Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kronologi Penangkapan Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte oleh ICC

ICC memulai penyelidikan panjangnya terhadap kejahatan Rodrigo Duterte pada 2016 hingga akhirnya mantan presiden Filipina itu ditangkap.

11 Maret 2025 | 21.20 WIB

Anggota Kepolisian Nasional Filipina berjaga di luar Pangkalan Udara Villamor tempat mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte ditahan setelah ditangkap, di Kota Pasay, Metro Manila, Filipina, 11 Maret 2025. REUTERS/Eloisa Lopez
Perbesar
Anggota Kepolisian Nasional Filipina berjaga di luar Pangkalan Udara Villamor tempat mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte ditahan setelah ditangkap, di Kota Pasay, Metro Manila, Filipina, 11 Maret 2025. REUTERS/Eloisa Lopez

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RODRIGO Duterte akhirnya ditangkap polisi Filipina atas permintaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Selasa, 11 Maret 2025. Duterte dituduh terlibat ribuan pembunuhan dalam "perang melawan narkoba" berdarah di masa kepresidenannya, Reuters melaporkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Duterte terkenal dengan gaya tangan besinya dalam menghadapi pengedar narkoba saat menjadi wali kota Davao. Setelah menjabat pada 2016, pemerintahan Duterte meluncurkan perang berdarah melawan narkoba yang disebut Oplan Tokhang, yang menyaksikan eksekusi ribuan tersangka pengedar, pengguna, dan penjahat kelas teri, seperti dilansir Philstar Life.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut polisi, 6.200 tersangka terbunuh selama operasi anti-narkoba yang menurut mereka berakhir dengan baku tembak. Namun, para aktivis mengatakan bahwa jumlah korban sebenarnya dari tindakan keras tersebut jauh lebih besar, dengan ribuan pengguna narkoba di daerah kumuh, banyak di antaranya yang termasuk dalam "daftar pengawasan" resmi, tewas dalam kondisi yang misterius.

Berikut kronologi awal penyelidikan ICC hingga penangkapan Duterte:

2016

Jaksa penuntut ICC saat itu, Fatou Bensouda, mengatakan bahwa mereka mengamati Filipina dengan saksama karena pembunuhan di bawah pemerintahan Duterte terus meningkat hanya dalam waktu empat bulan sejak ia menjabat. Komunitas internasional juga mengkritik pelanggaran hak asasi manusia di bawah pemerintahan Duterte.

Sementara itu, Duterte yang dikenal keras kepala menepis kritik-kritik tersebut dan mengatakan kepada ICC bahwa mereka tidak bisa mengancamnya dengan penyelidikan. Dia menyatakan bahwa dia "bersedia membusuk di penjara demi rakyat Filipina."

2017

Edgar Matobato yang mengklaim diri sebagai salah satu Pasukan Kematian Davao mengajukan pengaduan kasus criminal terhadap Duterte ke ICC. Lewat pengacaranya, Jude Sabio, ia mengatakan memiliki bukti langsung yang tak diragukan untuk menjerat Duterte.

2018

Kantor Jaksa Penuntut ICC mengatakan bahwa mereka telah memulai pemeriksaan awal atas pengaduan yang diajukan terhadap Duterte. Namun, Duterte mengklaim bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas dirinya, "tidak dalam sejuta tahun."

Duterte kemudian mengumumkan bahwa Filipina akan menarik diri dari ICC, "efektif segera." Dia mengutip "serangan tak berdasar, belum pernah terjadi sebelumnya, dan keterlaluan" dari pengadilan terhadap pemerintahannya sebagai dasar.

Namun, itu tidak mengubah status penyelidikan yang telah dijalankan ICC karena penarikan hanya akan berlaku setahun setelah tanggal penerimaan pemberitahuan. Menjadi negara non-anggota juga tidak akan mempengaruhi proses yang sedang berlangsung sebelum penarikan diri.

2019

Filipina secara resmi menarik diri sebagai negara anggota ICC setahun setelah pengumuman Duterte. Penyelidikan ICC terus berlanjut meskipun negara tersebut telah menarik diri (karena dugaan kejahatan terjadi saat Filipina masih menjadi anggota).

Bensouda mengatakan bahwa pemeriksaan pendahuluannya akan diselesaikan pada 2020 untuk memutuskan apakah akan meminta otorisasi untuk membuka penyelidikan terhadap situasi di Filipina.

2020

Bensouda mengatakan ada "dasar yang masuk akal" untuk meyakini bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan selama perang melawan narkoba oleh Duterte. Dia mengatakan bahwa kejahatan-kejahatan tersebut terjadi antara 1 Juli 2016 dan 16 Maret 2019.

Namun, kantornya pada saat itu tidak dapat menyimpulkan pemeriksaan awal untuk membuka penyelidikan formal karena pembatasan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.

2021

Bensouda mengajukan permohonan otorisasi di hadapan Kamar Pra-Persidangan ICC untuk membuka penyelidikan atas pembunuhan dalam perang narkoba di bawah pemerintahan Duterte – dan selama menjabat sebagai wali kota Davao City.

Kamar Pra-Sidang ICC menyetujui penyelidikan terhadap perang narkoba Duterte, dengan mengutip "dasar yang masuk akal" bagi jaksa penuntut untuk melanjutkannya karena "kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan tampaknya telah dilakukan."

