 13 tahun bersama suaminya dan enam anaknya.
Orang harus menuruni tiga anak tangga untuk masuk ke rumah dengan perabotan seadanya di mana bau yang disebut Kuhail sebagai 'bau kematian' terasa menyengat.
Anak-anaknya, yang mencari uang dengan membawa air ke upacara pemakaman, terus bertanya kepada orang tua mereka kapan bisa pindah dari kuburan.
“Saya kadang-kadang diundang oleh teman-teman sekolah, tetapi saya tidak dapat mengundang mereka ke sini, saya terlalu malu untuk melakukannya,” kata Lamis, putrinya yang berusia 12 tahun.
Wilayah Gaza, sebuah bidang sempit antara Mesir dan Israel yang diblokade dari kedua sisi, menghadapi krisis demografis dan meningkat selama bertahun-tahun. Populasinya akan menjadi lebih dari dua kali lipat dalam 30 tahun ke depan menjadi 4,8 juta dan lahan sudah hampir habis.
Persaingan untuk mendapatkan rumah yang langka sangat ketat, dengan permintaan terus meningkat baik untuk perumahan maupun lahan pertanian. Kebutuhan rumah 14.000 per tahun, menurut wakil Menteri Perumahan Naji Sarhan.
Bahkan orang mati pun terancam. “Kami menghadapi dilema, menemukan lahan untuk membangun kuburan karena realitas Gaza dan pertumbuhan penduduknya,” kata Mazen An-Najar, pejabat Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Gaza, yang mengawasi 64 kuburan di daerah tersebut.
"Kebutuhan semakin besar setiap tahun. Kami membutuhkan konstruksi dan kami membutuhkan area pemakaman," katanya.
Kementerian Wakaf menutup 24 kuburan yang telah mencapai kapasitas meskipun banyak keluarga terus menguburkan orang mati mereka di kuburan tua yang dekat dengan rumah mereka.
“Dilarang mengubur di sini dan sulit mencari tempat, tetapi orang-orang tidak mendengarkan,” kata Khaled Hejazi, penjaga pemakaman Sheikh Radwan di Gaza.
"Saya mencoba menghentikan mereka tapi tidak bisa."
Najar mengatakan mereka telah mengalokasikan kuburan baru di empat kota lain di wilayah itu, tetapi sekarang harus segera menemukan pengganti kuburan terbesar yang terletak di kota Gaza utara, rumah bagi sekitar 750.000 orang.
"Ini akan penuh, dan mungkin dalam tiga atau empat tahun kita tidak akan menemukan tanah yang digunakan untuk pemakaman," katanya.
REUTERS | NESA AQILA