2021

Karim Khan, pengganti Bensouda, mendesak Duterte untuk bekerja sama dengan ICC dalam penyelidikannya atas pembunuhan tersebut. Pemerintahan Duterte secara resmi meminta ICC untuk menunda penyelidikan dan prosesnya.

Dalam sebuah surat kepada Khan, J. Eduardo Malaya, Duta Besar Filipina untuk Belanda, mengatakan lembaga-lembaga domestik di Filipina berfungsi penuh dan lebih dari cukup untuk menangani masalah dan kekhawatiran yang muncul.

2022

Khan meminta Kamar Pra-Persidangan ICC untuk melanjutkan penyelidikan terhadap perang narkoba dan pembunuhan di Kota Davao antara 2011 dan 2016. Dia mengatakan bahwa informasi yang diperoleh kantornya "tidak menunjukkan bahwa langkah-langkah konkret dan progresif telah diambil atau sedang diambil oleh otoritas nasional yang berwenang."

Pemerintah Filipina juga gagal untuk menunjukkan bahwa ada individu yang telah diselidiki karena memerintahkan, merencanakan, atau menghasut pembunuhan tersebut.

Ferdinand Marcos Jr menggantikan Duterte sebagai presiden. Ia membentuk tim hukum untuk mendiskusikan bagaimana pemerintahannya akan menghadapi ICC. Marcos yang saat itu masih berhubungan baik dengan keluarga Duterte mengatakan bahwa Filipina tidak berniat untuk bergabung kembali dengan ICC, dan menyatakan bahwa pemerintah telah melakukan investigasi sendiri.

Khan mengatakan bahwa permintaan pemerintah Filipina untuk menunda penyelidikan "tidak beralasan," dan menegaskan perlunya melanjutkan penyelidikan.

2023

Jaksa agung Filipina mengajukan pemberitahuan banding yang meminta ICC untuk menangguhkan keputusannya untuk melanjutkan penyelidikan atas pembunuhan tersebut.

Seperti Duterte, Marcos tidak tertarik dengan penyelidikan ICC, dengan mengatakan bahwa lembaga tersebut tidak memiliki yurisdiksi atas negara tersebut. Dia mengatakan bahwa ICC adalah "gangguan terhadap masalah internal kami" dan "ancaman terhadap kedaulatan kami."

Pemerintah Filipina mengajukan permohonan banding ke ICC, meminta untuk menangguhkan penyelidikan atas pembunuhan dalam perang narkoba. Mereka berdalih bahwa penyelidikan ICC tidak memiliki "landasan hukum" dan "melanggar kedaulatan Republik Filipina."

ICC menolak mosi untuk memblokir permintaan keluarga korban perang narkoba, dan mengizinkan mereka untuk terlibat dalam proses persidangan.

Pada 24 November, Marcos akhirnya mengatakan mereka sedang mempelajari kemungkinan Filipina kembali sebagai anggota ICC. Tim ICC diduga telah berkunjung ke Filipina untuk melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti melawan Duterte, pada Desember.

2024

Marcos sudah mulai melunak. Meski menegaskan bahwa Filipina tidak akan bekerja sama dengan ICC dalam penyelidikannya terhadap pembunuhan dalam perang narkoba, ia tidak menghalangi mereka berkunjung.

Asisten Penasihat ICC Kristina Conti mengatakan ia "cukup yakin" bahwa Duterte akan dianggap sebagai salah satu yang paling bertanggung jawab dan mungkin akan dipanggil atau diperintahkan untuk ditangkap oleh ICC.

Pada 28 Oktober, sebuah sidang dengar pendapat di Kongres mengenai perang berdarah Duterte terhadap narkoba digelar. Duterte mengatakan bahwa dia mengambil "tanggung jawab hukum penuh" atas apa pun yang terjadi selama perang melawan narkoba.

Namun, mantan pemimpin tersebut mengatakan bahwa dia tidak akan meminta maaf atas perang narkoba karena dia melakukannya untuk melindungi warga Filipina dan mengatasi masalah tersebut "dengan tegas dan tanpa kompromi."

Marcos sekali lagi menegaskan bahwa ia tidak akan menghalangi ICC dalam penyelidikannya terhadap Duterte. Saat itu, hubungan Marcos dan Sara Duterte, putri Rodrigo, yang menjadi wakilnya telah sangat buruk. Sara bahkan mengancam untuk membunuh Marcos.

2025

Pada 8 Maret malam, beredar rumor tentang penangkapan Duterte oleh ICC atas kejahatan terhadap kemanusiaan. Surat perintah tersebut dilaporkan dikeluarkan pada pagi harinya. Dua minggu sebelumnya, Duterte dikabarkan telah diberitahu tentang surat penangkapan itu.

Pada 9 Maret, Malacañang mengakui rumor tersebut dan mengatakan bahwa pemerintah "siap menghadapi segala kemungkinan."

Interpol dikabarkan telah mengeluarkan red notice, yaitu "permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk menemukan dan menangkap sementara seseorang sambil menunggu ekstradisi, penyerahan diri, atau tindakan hukum serupa."

PNP ditempatkan dalam status siaga tinggi dan mengerahkan setidaknya 7.000 personel ke beberapa wilayah di Filipina, termasuk Metro Manila dan kampung halaman Duterte, Davao, Senin, 10 Maret. Keesokan harinya, Duterte ditangkap.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus